❤️ Happy Reading ❤️
"Bagi tempenya, dong!" celetuk bocah itu tetapi si pelaku sudah menyambar satu biji tempe goreng dari piring kawannya.
"Ya Tuhan, Arsen! Itu tempe terakhir yang mampu gue beli, anjir!" Adalah Brian yang melemparkan protes ketika salah satu makanannya diambil oleh Arsen. Bocah itu bahkan belum memberi izin ketika separuh bagian dari tempe sudah masuk ke mulut sahabatnya.
Arsen menyodorkan sisa tempe ke depan wajah Brian. "Separuh-separuh kalau gitu. Nggak mau? Ya sudah, berarti ini rezeki cogan."
Saat istirahat selalu saja ricuh ketika Arsen berulah, ia bahkan tak sungkan ketika kelakuannya dilihat oleh Selvi. Gadis itu justru terhibur dengan tingkah Arsen, lagi pula tingkah seperti itu masih wajar daripada merundung siswa lain.
"Eh, denger-denger si Cleon itu anaknya orang kaya, loh. Masa tadi gue lihat, dia datang pakai mobil BMW X6. Gila, tajir banget nggak, tuh?" Usai menghabiskan semangkuk bakso, Sony memulai ocehannya. Waktu istirahat yang terbilang lama memang biasa mereka gunakan untuk sekadar berbincang dan bercanda.
Begitu mendengar nama Cleon disebut, air muka Arsen berubah. Sejak siswa baru itu datang, sekolah selalu heboh dengan pesonanya. Banyak siswa perempuan yang tak segan datang ke kelasnya hanya untuk sekadar tebar pesona. Tak jarang laci meja Cleon dipenuhi dengan coklat serta surat cinta menjijikan. Bukan bermaksud benci, Arsen hanya kesal karena kini kelasnya menjadi lebih ramai dengan gadis-gadis pencari perhatian.
"Yee, malah bengong. Arsen! Kesambet mampus lo," tegur Sony yang merasa kecewa karena ocehannya tidak tidak digubris. Daniel dan Brian juga melayangkan tatapan heran padanya.
"Sorry, sorry. Gue lagi merencanakan rencana liburan semester kita. Kira-kira ke mana ya? Puncak kayak tahun kemarin? Tapi bosen," kelitnya yang terkejut karena ketahuan melamun.
Brian geleng kepala ketika mendengar jawaban Arsen. "Yang bener aja, bro. Tengah semester aja belum kelar, kok, udah mikir libur semester. Hmmm ... macam tak betul otakmu."
Yang dihina hanya terkekeh geli mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Brian. Dengan sekali teguk, es teh dalam gelas habis dan hanya menyisakan bongkahan es batu.
"Mau ke mana?" Ketiganya sontak bertanya ketika Arsen bangkit dari duduknya, membuat si pemilik nama nyaris terjungkal karena terkejut.
"Apa, sih? Bikin kaget aja," sungutnya kesal. Tiga orang yang tadi kompak kini hanya bisa tertawa dan saling melempar tatapan canggung.
"Ya, lo jangan bikin ulah, bentar lagi bel. Katanya mau tobat bolos, buktikan dong, Kanjeng," sahut Sony.
"Nanti ada ulangan juga, btw." Daniel ikut menambahi, dia yang selalu terdepan soal ujian.
Seharusnya dulu Arsen tidak mengumbar janji kalau dia akan berhenti durhaka pada guru. Karena itu tidak mungkin bisa terealisasi, bocah itu bahkan tidak bisa duduk diam di kursinya selama lima belas menit. Bagaimana dia mau patuh dan jadi siswa teladan seperti Daniel?
"Gue ...." Arsen berpikir sejenak untuk mencari alasan yang pas.
"Gue ada kumpul sama tim basket. Iya, bentar doang, kok. Jadi silakan kawan-kawanku sekalian bisa tancap gas dulu ke kelas. Janji deh nanti pas jam ulangan gue udah di kelas."
Tentu saja itu hanya alasan, karena Brian sendiri juga salah satu anggota tim basket sekolah. Tidak ada pengumuman untuk berkumpul dan bocah jangkung ini bilang dia akan bertemu dengan anggota tim. Kebohongan kelas teri yang bahkan bocah SD pun tahu jika Arsen berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURA CORDIS
Teen Fiction#teenfiction #family #friendship #trauma Kehidupan Arsen yang tenang menjadi kacau semenjak kedatangan Cleon. Sosok dari masa lalu itu datang untuk menuntut balas atas kematian adiknya. Padahal Cleon tahu jika itu hanya kecelakaan biasa, bahkan kel...