"Seriusan gapapa?"
Ini sudah ke-10 kalinya Pak Gara bertanya padaku. Aku yang sedang membenarkan jok kemudi hanya bisa tersenyum dan mengangguk meyakinkan nya.
"Ngga papa bapak. Percayakan dengan keahlian nyetir saya, oke?"
Dia balas terkekeh. Lagian sih, dia gak bilang kalo hari ini mau ada hard meeting dengan salah satu potential client perusahaan kami yang ada di Bogor. Dia malah mendadak bilang pas mau masuk mobil setelah kita makan nasi Padang.
Kami sempat berdebat tentang siapa yang akan nyetir. Meskipun dia ngotot dengan ke-gentle-an nya itu, tapi aku sebagai karyawan yang punya empati tinggi, ngga akan membiarkan atasanku kelelahan saat meeting nanti dong. Gimana? Loyal banget kan seorang Alvira? Haha! Gila, bangga banget deh sama diri sendiri.
"Vir"
"Kenapa pak?" Aku masih memasang seatbelt dan masih berusaha membuat posisi duduk ku nyaman.
"Kalo saya tidur juga gapapa?"
Lama aku terdiam. Kalo gitu kenapa dia gak duduk dibelakang aja? Dan udah fix seorang Alvira menjadi supir pribadinya, disamping jadi staff finance.
Sebenernya gapapa juga sih. Cuma, jiwa julid ku tiba-tiba muncul. Kaya, kalo tau dia bakalan biztrip jauh gini kenapa gak ngajak Mas Beni atau Geri aja? Harus aku banget yang jadi supirnya? Dengan alih-alih ngajak jalan.
Mungkin Pak Gara tau raut perubahan ku, dia terkekeh sendiri.
"Gapapa, tidur aja deh pak. Kalo perlu duduk dibelakang juga gapapa"
"Bercanda say- ehmm.."
Aku hampir menahan napas mendengar ucapannya barusan. Kenapa gak di terusin sih?
Say-ang?
Haduh..
Tapi mendingan gak usah deh, bisa-bisa aku gak akan fokus nyetir.
Kulirik sekilas Pak Gara yang melipatkan bibir berusaha menahan senyuman lebarnya. Dia memilih melihat ke kaca. Kakinya ia goyangkan lalu dia menghembuskan nafas. Fix, dia juga salting sendiri hahahaa.
Saat akan menatap kearahku buru-buru aku fokus kedepan. Takut ke-gap pemirsa. Gawat!
Sudah memasuki tol, setengah perjalanan ku lirik Pak Gara yang memang sudah sayup-sayup ingin tidur. Melihat nya aku juga merasa kasihan sih.
"Pak, ngantuk ya?"
"Ngga kok" ucapnya dengan nada yang sudah ngantuk berat.
Ku belokan setir ke rest area. Aku harus membuat Pak Gara menuruti perintahku sesekali, ini demi goals perusahaan kami juga.
Pak Gara yang sedikit menyenderkan tubuhnya tiba-tiba mengubah posisi duduk menyamping ke arahku. "Kenapa? Mau ke toilet?"
Ketukan jari ke setir membuat ku berpikir keras, bahasa apa yang sebaiknya dikeluarkan supaya Pak Gara tidak merasa gak enak kalo dia butuh istirahat.
"Saya sarankan tidur dulu deh pak. Saya tau bapak jetlag. Kalau gak enak, saya tungguin bapak disini. Atau kita lanjut aja? Tapi bapak harus tidur, biar nanti fresh saat meeting sama client"
Pak Gara hanya diam, menatapku dengan tatapan yang-sumpah siapapun tolong kasih aku oksigen. Cape-cape mikirin kalimat yang pas, ujungnya malah kehabisan nafas.
"Kenapa kok malah liatin saya?"
Dia berdehem. Dan meminum air mineral yang ada di dashboard. "Saya lanjut ya? Takut gak keburu. Tapi bapak harus ti-"
"Iya iya, saya tidur nih" ucapnya sambil menurunkan posisi jok mobil.
Nah gitu dong, aku kan jadi tenang sekarang. Selain supaya dia lebih fresh saat meeting, aku juga bisa lega karena selama aku nyetir tadi dia terus terusan menatapku. Aku jadi malu dan sedikit risih dikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything has A Reason [Slow Update]
ChickLitDi umur yang akan memasuki seperempat abad itu, seorang Alvira Amanda belum pernah mengalami yang namanya "pacaran". Dia selalu disibukkan dengan dunia kerjanya, ataupun keluarganya. Terlebih lagi ia terpaksa masuk kedalam konflik rumit sahabatnya...