Sekarang aku sudah duduk disamping Pak Gara, di pelaminan.
Ett....
Dikursi mobil maksudnya. Bwhahaha... Ngawur Lo Vir!!
Tapi ku akui sih, malam ini Pak Gara keliatan banget moodnya lagi bagus. Buktinya dia banyak bicara, berusaha akrab, terus ngajakin pulang. Aku hampir mau baper dibuatnya. Hehe.
Ohiya, okey aku mau review dulu mobil Pak Gara. Rangerover gagah ini se gagah pemiliknya. Tidak hanya elegant dari luar, tapi dalamnya pun tak kalah elegant. Furniture didalamnya sangatlah nyaman dan berkelas. Wangi aroma Citrus menenangkan Indra penciuman ku. Sepertinya aku akan sangat nyaman duduk beberapa menit di mobil milik Pak Gara. Note; kapan ya aku bisa punya mobil semewah ini?, #ngayal
Dan sepertinya, aku sudah mulai klop. Baca; dengan mobilnya, bukan pemiliknya.
"Kamu ternyata pandai bikin kopi ya, Vir" ujarnya dengan tubuh yang berfokus pada kemudi.
Itu kalimat, muji apa nyindir ya? Kan kopi yang dibuat juga tanpa gula. Pasti pait banget di lidah. Kata Mang Tono itu juga.
Aku hanya terkekeh canggung menanggapinya, sambil membereskan tata letak jilbab pasmina ku.
"Saya penyuka kopi original. Tanpa gula" ucapnya sambil menoleh ke arah ku, lalu mobil berhenti karena lampu merah. Siapa yang nanya heh?
Ya Tuhan Vir, nyinyir banget sih kamu. Jangan gitu ah, kan dia atasan mu. Sopan dikit pikiran nya wey.
"Emm, apa ngga pahit ya pak kalo tanpa gula?" Aku bertanya sedikit ragu.
Yaa daripada aku hanya ngangguk ngangguk dan cengengesan kan? Basa basi dikit laaaa.
"Kamu pasti tau filosofi kopi"
Ya ya ya. Temen temen ku banyak yang anak indie. Kehidupannya gak bakal jauh tentang senja kopi, senja kopi, dan senja kopi. Jadi aku sedikit lebih tau mengenai kedua filosofi anak indie itu.
Lampu kembali hijau, dan Pak Gara memilih diam dan fokus dengan jalanan didepan. Yang kulakukan juga sama, pemandangan di pinggir jalanan menjadi daya tarik ku.
Sepanjang jalan rupanya masih banyak orang orang yang beraktifitas di malam ini. Dari mulai anak remaja, sampai orang tua. Mungkin karena ini malam Sabtu kali ya, waktu mereka untuk kongkow kongkow.
Yang membuat hati ku tercelos ketika melihat kakek kakek tua yang membawa karung rongsokan. Aku lihat dia seperti kelelahan dan memilih duduk didepan toko yang sudah tutup. Sambil menghitung penghasilan yang sangat jauh dengan penghasilanku dan mengelap peluh di dahinya membuat ku merenung dan berpikir.
Andai saja aku bawa mobil sendiri, pasti aku akan memberikannya makanan dan uang.
Di lain sisi, ada juga anak kecil yang sigap turun kejalanan saat lampu merah, sambil membawa ukulele, dan bernyanyi di samping kaca mobil. Berharap ada yang memberi sedikit rezekinya pada si anak kecil yang sudah rela menyumbangkan suaranya. Entah dimana orang tua mereka berada. Atau malah orang tua mereka yang menyuruhnya. Siapa yang tau. Yang jelas sangat lah memprihatinkan melihat anak kecil dibawah umur yang tetap mencari uang di malam hari.
Saat semua orang istirahat. Mereka tetap mengais uang demi makan untuk esok hari.
Lagi lagi aku bersyukur atas apa yang telah diberi Tuhan. Kehidupan orang lain diluar sana lebih keras, dibanding kehidupanku. Aku saja kadang nyerah kalau sudah banyak deadline.
Hhhh, bersyukur bersyukur dan bersyukur, Alvira.
"Ngomong ngomong tentang kopi, sebenarnya saya gak tau Pak Gara penyuka kopi original. Tadi saya cuma bikin kopi yang ada"
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything has A Reason [Slow Update]
Chick-LitDi umur yang akan memasuki seperempat abad itu, seorang Alvira Amanda belum pernah mengalami yang namanya "pacaran". Dia selalu disibukkan dengan dunia kerjanya, ataupun keluarganya. Terlebih lagi ia terpaksa masuk kedalam konflik rumit sahabatnya...