"Al, tapi kita tetep temenan kan?"
Ucapnya sambil menenteng tas kameranya setelah kami merasa cukup dengan hidangan makan tadi.
Aku tersenyum. Harusnya dia canggung ya kalo udah confess gitu. Tapi lihatlah dia, benar-benar sesantai itu. Raut wajahnya sama sekali tidak ada raut kecewa.
"Ra, gimana? Bisa kan?"
Panggilan dari Arga padaku memang tidak konsisten. Kadang panggil aku Al, Vir, atau Ra.
Tergantung sikon kayanya. Suka suka dia lah. Aku gak masalah.
"Sesantai itu ya kamu Ga Ga.."
Dia malah terkekeh. "maksud akuu kita temenan sampai jadi temen hidup, boleh?"
Aku melotot. Bisa-bisanya.
"Weiss, itu mata mau keluar ah, takuutt"
Ada-ada saja da si Mas lesung Pipit mah. Bercanda nya tepi jurang amat.
Melihat arloji, rupanya waktu istirahat sudah mau habis. "Ga, aku duluan ya. Udah mau masuk lagi nih"
Arga merapihkan topi yang ia pakai. Lagi-lagi penampilan nya ini seperti anak kuliahan banget. Se-santai itu.
"Okay, see you next time ya. Anyway thanks ya. Ucapan gue tadi gak usah terlalu dipikirin" ucapnya sambil tersenyum.
"No problem, thanks ya. And... sorry"
"Jangan jadi gak enak gitu dong, Vir"
Aku terkekeh. Ya mau bagaimana pun aku merasa gak enak ke Arga. Tapi untungnya Arga tidak membuat suasana canggung. Arga memang bisa membawa suasana.
~ooOoo~
Sebagai anak finance yang disibukan dengan angka, grafik dan tabel Excel membuatku jadi bisa mengelola financial dengan tabel customized buatan ku sendiri. Aku jadi bisa mengelola keuangan ku sendiri. Dan saat aku lihat nominal dalam keterangan "me-time" lumayan banyak.
Apa aku invest ke perhiasan aja ya? Sudah lama gak beli emas. Beli cincin aja kali ya. Oke deh, mampir dulu nanti pas pulang.
"Mbak, nasi Padang tadi pakai uang siapa? Aku mau bayar"
Mbak Nana yang sedang touch up karena sebentar lagi mau pulang langsung menggeleng. "Gak perlu, dari Mas Ben itu. Di traktir"
Aku melirik Mas Ben yang masih sibuk dengan komputer nya. Ih, baik banget bapak-bapak satu anak ini.
"Thanks Mas Ben" ucapku serempak dengan Icha, Geri, dan tentunya Mbak Nana.
Mas Ben hanya menyahut sedikit meskipun tangan dan kepalanya terfokus pada komputer didepannya. "Oke okee" ucapnya sambil mengacungkan tangan berbentu oke.
"Guys, duluan ya" ucapku tidak biasa pulang teng-go. Tapi kali ini karena mau mampir ke toko perhiasan, aku harus cepat-cepat pulang.
Sebelum macet."Tumben, kak" sahut Geri yang hanya dibalas senyum manis ku sekilas.
Oh iya, ngomong-ngomong tentang perhiasan, aku jadi teringat gelang pemberian Pak Gara. Sudah lama gelang itu tidak kupakai lagi.
Rasanya semakin kesini semakin berjarak saja aku dengan Pak Gara. Komunikasi pun kami hanya sekedar bertanya kondisi pekerjaan. Tidak lebih dari itu.
Iya sih aku mau konsep let it flow. Tapi kalau begini rasanya, aku harus tegas. Mau sampai kapan hubungan seperti ini berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything has A Reason [Slow Update]
ChickLitDi umur yang akan memasuki seperempat abad itu, seorang Alvira Amanda belum pernah mengalami yang namanya "pacaran". Dia selalu disibukkan dengan dunia kerjanya, ataupun keluarganya. Terlebih lagi ia terpaksa masuk kedalam konflik rumit sahabatnya...