35

2.2K 141 8
                                    

Regina keluar dari taksi dengan terburu-buru. Tapi ketika dia melihat langit yang diselimuti warna jingga, dia berhenti sejenak untuk memandangnya. Matahari sedang menuju peraduannya dan meninggalkan sisa-sisa cahayanya di antara awan-awan putih yang membentang seperti serat-serat sutera. Pemandangan yang indah. Dia menyukai senja tapi sekaligus membencinya. Senja baginya adalah kesedihan. Kedatangan senja pertanda hari akan segera berganti dan dia merasa sedih. Regina selalu ingin menikmati hari yang sama sepanjang waktu, apalagi bila hari itu sangat menyenangkan karena banyak kejadian gembira yang dia alami. Di Jakarta, dia jarang merasa kesedihan itu, karena ketika jam kerja berakhir, dia masih terkurung di dalam ruangan kerja, menunggu jam-jam macet lewat dan baru pulang ke rumah ketika malam sudah bertandang dan tubuhnya dipenuhi dengan sejuta kelelahan. Dia sering seperti itu.

Setelah puas menatap warna jingga di angkasa yang indah dia kembali terburu-buru menuju ke lobi hotel. Saat akan memasuki lift, tiba-tiba seseorang menarik lengannya dari belakang. Dia menengok. Pemuda itu.

"Kilian," kata Regina, setengah terkejut setengah gembira. Tapi cepat-cepat dia menepis rasa gembira dalam dirinya saat melihat Kilian lagi.

"Aku ingin bicara denganmu," kata Kilian dengan suara yang merdu dan tenang. Entah kenapa Regina merasa suara itu sudah sangat familiar di telinganya. Dan begitu mendengarnya, dia merasa tenang seolah-olah selama ini dia menantikan suara itu terdengar lagi.

Mata Kilian menatap lurus ke mata Regina dan itu membuat Regina membeku di tempatnya. "Bisakah?" tanyanya. Lamunan Regina terpencar.

"Baiklah." Regina mengangguk pelan. Kilian tersenyum lebar dan begitu menawannya sampai-sampai Regina hanya memandangnya seperti orang idiot.

"Ikutlah denganku." Lalu dia mengikuti Kilian menuju ke sebuah kedai kopi di sekitar Orchard Road yang tak jauh dari hotel. Mereka berjalan dan masuk beriringan ke kedai kopi tersebut. Kemudian Kilian memilih meja bundar kecil di sudut ruangan. Regina menilai tempat itu lebih nyaman untuk sepasang kekasih untuk duduk berdua tanpa terganggu dengan kehadiran tamu yang lain. Tanpa sepatah kata pun, Regina mengikutinya saja dengan perasaan kikuk. Mereka duduk berhadapan. Jarak antara mereka sangat dekat.

"Mau pesan apa?" tanya Kilian sambil memandang wajah Regina dengan seksama. Regina balas memandang wajah Kilian, sepintas. Dia tidak memiliki keberanian untuk membalas tatapan mata pemuda itu. Entah kenapa dia merasa canggung menatap Kilian dengan jarak sedekat itu. Mata pemuda itu menampakkan sorot mata yang kelewat penasaran dan Regina merasa tidak nyaman.

"Ice Chocolate," kata Regina sambil membiarkan matanya berkelana menyapu seisi ruang cafe itu – tanpa bermaksud mengamati interior ruangan itu. Dia hanya ingin menghilangkan kecanggungan yang melandanya. Dia merasa bodoh hanya karena seorang bocah telah membuatnya gugup. Dan dia semakin terbebani ketika menyadari begitu banyak meja yang kosong tapi justru meja kecil di sudut ini yang dipilih Kilian.

"Permisi," katanya sambil beranjak. Regina menoleh, rupanya Kilian pergi untuk memesan minuman. Regina mengamati pemuda itu dari tempat duduknya, tapi tiba-tiba saja Kilian menoleh ke arahnya. Spontan dia terkejut dan tidak sempat menghindar. Kilian tersenyum memandangnya. Regina merasa malu sekali karena pemuda itu sudah memergokinya. Dia buru-buru mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Dia berpikir dia pasti sudah tidak waras. Bagaimana bisa dia gugup di depan seorang bocah. Regina mengeluh dalam hati.

Tak lama Kilian datang membawa nampan berisi pesanan mereka. "Ini ice chocolate pesananmu," katanya sambil melayani Regina dengan santainya.

"Terima kasih," kata Regina berusaha tidak menatap mata pemuda itu. Dia meneguk minumannya sambil memperhatikan Kilian dari sudut matanya. Pemuda itu sedang menyeduh tehnya. Dia memesan English hot tea. Dan Regina terkejut mendapati Kilian yang terlihat sangat nyaman duduk di hadapannya, seolah-olah mereka sudah terbiasa duduk berdua dengan jarak yang sedekat itu.

THE HALF-BLOOD BOY (Book 1 - Kilian Humphrey Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang