16. Overthinking

316 35 0
                                    

"Bu Alvira, perkenalkan saya Gladis  staff accounting yang akan menjadi asisten sementara di kacab ini"

Seseorang menghampiriku tidak lama setelah aku beres-beres ruangan yang khusus disediakan untuku. Gadis imut  berambut pendek, yang diceritakan Pak Gara. Gadis bernama Gladis ini katanya akan jadi asisten ku selama di kacab.

"Okey Gladis, saya Alvira. Salam kenal ya" ucapku tak kalah ramah.

Ia mengangguk sopan "Baik Bu"

"Ahh jangan panggil ibu dong," dia tersenyum kikuk, mungkin baginya kurang sopan jika memanggil atasan tanpa embel-embel Bu atau ibu.

"emmm mbak aja ya, atau kakak" tawarku memberikan opsi padanya.

"Kakak aja deh ya Bu?" Suaranya meragu, dan langsung ku hadiahi kekehan ringan.

"Boleh..."

Ia tersenyum dan senyumannya menular padaku. Gladis ini perempuan imut yang pernah aku temui dalam hidup. Matanya bulat, Hidung kecil yang terhimpit pipi chubby, dan bibir kecil mungil yang melengkapi wajah imutnya itu. Belum lagi sikap sopan dan ramahnya yang membuat ku yakin kalau anak ini akan klop jika bekerja denganku. Ahh, aku harus berkenalan lebih jauh lagi nih dengan Gladis.

"Oke Gladis, berhubung saya pertama kali berada disini, apa kamu mau ngajak saya keliling kacab dulu hari ini? Kamu lagi senggang gak?"

Gladis mengangguk cepat "Justru saya kesini mau ajak kakak keliling"

"Oke, here we go!!"

Akhirnya aku dan Gladis berkeliling melihat suasana kantor cabang yang tidak seluas kantor pusat di Jakarta. Ahmad Group ini adalah salah satu perusahaan di bidang properti yang lumayan besar. Yaa meskipun tidak sebesar perusahaan elit yang tiap kantor punya gedung pencakar langit. Paling tidak perusahaan tempat ku bekerja ini bisa lah bersaing dengan perusahaan disana.

Setelah selesai berkeliling aku kembali ke ruangan ku, dan Gladis izin ke toilet. Aku sudah mulai bekerja hari ini, dan kalian tau? Aku bahkan baru sampai kemarin. Aku pikir bakal ada cuti atau persiapan gitu kan ya selama 2 atau 3 hari. Tapi sekarang lihatlah, banyak sekali email   masuk yang harus segera aku selesaikan.

Dan yang lebih menyebalkan nya lagi Pak Gara memintaku untuk menyelesaikan ini semua hari ini. Gila!

Tiba-tiba ponsel ku berdering. Dan nama Andin terlihat jelas disana. Tanpa ba-bi-bu lagi, langsung kuangkat telpon nya.

"Apa?"

"Shhhh... Sangar amat sih Lo!"

"Gue lagi hectic banget nih, kalo gajelas gue matiiin ya"

Terdengar decakan sebal diujung sana. Andin memang selalu tiba-tiba meneleponku kala rasa gabut membunuhnya. Dan jika aku sama-sama sedang gabut, dengan senang hati aku melayaninya. Tapi sekarang, aku tidak bisa dan tidak akan gabut.

"Sadis banget sih Lo! Gue tuh mau minta izin tau"

"Minta izin apa?" Ponselku sengaja ditempelkan ke telinga dan kepalaku agak Teleng untuk menjepit ponsel antara telinga dan pundak.

Kemana tanganku? Kan tadi sudah dibilang lagi sibuk ngerjain dan ngebalesin email masuk. Jadi tidak bisa kugunakan tangan ini untuk memegang ponsel.

"Boleh ngga gue pinjem mobil Lo?"

Ada nada ragu yang terdengar dari suara Andin. Tidak seperti biasanya Andin minta izin pinjem mobil. Hmmm aku curiga.

"Tumben Lo minta izin segala. Biasanya juga tau-tau mobil gue udah abis bensin"

Andin terkekeh di sebrang sana.

"Sebenernya sih kakak gue Vir yang mau pinjem, katanya mau ada project photoshoot di Bogor"

Sudah kuduga.

"Kenapa gak doi aja yang ngomong langsung"

Ucapan sinisku keluar meskipun konsentrasi ku terpecah dengan email yang harus ku balas satu persatu.

