10. Kabar Pindah

339 28 0
                                    

Saat sampai di apartemen, Andin sedang masak. Ah anak ini mentang mentang cuti kuliahnya masih panjang, dia bebas kesana kemari. Padahal kan Bandung-Jakarta lumayan jauh.

"Vira pulang!" Aku berteriak menemui Andin.

Aku masih sibuk membuka sepatu dan melepaskan blezer serta id card ku. Hampir saja aku membuka jilbab, saat aku melihat seorang lelaki yang sedang duduk menonton televisi di sofa tanpa menoleh ke arahku.

"Datang datang tuh ucapin salam, bukan teriak kaya Tarzan." Sindir Andin yang sudah menata makanan di meja makan kecil.

Aku hanya bisa tertawa melihat gerutuannya. Lagi maska, menggerutu gini Andin kaya Mamah. Ahh jadi kangen mamah kan...

"Assalamu'alaikum, ya ukhty."

"Waalaikumsalam. Yuk makan dulu."
Ajaknya yang langsung duduk dan mengambil piring.

Jangan heran kalau Andin ini berani mengobrak Abrik dapurku. Andin sudah aku anggap sebagai kakak, adik atau bahkan seperti mama. Lihatlah, gak perhatian apa lagi dia, saat aku sakit dia bela belain nginep dan rawat aku. Pulang kerja tanpa membeli makanan, aku sudah dimasakin olehnya. Apalagi yang kurang, selain aku harus bersyukur bersahabat dengannya.

"Ndin?" Dia menoleh dan aku langsung menatap lelaki yang masih santai menonton film action. Dia menggedikan bahu.

"Gue juga kaget saat bukain pintu. Kirain Lo yang Dateng, eh ternyata dia." Jelasnya.

Oh, Andin masih belum berbicara dengan kakaknya ya? Terus itu dia kenapa berani beraninya datang kesini?

Aku dan Andin pun makan dengan hening. Andin sama sekali tidak mengajak kakaknya makan. Aku pun merasa sungkan. Jadi ya cuma kami berdua aja di meja makan ini. Padahal aku sebagai tuan rumah harus bersikap baik kan pada tamu?

Tapi kalau tamu nya dia mah, yang ada aku malu, karena kejadian kemarin. Ahh iya apa aku harus berterimakasih?

"Gue di mutasi, Ndin." Ucapku setelah cuci tangan dan setelah itu mencuci piring bekas makan kami berdua.

Andin yang sedang meminum jus jambu ya itu terbatuk batuk. Mungkin dia kaget.

"Hah? Dipindahin maksud Lo?"

Aku mengelap tanganku dan ikut duduk bersamanya. "Iya, gara-gara kejadian kemarin." Nadaku sedikit rendah takut nya terdengar lelaki diruang tamu.

"Emang kenapa sih Lo bisa tumbang gitu, coba ceritain selengkap lengkapnya sama gue."

Dan mengalirlah ceritaku, dari mulai revisi bolak balik, dan ternyata pekerjaanku gak kepake, mimisan yang membuatku melipir ke toilet dan tertidur pulas sampai jam 5 sore.

Andin mengetuk ngetuk dagunya, "Berat sih,"

Nah kan, sampai tumbang dan impasnya kamu yang harus rawat aku, Ndin.

"Tapi ya, kemarin gue ada bicara sama boss ganteng Lo itu" ujarnya sambil mengulum senyum.

"Boss ganteng?"

Dia mengangguk cepat "yang diparkiran itu lohhh"

Oh, Pak Gara.

Eh apa? Kenapa Andin jadi senyam senyum sendiri gitu ya?

"Ganteng ya boss Lo. Ih gue juga pengen kerja di kantor Lo dong, kala deadline lagi banyak, kan seger liat wajah tampan nya."

Ganteng ganteng gundulmu. Dia kan yang bikin aku mimisan dan pingsan Ndin. Ini nih, yang aku gasuka dari Andin adalah terlalu melting liat COGAN kaya Pak Gara.

"Gue malah berdarah darah dikasih deadline sama dia." Ucapku menghabiskan jus jambu buatan Andin.

Karena Andin masih dalam mode senyam senyum sendiri, ia sama sekali tidak marah saat jus jambu nya dihabiskan olehku.

Everything has A Reason [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang