Menjelang matahari terbenam ketika misa selesai, lampu-lampu sudah dinyalakan. Lampu-lampu LED berwarna-warni yang diletakkan disela-sela bunga dan bergelantungan di pohon menambah semarak pesta itu. Pada sudut-sudut taman diletakkan lampu sorot yang diarahkan ke udara dengan dilapisi potongan kertas minyak berwarna orange dan diberi efek angin hingga menyerupai lidah-lidah api.
Musik yang beralunan lembut mengiringi suara seorang biduan wanita, terdengar megah dan anggun. Kilian dan Regina menempati sebuah meja jamuan yang panjang bersama para orang tua. Dihadapan mereka para undangan duduk melingkari meja-meja bundar yang dihiasi cantik. Gelas-gelas cantik berisi anggur putih juga memenuhi meja-meja tersebut.
Kemeriahan pesta diselingi dengan suara ngobrol dan tawa para undangan. Ada yang duduk, ada pula yang berdiri berkelompok. Mereka menikmati makan malam yang mewah yang disajikan oleh seorang chef internasional. Regina dan Kilian menikmati makan malam mereka dalam kebisuan. Tak seorang pun yang mengajak mereka mengobrol. Mereka mungkin sengaja membiarkan keduanya menikmati kebersamaannya. Kilian menyelesaikan makan malamnya lebih dulu. Kemudian dia pergi menemui rekan-rekan bisnis Adrian, meninggalkan Regina seorang diri. Gadis itu hanya memandang dari kejauhan dengan perasaan jengkel. Kilian pergi tanpa berkata sepatah kata. Dia juga melihat Kilian tampak akrab berbincang dengan para pemegang saham itu. Perlakuan yang sungguh kontras, yang diberikan pada Regina. Benar dugaan Regina, kalau Kilian memang tidak menyukainya. Pernikahan mewah ini bukan sengaja dibuat karena dirinya, tapi semata-mata karena gengsi pemuda itu. Begitu Regina menyimpulkan sikap Kilian terhadapnya.
"Na," sapa Jessica tiba-tiba muncul. Dia langsung duduk di tempat Kilian yang kosong sambil membawa es buah. Regina gembira melihat kehadirannya.
"Pesta lo mewah banget, Na. Nggak terasa kalo sebenarnya kita berada nun jauh di desa," katanya. Regina mengangguk.
"Show off," sahut Regina sambil menikmati salmon grilled fish. Semua kemewahan yang dipamerkan Kilian pada pesta itu seperti tamparan di wajah Regina. Pemuda itu seolah-olah sedang menunjukkan bahwa dia tak bisa dianggap remeh.
"Tapi lo menikmati pesta ini kan?" tanya Jessica pelan. Regina menoleh dengan alis sebelah terangkat. Jessica tertawa nyengir. "Soalnya lo terlihat sangat bahagia," bisik Jessica.
"Astaga – bukannya lo suruh gua berakting?" sahut Regina. Dia membersihkan mulutnya dengan tisu. Seorang pelayan datang mengambil piring makannya.
"Oh – lo sedang berakting ya. Gua kira sungguhan," sahut Jessica kembali tertawa.
"Yah – mulai deh."
"Oke..oke."
"Jess, gua mau tanya sama lo," kata Regina sambil berbalik ke arah sahabatnya. "Waktu acara lamaran tadi siang, lo ingat nggak sih kejadiannya gimana?" tanya Regina. Rasa penasarannya membuatnya terus memikirkan hal tersebut.
"Koq lo nanya ke gua? Bukannya lo ada di sana?"
"Iya. Tapi gua merasa ada yang aneh," jawab Regina setengah berbisik. Dia memberi tanda pada Jessica untuk mendekat. Sahabatnya menuruti. "Penolakan gua tadi siang kan sempat bikin ricuh, tapi kenapa orang-orang ke gua koq baik-baik saja?"
"Emang apa yang terjadi?"
"Jess, gua serius."
"Yah – gua juga kali, Na!"
"Emang lo nggak ingat apa yang terjadi?"
"Yah – tentu saja, ingat," sahut Jessica bingung. "Semua berjalan lancar."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HALF-BLOOD BOY (Book 1 - Kilian Humphrey Series)
AdventureKetika meninggalkan Amerika dan kembali ke Indonesia demi wasiat terakhir ayahnya, Kilian Humphrey, pemuda berusia tujuh belas tahun, berharap mendapatkan perlindungan dari seorang gadis bernama Regina Seda. Kilian diberkahi tiga hal: tampan, cerd...