33 ; Regret

1K 145 17
                                    

❤️Happy Reading❤️
.
.
.

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam kala sepasang suami istri itu tiba di kafe. Raut panik keduanya membuat suasana semakin tegang. Namun, Elan masih bisa menekan rasa paniknya dan berjalan tenang mendekati sekelompok bocah di salah satu meja.

"Kalian nggak apa-apa?" Pertanyaan itu menjadi pembuka percakapan antara mereka.

Keempatnya mengangguk.

"Kita nggak kenapa-kenapa, Om. Tapi Arsen ...." Sony yang berani menjawab pun tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Raut remaja itu sama pucatnya dengan yang lain.

"Kalian tenang dulu, ya. Sekarang coba cerita ke Tante Tia secara singkat apa yang terjadi, oke? Biar Om yang bicara sama pihak kafe, mungkin kita bisa dapat petunjuk dari CCTV."

Elan memerintahkan mereka untuk kembali duduk. Setelahnya pria itu berjalan menghampiri salah satu karyawan yang berjaga dan mengatakan tujuan serta maksudnya.

"T-tadi kita beneran cuman belajar di sini, Tante. Seperti yang Daniel jelasin di telepon tadi, Arsen nggak balik setelah dia bilang mau ke toilet. Saya cek ke toilet, orangnya nggak ada. Yang ketemu cuman handphone-nya," jelas Brian mengulangi urutan kejadian.

"Apa jangan-jangan Arsen diculik?" celetuk Sony yang langsung mendapat pukulan keras di kepala oleh Daniel.

Remaja berkacamata itu menyentak, "Jangan bikin suasana makin suram, Son!"

Mendapat tatapan mengerikan dari yang lain membuat Sony menciut. Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan menggumamkan kata maaf. Melihat ketegangan itu, Tia lantas berusaha untuk mengendalikan suasana.

"Iya, nggak apa-apa. Tante sama Om nggak menyalahkan kalian, kok. Justru Tante berterima kasih banget karena kalian langsung menghubungi kita, jadi penanganannya bisa lebih cepat." Tia meremas jemarinya dan menghela napas. "Doakan semoga Arsen nggak kenapa-kenapa," tukasnya kemudian.

Meski terlihat tegar, Cleon dapat melihat dengan jelas kegelisahan di wajah Tia. Dia sendiri sama khawatirnya, tetapi lebih memilih untuk diam dan mengamati keadaan. Jika saja Cleon tak sungkan, ia ingin pergi saat ini juga untuk menemui dalang di balik kejadian ini.

Begitu melihat Elan datang, mereka refleks berdiri. Menatap penuh tanya pada pria sipit itu dan berharap mendapatkan jawaban yang bisa mengurangi rasa gelisah.

"Gimana, Pa?" Tia bertanya setengah mendesak.

Elan menggeleng lemah. "Hasil rekaman CCTV memang merekam kalau Arsen pergi ke toilet dan dua orang berpakaian serba hitam yang menyerang dia. Tapi wajah mereka nggak terekam, serta kamera di sisi belakang ternyata rusak. Untuk saat ini kita kehilangan jejak, Ma," ungkapnya dengan suara tertahan.

Air mata meluncur bebas dari kedua netra Tia, tetapi wanita itu masih berdiri tegak tak goyah. Dengan cepat ia menghapus air mata itu dan menghampiri sang suami. Mendengar penjelasan dari Elan, keempat remaja itu pun ikut bungkam tak tahu harus bereaksi apa. Hingga suara Elan mengalihkan perhatian mereka.

"Anak-anak, kalian sebaiknya pulang. Ini sudah malam dan besok kalian juga harus sekolah. Masalah ini biar kita yang mengurus," pungkas Elan yang membuat mereka mendongak.

"T-tapi, Om. Arsen hilang karena main sama kita." Daniel bersikeras.

Fakta bahwa Arsen benar-benar diculik membuatnya merasa tak tenang. Selesai dia mengatakan itu, Sony dan Brian mengangguk, setuju dengan ucapan Daniel.

Elan memahami kekhawatiran bocah-bocah ini, jadi dia harus ekstra sabar untuk membuat mereka berhenti bersikeras.

Pria itu berdeham kemudian berujar, "Sekali lagi Om tegaskan, ini bukan salah kalian. Musibah 'kan nggak yang tahu, jadi lebih baik serahkan urusan ini ke orang dewasa. Besok," Elan menjeda kalimatnya dan memasang raut serius, "kalau sudah selesai urusan sekolah, kalian bisa bantu."

PURA CORDIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang