~ooo0ooo~
"Revisi lagi?"
Tanya Mbak Nana dengan santainya sambil menyesap kopi di meja pantry.
Tebakan mbak Nana memang tidak pernah meleset. Memang sudah ke-3 kalinya aku bolak balik dari kubikel ke ruangan Mas Beni, setelah itu ke ruangan Pak Gara, ke kubikel lagi di review Mas Beni, lalu ke ruangan Pak Gara lagi. Belum lagi bolak balik ngeprint nya. Sampe pegal dan lecet kaki ku karena berlarian saking dikejarnya waktu. Yaa ini semua tak lain dan tak bukan karena pembukaan cabang perusahan baru di Padang.
Fyuh... Aku sudah tidak kuat. Lambaikan tanganmu Vir! Kamera mana kamera??
Ica mengusap pundaku berusaha menenangkan.
"Capek ya, Kak Vir?"Pake ditanya lagi nih anak baru! Yaiyalah, bahlul! Gak liat apa muka ku udah kayak keset WC yang gak di jemur beberapa bulan ini.
Kucel muka aku. Kucel!
Mbak Nana melirikku sekilas, lalu terkekeh. "Ica.. Icaa. Ada ada aja sih pertanyaannya. Gak liat apa, muka dia setelah keluar dari ruangan Pak Gara?"
"Kering gitu kaya kanebo ga ketemu air." Lanjutnya setelah menyesap kopi.
Ica menahan tawanya dengan membekap mulutnya. Aku tau, dia tidak berani menertawakan ku. Secara aku kan mentornya selama ia trainee. Anak baru jangan macam macam ya!!
Mbak Nana tertawa agak nyaring. Dan tawa Ica pun meledak. Eh anak ini sudah berani ya rupanya!
"Ledek aja terosss!!!"
Ckckck! Orang-orang disini sudah berencana kali ya, untuk tidak membantuku menyelesaikan semua ini. Yaa minimal mendukung ku gitu, memberi kata semangat. Yang ada mereka malah tertawa diatas penderitaan orang. Terus mendadak semuanya pada sok sibuk sendiri.
"Sorry kak Vir, aku ada tugas bikin RAB." Ujar Ica, saat aku butuh bantuannya.
Juga mbak Nana, katanya--
"Duh Vir, gue bukannya gak mau bantu lo. See? Gue lagi hectic banget ngaudit laporan setahun kebelakang"Bagaimana dengan si manis Geri? Rupanya dari aku masuk kantor dia tidak kelihatan batang hidungnya sama sekali.
Mas Beni? Jangan ditanya lagi.
Sebagai kepala divisi keuangan, tentunya pekerjaan Mas Beni paling berat diantara kami. Makannya akhir akhir ini dia sangat jarang berkumpul di ruangan ini. Mungkin di cecar oleh pak Gara kali karena 3 hari lagi perusahaan cabang di Padang launching.
Kalian semuaaaa,, yang semangat ya kerjanya!Tuh kan, aku mah baik. Selalu mendoakan orang lain. Tapi gak ada tuh kayanya yang nyemangatin aku? Hikss.. sabar ya Vir. Orang sabar disayang Tuhan.
"Kata orang, coklat bisa ngubah mood buruk kita."
Saat sedang menopang wajah, menatap angka yang membuatku malas dan jera, aku sontak berdiri. Menyambar silver queen batang seraya melihat--- siapakah gerangan yang masih disisku untuk memberikan dukungan dan semangat??
Dia tersenyum pongah. Sebelah alisnya terangkat.
"Ahh... Geri!!! Ternyata lo bukan bagian dari mereka ya."
Aku langsung membuka cangkang coklat itu dan langsung memakannya. Rasa manis memenuhi Indra pengecap ku. Memang benar, coklat sangat ampuh mengubah mood seseorang.
Geri melipatkan tangan didepan dada sambil terus memperhatikanku.
"Kenapa sih... Lo perhatiin guenya gitu amat?" aku menatap coklat yang kumakan, atau mungkin dia juga ingin makan coklatnya?
"Mau?" Tawarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything has A Reason [Slow Update]
ChickLitDi umur yang akan memasuki seperempat abad itu, seorang Alvira Amanda belum pernah mengalami yang namanya "pacaran". Dia selalu disibukkan dengan dunia kerjanya, ataupun keluarganya. Terlebih lagi ia terpaksa masuk kedalam konflik rumit sahabatnya...