"Yaa, gimana ya Vir, gue juga udah bilang gitu sih. Cuman kali ini kayanya lagi kepepet banget deh"

"Yaudah boleh. Tapi..."

"Lo nyuruh kakak gue bilang langsung ke Lo, Vir?"

Nah itu dia.

"Ya udahlah terserah aja. Lagian sayang juga dari pada mobil gue nganggur"

Andin tidak langsung menjawab, tidak juga mematikan telpon. Aku pun sama tidak berbicara. Mungkin kami berdua sibuk dengan pikiran masing-masing.

Bukan masalah boleh atau engga nya pinjam mobil sih. Cuma aku kaya mikir, kenapa ngga ada bahasa banget gitu si you know who. Padahal aku juga oke oke aja kalau dia mau pinjem mobil, apalagi kondisi nya urgent banget.

"Yaudah deh, thanks ya Vir. Gue tutup dulu, bye..."

Andin langsung mematikan sambungan telpon, dan aku masih kepikiran. Hhhhh. Ya udahlah gapapa.  Dia tau adat saat pinjem barang orang kan? Awas aja kalo terjadi apa-apa sama mobil kesayanganku.

Email-email yang harus ku follow up satu persatu ini sudah hampir selesai. Saat akan mengambil berkas di kabinet aku mendengar derap langkah yang mendekat ke arah ruangan. Siapa?

"Sudah selesai?" Tanyanya langsung tanpa mengetuk pintu sama sekali.

Meskipun pintu ruangan ku tidak tertutup sepenuhnya, dan meskipun dia atasan ku, tidak seharusnya dia melupakan sopan santun kan?

Rasanya aku ingin mengumpat!

"Hampir selesai Pak. Bapak kenapa repot-repot datang kemari? Padahal saya sebentar lagi mau ke ruangan bapak" ucapku sambil melangkah ke arahnya yang sudah duduk di sofa dengan santainya.

"Sini" dia menepuk sebelah tempat duduknya.

Sumpah ya, aku jadi merasakan aura menakutkan setelah mendengar ajakan Pak Gara untuk duduk disampingnya. Aku jadi mikir tentang yang tidak tidak nih gengssss.

Aku memilih duduk agak berjauhan dengannya, di ujung sofa. Mungkin jika aku mundur sedikit lagi, aku akan terjatuh.

"Saya sudah selesai bekerja hari ini" dia melirik arloji nya sejenak, lalu melanjutkan kalimatnya "kamu juga kan?"

Belum sih, lebih tepatnya hampir selesai. Ini ini kenapa obrolannya kaya gini ya? Aku curiga kalau...

"Saya ingin ajak kamu keliling kota, mau?"

Tuh kaannnn...

Ribuan pertanyaan hinggap dikepalaku. Aku tau, mungkin dia berusaha akrab dengan ku. Tapi di jam kerja yang masih banyak ini, aku sangat tidak yakin kalau Pak Gara yang terkenal disiplin, superior, dan otoriter itu memberi ku kelonggaran untuk jalan-jalan. Maksudnya apa???

"Mau ngga? Kok jadi overthingking gitu sih" ucapnya sensi

Tuh, kalian dengar khaan???

Ini Pak Gara abis kepentok apa ya? Aku takut ini jebakan Batman. Mau berusaha akrab dengannya nanti dikira gak profesional dan lupa sama etika profesi. Tapi kalau aku kaku seperti biasanya, aku jugaa arghhhhhh auuu deh. Pusing!

"Jam kerja masih 4 jam lagi Pak. Apa boleh kita jalan-jalan di jam kerja?"

Dia tersenyum miring. Nah kan, spesies ini sudah mulai beraksi nih.

"Keliling kota yang kamu maksud emang apa?"

Mampus!!!

Sudah kuduga ini jebakan Batman. Kenapa aku gak kepikiran sih, kalau Pak Gara itu berpegang teguh pada prinsip nya. Prioritas pekerjaannya paling oenting, apalagi dirinya yang sudah ditunjuk menjadi seorang direktur tidak bisa se-enak udel jalan-jalan keliling kota, Alvira....

Pak Gara masih menatapku dengan tatapan yang hhhh aku juga malu, bisa berpikiran kalau kami akan refreshing sejenak. Mana ada?!

"Tunggu apa lagi? Ayo ke parkiran"
Ucapnya sambil melengos pergi dan merapihkan blazer abu tua yang sangat licin dan mengkilap itu. 

YAUDAH HAYUKKKK!!!!

Everything has A Reason [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang