Kilian berdiri di depan jendela, memandang keluar dengan tatapan kosong. Sejak pulang dia telah mengabaikan Fernando dan langsung masuk ke kamarnya.
Dia tidak ingin membicarakan hasil pertemuan mereka. Dia marah sekali. Jelas sekali Regina tidak menginginkan pernikahan mereka, tapi mengapa Fernando dan Markus bersikeras mempertemukan mereka. Selain itu, penolakan Regina juga berarti peluang baginya untuk menemukan jawaban atas rasa penasarannya tertutup sudah. Kenyataan ini membuatnya semakin ingin tahu kenapa Regina bisa memiliki aroma tubuh seperti ibunya. Kenapa. Rahangnya mengeras.
Kilian memejamkan matanya berusaha menetralkan dirinya. Dia tidak boleh emosi. Tiba-tiba dia mendengar suara ketukan di pintu. Kilian menengok, Fernando muncul dan sudah berganti pakaian.
"Keluarlah Papa ingin bicara," kata Fernando. Dia berjalan ke private lounge mereka, Kilian mengikutinya dari belakang. Fernando meminum Singapore Sling.
"Apa yang Papa ingin bicarakan?" tanya Kilian tenang.
"Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Fernando setelah meneguk minumannya.
"Sudah jelas, Papa. Aku akan melupakan soal perjodohan ini dan kembali ke Amerika," kata Kilian bersemangat.
"Bukan itu yang ingin Papa ketahui. Katakan bagaimana kamu menyelesaikan ketidaksopananmu terhadap Regina?"
"Tidak sopan?" Kilian menatap Fernando kesal. "Kenapa Papa tidak bicara terus terang kepadaku, kalau sebenarnya gadis itu sudah menolak perjodohan ini? Kenapa Papa masih mengatur pertemuan dengannya? Untuk apa? Untuk membiarkanku mendengar penolakkannya? Apa aku tampak bodoh baginya? Aku bukan anak kecil lagi, Papa. Jangan memperlakukanku seolah-olah aku tidak tahu apa yang terbaik untukku." Tiba-tiba Fernando mengetok kepala Kilian. Pemuda itu terkejut.
"Sadarlah," kata Fernando tenang. Kilian memandangnya bingung. "Apa kamu lupa untuk apa kita kemari? Kita datang untuk memuluskan perjodohan ini, bukan untuk menghancurkannya. Jika kamu tidak senang dengan penolakannya, setidaknya kamu harus mendengarkan alasannya dulu. Siapa tahu, alasan Regina masih bisa kita carikan jalan keluarnya. Jika masalah sekecil ini saja harga dirimu sudah terluka, bagaimana kamu bisa memenangkan hatinya?"
"Apa maksud Papa?" tanya Kilian semakin bingung.
"Baru melihat sekali saja Papa sudah tahu. Apa yang terjadi waktu kalian bertemu di hotel? Berapa kali kalian sudah bertemu?"
"Kami cuma kebetulan bertemu saja, Papa. Jadi tidak ada yang terjadi."
"Eit - anak kurang ajar, kamu berani membohongi Papa sekarang. Kalau tidak terjadi apa-apa kenapa kalian begitu gugup saat berhadapan? Kenapa kalian saling mengacuhkan?" Kilian menatap Fernando acuh.
"Apa kamu menyukainya?" Fernando meliriknya. Kilian tidak menjawab. "Ingat baik-baik, Koko. Tidak yang kebetulan dalam hidup ini. Dia memang ditakdirkan untukmu. Papa bisa merasakan itu." Fernando tersenyum lebar sambil menepuk-nepuk bahu Kilian. Kemudian dia meneguk minumannya.
"Anakku akhirnya menemukan kebahagiaannya," katanya lagi tapi dengan suara yang lirih. Kilian melirik. Dia melihat mata Fernando yang berkaca-kaca.
"Maafkan aku." Kilian menunjukkan wajah penuh penyesalan. Dia menyesal telah mengabaikan kesungguhan Fernando.
"Bukan aku yang seharusnya kamu minta maaf. Temui Regina dan selesaikan masalah yang kamu timbulkan."
Kilian menunduk dan berpikir sejenak. "Baiklah."
Fernando menghabiskan minumannya dan kemudian kembali ke kamarnya. Dia meninggalkan Kilian seorang diri. Tapi kemudian dia kembali.
"Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan, iya kan?" Kilian mengangguk. Tapi Fernando menyangsikannya. Dia menghampiri pemuda itu dan menepuk bahunya.
"Kamu harus memenangkan hatinya," kata Fernando serius.
"Bagaimana caranya?" tanya Kilian. Dia tidak punya pengalaman dalam hal mendekati wanita. Paling tidak Fernando bisa memberinya saran. Itu harapannya.
"Bukankah kamu sudah pernah berkencan?" tanya Fernando bingung.
"Tapi bukan aku yang memulai pendekatan," jelas Kilian apa adanya.
"Dengar, Nak. Papa tidak tahu pasti bagaimana cara kamu memenangkan hati Regina. Tapi Papa bisa memberitahumu tiga hal tentang wanita." Fernando menatap Kilian dengan serius. "Pertama, wanita suka pada pujian yang berlebihan. Kedua, wanita suka pada janji-janji. Dan yang ketiga, wanita adalah seorang investor, ia melihat masa depannya pada masa depanmu."
Kilian tersenyum geli. Ternyata ayah asuhnya lebih polos dari yang dia bayangkan. "Lakukanlah yang terbaik, Koko," kata Fernando sungguh-sungguh. Kilian mengangguk untuk membesarkan hati Fernando.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HALF-BLOOD BOY (Book 1 - Kilian Humphrey Series)
AdventureKetika meninggalkan Amerika dan kembali ke Indonesia demi wasiat terakhir ayahnya, Kilian Humphrey, pemuda berusia tujuh belas tahun, berharap mendapatkan perlindungan dari seorang gadis bernama Regina Seda. Kilian diberkahi tiga hal: tampan, cerd...