Pagi hari yang cerah, begitu juga dengan senyum Arsen yang begitu semringah. Sejak mentari belum menyinari bumi, bocah itu sudah selesai dengan semua persiapan. Hanya tinggal berangkat saja.
Rencananya, Arsen ingin berangkat ke sekolah menggunakan motornya sendiri. Dengan ransel besar di punggung, dia yakin bisa mengatasinya dan selamat sampai tujuan. Akan tetapi, dari semalam Elan bersikeras untuk mengantar. Hubungan mereka sedang di fase baik, oleh karena itu, Arsen tidak ingin menolaknya dan membuat semua menjadi runyam.
"Gimana semuanya, Sayang? Ada yang kurang nggak? Jangan sampai nanti pas sampai ke lokasi malah ada barang penting yang ketinggalan." Tia muncul dari balik pintu. Masih dengan apron menempel di tubuhnya, wanita itu memastikan persiapan berkemah sang putra.
Mengabaikan ujaran Tia, Arsen mengenakan sneakers kesayangannya. Meski tangan fokus mengikatkan tali, tapi pikirannya jauh berkelana. Bagaimana dia bisa menangani Cleon untuk kali ini? Karena bocah itu turut serta dalam kegiatan kemah, sudah dipastikan dia memiliki rencana buruk lain yang mungkin saja bisa mencelakai Arsen.
"Tuh 'kan, kamu ngelamun lagi. Arsen denger Mama ngomong nggak, sih?" Tia menegur sedikit keras karena merasa diabaikan.
"Eh ... eum. Iya, Ma. Maaf." Bocah itu berdiri spontan dan raut bingung tercetak jelas di wajahnya.
"Kenapa, Ma? Ada apa?" Arsen bertanya ulang, dia sedikit lengah karena terlena dalam pikirannya sampai-sampai tak tahu apa yang sudah ibunya katakan, padahal dia mendengar suaranya.
Tia membenarkan letak topi yang putranya gunakan dan menatap heran putranya untuk beberapa saat.
"Mama pesan satu hal, ya, Nak. Rutin minum obat kamu dan jangan kebanyakan melamun, usahakan sama temen terus, ya? Kalau ada apa-apa, langsung hubungi Mama atau Papa. Oke?"
Mendapat perhatian seperti ini membuat remaja yang menginjak usia delapan belas tahun itu tersentuh. Dengan lembut ia mencium punggung tangan ibunya dan tersenyum lebar. Berusaha menunjukkan bahwa dia akan baik-baik saja.
"Aku udah gede, Ma. Jangan terlalu khawatir, aku bisa jaga diri." Bohong, sebenarnya dia sedikit tidak tenang jika mengingat eksistensi Cleon.
"Ya udah kalau gitu. Ayo turun, kita sarapan dan kamu boleh berangkat. Papa udah selesai panasin mobil, tuh."
Tidak perlu diperintah dua kali, Arsen menggendong ranselnya dan berjalan menuruti tangga. Aroma masakan yang lezat langsung menerobos indra penciumannya begitu Arsen tiba di meja makan.
Dilihatnya Elan sudah duduk penuh wibawa dengan sebuah koran di tangannya. Ayah tirinya ini seperti orang kuno. Ketika zaman sudah modern, dia masih menggunakan koran untuk membaca berita daripada mengikuti info di internet.
"Pagi," sapa Arsen sedikit malas. Dia sudah berjanji pada diri sendiri untuk akur dengan Elan. Jadi, dia harus menepatinya.
Elan melirik ke arah Arsen sejenak sebelum akhirnya kembali fokus pada koran yang ia baca. "Pagi. Ayo, cepat dimakan sarapannya dan kita berangkat. Papa juga harus ke bengkel dekat sekolahmu," tukasnya tanpa menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURA CORDIS
Teen Fiction#teenfiction #family #friendship #trauma Kehidupan Arsen yang tenang menjadi kacau semenjak kedatangan Cleon. Sosok dari masa lalu itu datang untuk menuntut balas atas kematian adiknya. Padahal Cleon tahu jika itu hanya kecelakaan biasa, bahkan kel...