11 ; Ancaman

1.3K 133 14
                                    

❤️ Happy Reading ❤️

"Brian!"

Waktu pembelajaran sudah usai sejak tiga puluh menit yang lalu. Di dalam kelas hanya tersisa Arsen dan dua temannya yaitu Daniel serta Brian. Sementara Sony sudah lebih dulu hengkang karena harus menjemput adiknya dari les privat.

"Apaan? Mau bantuin piket? Tuh, bantu angkatin kursinya," sahut bocah dengan tas ransel yang sudah menempel di punggung.

"Dih, males. Nyokap gue aja nggak tega lihat anaknya capek-capek nyapu, kok lo main suruh gitu."

Brian merotasikan bola matanya. "Semua orang tua juga gitu lah, bego. Tapi bukan berarti lo bisa manja-manjaan, tahu diri dikit, dong. Heran juga gue, Tante Tia bisa sabar dan tetep sayang meski punya anak modelan begini."

Hari ini adalah jadwal Brian dan Daniel untuk piket membersihkan kelas. Satu orang menyapu dan satunya mengepel, hanya Arsen yang duduk santai di kursi guru dan menikmati sekotak susu coklat. Ia menunggu Brian menyelesaikan piketnya karena hari ini mereka ada jadwal latihan basket. Sebenarnya Arsen malas untuk menghadiri latihan, terlebih lagi akan ada Cleon di dalam klub, sangat mengganggu suasana hatinya.

"Lo ada yang jemput, Niel?"

Arsen bertanya karena biasanya Daniel memang selalu berangkat dan pulang bersamanya. Bocah itu sudah pernah merengek pada ayahnya agar bisa menaiki motor sendiri, tapi semua teknik belum ada yang berhasil. Ayah Daniel menjanjikan pada anaknya bahwa dia baru boleh mengendarai motor sendiri ketika duduk di kelas tingkat akhir.

"Kakak gue nanti jemput, kalo nggak, ya, paling Pak Anto. Tenang, lo latihan aja," balas Daniel usai meletakkan alat pel lantai.

"Oh, oke. Jadi gue nggak ada tanggungan buat jagain anak perawannya Om Thomas," celetuk Arsen lantas melemparkan kotak susu kosong ke dalam tempat sampah.

Ucapan Arsen mendapat tatapan tajam dari Daniel. Andai bocah itu tidak sedang menelepon kakaknya, sudah dipastikan ponsel di genggamannya sudah terlempar ke wajah sahabatnya.

Sedang bersantai di kursi guru, denting notifikasi berbunyi nyaring di ponsel Arsen.

Cleon
Hari ini, kalau lu mau temen-temen tercinta lu lepas dari daftar gue, sebaiknya kita ketemu di gudang sisi timur sekolah. Ada kejutan hahaha

Sial! Arsen ingin lenyap saja dari dunia ini. Hari-hari yang dulu berjalan normal, kini semakin tak menentu. Mimpi buruk selalu datang padanya tiap kali ia memejamkan mata. Ingatan tentang masa lalu tumpang tindih seakan tak membiarkannya untuk bernapas dengan leluasa. Tak bisa dipungkiri, sebentar lagi Arsen akan jadi gila.

"Heh! Mau ke mana? Gedung basket di sebelah kanan kenapa belok kiri?" Brian menarik tas ransel Arsen ketika bocah itu berbelok ke arah berlawanan darinya.

Daniel sudah lebih dahulu meninggalkan kelas, sekarang hanya tersisa dirinya dan Brian karena mereka sama-sama akan pergi untuk latihan basket. Bocah pendek ini tidak boleh mengetahui tentang apa yang akan Arsen lakukan. Terpaksa ia harus membohongi kawannya ini.

"Sebentar, gue ada perlu. Panggilan alam, udah nggak tahan banget. Lu duluan aja, ya? Nggak tahan, nih." Dengan tangan mencengkeram perut dan wajah kesakitan, bocah itu mencoba meyakinkan Brian.

"Jangan cari alasan buat bolos. Gue nggak mau diinterogasi sama Bang Leo, cerewet banget, sialan!"

Brian masih tak percaya dan berusaha membaca ekspresi Arsen dengan kedua matanya. Namun ,dari apa yang ia lihat, Arsen memang benar-benar sedang menahan sakit perut. Memangnya bocah ini makan apa, hingga lambungnya bermasalah?

PURA CORDIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang