"Ben!"
Mas Beni bersandar di mobil sambil menyilangkan kedua tangannya. Dia melambaikan tangannya saat Pak Gara memanggilnya.
"Cocok lah" ujar Mas Beni yang membuat aku mengernyit.
Pak Gara malah terkekeh dan menepuk pelan bahunya. "Kantor aman?"
"Aman dong Pak Boss" ucap seseorang di belakangku sambil membawa 4 cup coffee.
"Nih Kak.." ucapnya memberikan satu cup cangkir kopi padaku.
Ahh, Geri... tau aja aku lagi kehausan. Rasanya seperti de-javu saat dia kasih coklat sebelum aku di mutasi.
"Makasih Ger" dia tersenyum dan mengibaskan rambutnya yang sedikit panjang.
Mas Beni berdecak sebal "Salah orang Lo, Ger" lalu ia menyeruput kopi yang dibawakan Geri
Ku lirik Pak Gara yang sedang sibuk dengan tabnya, sesekali ia minum kopi. Geri yang baru saja mau menegak kopi melirik heran Mas Beni.
"Salah orang apa Mas?" Tanyanya.
Aku juga masih memperhatikan interaksi keduanya. Sambil menunggu Pak Gara selesai dengan tabnya. Kami memang tidak langsung masuk mobil, tapi kami memilih berteduh dulu. Kata Mas Ben sih tadi kalo langsung pulang, di jalan bakal macet karena udah masuk jam pulang kerja.
"Tebar pesona ke dia" jawab Mas Ben sambil menunjukku dengan dagunya.
Aku melirik Geri, dia hanya tersenyum kecil "Emang gue keliatan tebar pesona sama Lo gitu Kak?"
Aku mengangkat bahu. Bingung dong. Geri memang kaya gitu. Suka tebar pesona. Harus ku akui sih, Geri itu imut, manis, rapi dan wangi. Tapi aku hanya menganggapnya kaya adik saja. Bukan sebagai laki-laki.
"Kenapa gitu Mas? Kak Vir udah dapet cemceman nih sekarang?" Tanya Geri kepo. Aku melotot mendengarnya.
Mas Beni masih anteng, dengan santainya dia menyeruput kopi. Sesekali ia tersenyum misterius ke arah langit.
"Lo dapet orang Padang Kak?" Giliran Geri bertanya padaku, memastikan.
Aku sungguh menyesali ikut pulang bareng Pak Gara kalau begini jadinya. Apa aku se-ngenes itu ya sampai di todong punya pacar segala? Mas Ben sih, kok aku jadi curiga ya dengan tindak-tanduk nya sekarang.
Seperti sedang bekerja sama dengan seseorang.
"Menurut Lo!"
Geri terkekeh "Biasa aja kali, ngegas banget Bu.."
"Ya lagian Lo sih, main tarik kesimpulan gitu aja" aku membuang cup coffe dengan sedikit keras.
Sampai-sampai aku tidak menyadari kalau Pak Gara sudah berada diantara kami. Dia berdehem sebentar sebelum melirik ku. "Kok ribut, ada apa ini?"
Persis. Persis teguran saat di kantor kalo kami sedang heboh.
"Tadi nanyain ke Bu Vira. Apa bener dia punya pacar orang Padang. Ehh dia malah ngamuk terus ngelempar cup coffee. Padahal saya cuma nanya aja kan Pak Boss?"
Mas Beni melirikku sambil tersenyum kecil. Si biang kerok. Bukannya buka suara meluruskan, malah asyik menghirup fave yang asapnya udah kaya mau kebakaran.
Terdengar kekehan ringan dari Pak Gara. "Kenapa harus jauh-jauh cari pacar sampai ke Padang, kalau yang terdekat bisa menjanjikan?"
Aku sontak menatapnya. Ini Pak Gara ngga salah bicara seperti itu di depan Geri? Geri loh ini. Si lelaki imut manis rapi dan wangi, tapi ada Miss dari dia. Yaitu mulutnya yang ember bocor was wes wos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything has A Reason [Slow Update]
ChickLitDi umur yang akan memasuki seperempat abad itu, seorang Alvira Amanda belum pernah mengalami yang namanya "pacaran". Dia selalu disibukkan dengan dunia kerjanya, ataupun keluarganya. Terlebih lagi ia terpaksa masuk kedalam konflik rumit sahabatnya...