Jam 06:30, Kilian sudah berada di Piedmont Park. Dia muncul di hutan kecil yang tak jauh dari danau. Suasana taman begitu sunyi. Lagi-lagi Kilian merasakan kesunyian itu seperti sebuah peringatan baginya.
Apakah ada kesalahan yang kulakukan, batinnya bertanya. Dia mengamati dirinya dan langsung menemukan kesalahan itu. Dia berpergian dengan mengenakan pakaian kebesarannya; jaket kulit, kaos oblong, dan celana cargo. Jenis pakaian bukan untuk musim dingin.
"Ah, sudah terlanjur," katanya pada diri sendiri. Kemudian dia meninggalkan taman tersebut, keluar ke jalan utama. Ketika sebuah taksi terlihat melintas, Kilian bergegas mencegatnya sambil berlagak kedinginan. Dia tidak ingin supir taksi mencurigainya karena penampilannya.
"Good morning," kata sang supir saat Kilian masuk. Kilian menjawabnya dengan suara parau. Sang supir mengintipnya dari kaca spion. "Are you okay?" tanyanya cemas. Tampaknya dia iba melihat Kilian kedinginan.
"I'm okay," sahut Kilian sambil memeluk dirinya. Sang supir kemudian membawa taksinya dengan tidak terburu-buru. Dia berhati-hati karena jalan menjadi licin oleh salju.
Setengah jam kemudian dia tiba di hotel melati yang dimaksudkan Fernando. Hotel itu sudah dipersiapkan Fernando jauh-jauh hari. Setiap kota yang mereka datangi, Fernando sudah menyusun segala kemungkinan, yaitu kemana Kilian harus pergi dan dimana mereka akan bertemu bila dalam keadaan terdesak.
Kilian mengetuk pintu kamar hotel nomor lima. Fernando mengintipnya dari balik tirai jendela sebelum membukakan pintu untuknya. Kilian masuk dan melemparkan tasnya di atas ranjang.
"Kenapa aku harus balik?" tanyanya sambil menghempaskan pantatnya di atas kursi yang keras. Fernando memandangnya. Wajahnya penuh ketegangan. Kilian menahan napas sejenak. Perasaannya mengatakan ada yang tidak beres.
"Ada apa?" tanyanya cepat.
"Adrian mengalami kecelakaan," kata Fernando pelan.
"Apa?!" Kilian spontan bangkit berdiri.
"Kita harus ke rumah sakit tempat dia dirawat," kata Fernando. Kilian buru-buru meraih tasnya.
"Ayo!" katanya bergegas ke pintu.
"Tunggu dulu," cegah Fernando. "Kita harus menunggu beberapa jam lagi. Saat ini dia sedang ditemani Elizabeth."
"Aku tidak peduli. Aku harus melihat keadaannya," kata Kilian membuka pintu dan bergegas pergi. Fernando mengejarnya.
"Jangan bertindak bodoh," katanya mengingatkan.
"Justru aku bodoh bila aku hanya duduk menunggu," sahut Kilian tidak peduli. Fernando tidak kuasa mencegah lagi. Dia memutuskan mengantar Kilian ke rumah sakit. Mereka pergi dengan mobil Fernando.
"Apa yang terjadi? Bagaimana Papi bisa mengalami kecelakaan?" tanya Kilian ketika mereka dalam perjalanan.
"Setelah dia kembali ke hotel, ada seseorang yang datang menjemputnya. Mereka pergi dengan mobilnya. Setelah itu polisi menemukan mobilnya terbalik di jalanan menurun. Rem mobilnya dirusak dan dia dipaksa mengemudi dalam kecepatan tinggi."
"Siapa pelakunya?"
"Siapa lagi? Ini perbuatan mereka."
Kilian menegang. Tangannya yang di atas pangkuannya mengepal dan otot-ototnya menyembul di balik kulit pualamnya. Dia merasakan darahnya berdesir di seluruh tubuhnya. Sebuah kekuatan dalam dirinya mendesak seperti hendak meledakkan dirinya.
"Hentikan mobilnya," bisiknya. Suaranya dalam dan mengancam. Fernando meliriknya cepat. Wajah Kilian tampak serius dan dingin. Fernando merasakan hawa berbeda yang membuatnya bulu tengkuknya meremang. Dia bergegas menepikan mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HALF-BLOOD BOY (Book 1 - Kilian Humphrey Series)
AdventureKetika meninggalkan Amerika dan kembali ke Indonesia demi wasiat terakhir ayahnya, Kilian Humphrey, pemuda berusia tujuh belas tahun, berharap mendapatkan perlindungan dari seorang gadis bernama Regina Seda. Kilian diberkahi tiga hal: tampan, cerd...