❤️Happy Reading❤️
.
.
.Angin sepoi-sepoi menggelitik wajah sosok yang tengah berdiri mematung di balkon kamar. Ia sudah berdiri di tempat itu selama lebih dari setengah jam tanpa mengubah posisi. Netranya terpaku ke depan, tetapi tak ada objek pasti yang ia tatap.
Pikirannya tidak berada di tempat yang sama dengan tempat kakinya berpijak. Bagaimana ia bisa tenang? Sementara sang kakak sama sekali belum memberi kabar tentang keberadaan Arsen, dan selama itu pula ia terkurung di kamar dengan penjagaan dua orang pengawal yang menyebalkan.
Dia juga tidak memiliki ponsel untuk menghubungi kontak Allen atau teman sekelas, karena benda itu sudah hancur ketika ia lepas kendali dan melemparkannya ke arah sang ayah. Satu-satunya orang yang menjadi perantara dengan dunia luar hanya Allen, dan sekarang pria itu seakan menghilang ditelan bumi, tak menampakkan diri di hadapan Cleon sejak kemarin.
"Sebenernya niat bantu nggak, sih?" gumamnya kesal.
Tiga hari sudah berlalu, dan itu bukan waktu yang sedikit. Bagi orang yang diculik, banyak kemungkinan telah terjadi. Dan mengingat pelaku dari kejadian itu adalah sang ayah, Cleon benar-benar tidak bisa tenang.
Begitu memandang ke lantai dasar, tanpa sengaja matanya bersirobok dengan dua orang pengawal yang kebetulan berjaga di area taman. Hal itu membuat wajah Cleon berubah kecut. Pasalnya mereka melihat Cleon seolah-olah iba karena menjadi tahanan rumah.
"Apa lihat-lihat?! Gue loncat, nih!" gertaknya asal.
Mendengar ancaman itu, kedua pria di bawah kemudian mengucap maaf dan tak lagi menatap si tuan muda. Mereka sudah terlampau paham dengan tingkah polah dan watak Cleon, mereka tak mau membuat tuan muda itu emosi dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan pekerjaan mereka.
Pemuda itu mengentakkan kakinya kemudian berbalik memasuki kamar. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menghabiskan sebungkus rokok yang selalu ia siapkan di dalam laci meja belajarnya. Kepalanya sampai pening karena dari pagi hingga siang ini, dia sudah menghabiskan enam batang benda bernikotin itu.
Baru saja hendak menyulut rokok ketujuhnya, tetapi bantingan pintu membuat benda itu terjatuh ke lantai dan Cleon terkejut melihat raut tegang yang menghiasi wajah sang kakak. Jantungnya bahkan sudah berdetak dua kaki lebih kencang sebelum Allen mengatakan apa-apa.
"Gimana, Kak? Lo bawa kabar, 'kan? Dari kemarin lo nggak kasih kabar!" serunya dengan suara bergetar. Semangat dan khawatir membuatnya bereaksi berlebihan.
Allen tak menyahut, dia justru mendekati laci meja sang adik dan mengambil sebuah pisau lipat dan menyerahkan benda itu kepada Cleon. Hal itu membuat sosok yang lebih muda heran, tetapi ia enggan untuk bertanya. Sebelum dia sempat memproses apa maksud dari sang kakak, Allen sudah menarik lengannya dan bergegas meninggalkan kamar yang sudah tiga hari menjadi penjara itu.
"Kak! Ini apaan, sih? Lo main tarik-tarik tanpa kasih penjelasan. Gue bingung!" protesnya ketika Allen mendorongnya masuk ke dalam mobil. Mendapat perlakuan seperti ini, Cleon seperti sedang diculik.
Menyadari kebingungan sang adik, Allen akhirnya memberi penjelasan sembari mengemudi.
"Gue udah tahu tempat si Arsen disekap. Papi sendiri yang kirim alamatnya ke gue, dan perjalanan ke tempat itu sekitar setengah jam. Kita harus cepet sampai sana sebelum semua terlambat," terangnya yang kini fokus pada jalan yang mereka lalui.
Cleon sontak menatap Allen. "Seriously?"
"Iya, dan mungkin tujuan Papi kasih tahu gue soal di mana Arsen adalah biar lo ngelihat sendiri apa yang udah beliau lakukan karena lo udah lawan Papi," balas Allen tanpa menatap si lawan bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURA CORDIS
Teen Fiction#teenfiction #family #friendship #trauma Kehidupan Arsen yang tenang menjadi kacau semenjak kedatangan Cleon. Sosok dari masa lalu itu datang untuk menuntut balas atas kematian adiknya. Padahal Cleon tahu jika itu hanya kecelakaan biasa, bahkan kel...