9. Masih Ragu

340 33 0
                                    

Rasanya campur aduk setelah mendengar perintah mutasi dari Pak Gara. Beribu pertanyaan saling menyapa di pikiranku. Apa kesalahanku sangat fatal sehingga aku harus dimutasi? Ke tempat jauh pula? Apa karena attitude ku yang tidak layak untuk bekerja di officehead?

Kejadian pizza HUT yang lalu misalnya, atau bisa jadi karena aku membanding bandingkan Pak Gara dengan ayahnya? Dan beliau merasa diinjak harga diri nya?

Ahh semua itu membuat ku pening. Carut marut lah pikiranku.

Bersiaplah Alvira untuk pindah ke kampuang nan jaoh dimatoo. Jauh dari keluarga, sahabat, dan tentu saja rekan kantor yang akan sangat kurindukan.

"Sepat amat tuh muka, kaya kain pel yang belum di cuci aja" Mbak Nana duduk di sampingku sambil memakan buah apel.

Ahh, senior ku ini... Meskipun perkataannya itu tidak bisa dikatakan bersahabat tapi beliau lah salah satu orang yang membuat ku bisa diterima bekerja di kantor ini.

Disana bakal ada orang kaya dia lagi ngga yaa? Aku harap sih ada. Perlu sobat semua tau, Mbak Nana ini sudah ku anggap kakak ku sendiri. Dialah yang sering mengingatkanku makan, dan menasihatiku dikala aku galau karena deadline.

Mbak Nana melambaikan tangannya di depan wajahku. Ahh iya, mungkin karena kondisi hati ku tidak baik, aku jadi melamun sambil menatapnya.

"Lo kenapa sih, Vir?" Tanyanya.

"Aku di mutasi mbak"

Sebelum terlonjak kaget, heboh dan menggebrak meja, mbak Nana sudah membuang buah apelnya ke dalam tong sampah persis seperti memasukkan bola basket. Dan untungnya masuk, membuat ia berdesis YES! Jika saja apel itu masih ada mungkin dia akan menyemburkan apel itu ke mukaku.

Ibu satu anak ini yaa.. ckckck gak habis pikir aku.

"Loh kok bisa?" Kami menoleh. Bukan mbak Nana yang bertanya, melainkan laki-laki bermata sipit yang sedang mengaduk kopi.

"Bisa lah Ger" sahut Mas Beni yang tiba tiba saja datang.

Ini kenapa pada ngumpul disini sih? Aku kan pengen punya waktu sendiri dulu.

Pundak ku tiba tiba dipegang Geri, dan badanku diputar ke arahnya. "Seriusan Kak?!"

Ini Geri, apaan sih!!! kenapa harus pegang kedua pundaku segala? Aku kan jadi salah tingkah melihat wajah tampan nya. Hehe.

Ah tidak tidak. Jangan mau sama berondong Alvira! Dia kan seumuran sama adikmu. Pandanganmu itu murahan sekali sih Vir!

"I..iya" aku melepas tangannya yang bertengger di kedua pundaku. Ia menegakkan tubuhnya kembali. Kan canggung kan.

"Ngga permanen kok Vir, santai aja. Sambil hire anak baru, sementara  finance, Lo yang pegang dulu" ucap Mas Beni yang membuat ku lega.

"Tapi berapa lama Mas?"

Mas Beni mengangkat bahunya. "Belum tau. Liat sikon aja."

"Mas Ben, kenapa Vira yang dimutasi? Emang ga ada yang lain?"

Aku setuju dengan pertanyaan Mbak Nana. Kenapa harus aku? Kenapa ngga orang lain aja? Geri, mungkin?

Mas Beni duduk dikursi kosong sebelah Mbak Nana. "Lo gitu?" Todong Mas Beni yang langsung dibalas kernyitan dahi Mbak Nana.

"Ga ada yang lain. Lagian Lo juga punya anak yang masih sekolah kan disini, terus suami emang mau ditinggalin?" Telak Mas Beni dan mbak Nana terkekeh tidak jelas.

"Gue ngga mau juga kali dimutasi Mas."

"Gak mau jauh jauh dari suami, gak ada yang ngelonin, Mas" Mas Beni tertawa dengan gelengan kecil, godaan Geri langsung di hadiahi kepalan tangan oleh Mbak Nana dengan muka sangarnya.

Everything has A Reason [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang