❤️ Happy Reading ❤️
Dulu Arsen mengikuti ekstrakurikuler sastra karena ingin dekat dengan Daniel, dia sadar bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki bakat dalam bidang sastra. Alhasil ia mengambil keputusan untuk bergabung dengan klub basket. Awalnya Arsen masih mau mengikuti klub sastra, tetapi jiwa bebasnya menolak dan berakhir dengan dia mengundurkan diri dari klub di pertengahan tahun pertama.
Sebenarnya klub basket memang paling cocok untuk Arsen, di samping itu adalah hobi sejak kecil, proporsi tubuh remaja itu juga memenuhi kriteria. Berkat keberadaannya pula, sekarang SMA-nya beberapa kali mendapatkan juara satu dalam kompetisi. Meski akademik pas-pasan, setidaknya dia punya sesuatu yang dibanggakan.
Seperti sore ini, klub basket mengadakan latihan rutin sepulang sekolah dan Arsen hadir dalam kegiatan setelah dua hari lalu dia membolos. Kapten tim begitu cerewet ketika tahu salah satu pemain andalannya membolos latihan. Jadi Arsen berusaha untuk memperbaiki suasana hati sang kapten.
"Nih, Bang. Gue beliin khusus buat lo, siomay seberang jalan khas kota asalnya," ujarnya sembari menyodorkan sebuah plastik kepada sosok yang tengah duduk di bangku penonton.
Biasanya istirahat akan berlangsung tiga puluh menit, jadi anggota klub bisa bersantai sembari memulihkan tenaga. Sebagai contoh Arsen, bocah itu langsung berlari keluar sekolah demi membeli siomay sebagai alat untuk merayu sang kapten agar tidak memberinya hukuman.
"Ini bocah pasti bisa dapetin pacar karena ahli sogok, ya? Pinter banget bikin gue nggak marah," timpal kapten basket bernama Leo.
Mendengar balasan Leo, mau tak mau Arsen tertawa. Ia selalu tahu letak kelemahan Leo, jadi dengan kecerdasan tanpa batas, Arsen berusaha memanfaatkan hal ini.
"Lo kalau begini terus, bisa-bisa gue bakal jadiin lo sebagai kandidat kapten selanjutnya. Dari respons anak-anak juga bisa kompak kalau udah main sama lo." Leo berujar sembari menatap beberapa anak yang masih sibuk latihan meski waktu istirahat sedang berlangsung.
Arsen menaikkan sebelah alisnya. "Waduh, ampun. Gue beliin siomay ikhlas, kok, Bang. Bukan bermaksud buat dijadiin kapten. Masih jauh dari kata pantas," sahutnya tak enak hati.
"Bukan." Leo beralih menatap Arsen yang duduk di sampingnya, tampak canggung.
"Ini udah gue pikirkan beberapa waktu belakangan. Meski lo ngeselin sampai gue pengen jadiin lo umpan buaya, tapi cuma lo yang gue rasa cocok jadi kapten selanjutnya. Sekarang sebelum beneran gue jadiin calon, tinggal lu mau apa kagak?" tanya pemuda berambut gondrong itu dengan raut serius.
Dibanding hubungan senior dan junior, Arsen bahkan merasa jika Leo ini sudah seperti kakaknya. Sejak dia bergabung ke klub, Leo langsung dekat dengannya bahkan pemuda itu juga yang secara langsung meminangnya menjadi adik. Alasan kedekatan mereka sangat sederhana, yaitu keduanya sama-sama anak tunggal yang kesepian jika di rumah sendiri. Bertambah satu lagi orang yang Arsen sayangi.
"Ah, masih terlalu cepat buat memutuskan. Siapa tahu nanti ada yang lebih pantas daripada gue. Jangan buru-buru gitu, Bang. Kesannya kayak lo mau mampus aja," timpal Arsen yang dihadiahi pukulan ringan di kepala oleh Leo. Bicara anak ini terkadang suka kelewatan jika sudah dekat dengan seseorang.
"Bocah punya congor suka kesurupan, ya. Udah, sana balik latihan. Sebelum mulai lagi, nanti kumpulin anak-anak dulu. Gue mau perkenalkan anggota baru." Leo memberi titah.
Sementara Arsen yang sudah malas berdebat lebih memilih bergabung dengan kawan-kawan basketnya dan memberi interupsi agar berkumpul. Dalam hati, Arsen juga penasaran anggota baru seperti apa yang akan bergabung ke dalam tim di pertengahan semester ini, seharusnya jika itu junior maka mereka sudah ada dalam klub sejak semester awal dimulai, bukan ketika tiga bulan sudah berlangsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURA CORDIS
Teen Fiction#teenfiction #family #friendship #trauma Kehidupan Arsen yang tenang menjadi kacau semenjak kedatangan Cleon. Sosok dari masa lalu itu datang untuk menuntut balas atas kematian adiknya. Padahal Cleon tahu jika itu hanya kecelakaan biasa, bahkan kel...