41. Menikah?

1.1K 273 23
                                    

—Devon Woody

Kening dan mata Troy melambangkan kebingungan sesaat, hingga akhirnya dia tertawa. “Tentu saja itu memang terjadi. Dalam beberapa kasus, itu berlaku secara mutlak.”

Sialan. Sangat mewakili perasaanku, kawan. “Masalah.”

“Apa?” Troy memajukan lagi wajahnya, kali ini telinganya.

“Sebisa mungkin aku menghindari masalah, tapi masalah itu justru seperti mengikutiku dengan sengaja.”

Troy mengangguk. Mengangkat gelasnya agar aku pun mengikuti gerakannya. Aku menggeleng dengan mata masih memperhatikan Lila yang duduk bagai patung di sana, meski sudah dua pria coba mendekatinya dan ditolak oleh wanita itu.

Tentu saja. Kalian pikir kalian siapa? Lila itu wanita yang sangat ahli dalam hal menolak seseorang.

“Istriku bisa marah jika mencium aroma alkohol dari tubuhku.”

Troy menertawakanku, tapi tidak lama. Karena minuman itu membuatnya mabuk dalam sekejap. Dia sudah turun untuk menempel dengan para gadis di bawah sana. Menikmati liukan tubuh wanita berpakaian mini yang mengitarinya.

Kelemahan Troy hanya wanita. Jika saja ada anggota keluarga Heimir yang berani menggodanya, maka semua usahanya kujamin akan sia-sia. Seingatku, wanita di keluarga itu cuma para istri dan anak perempuan di bawah umur. Meski kelemahannya adalah wanita, Troy hanya tertarik pada wanita muda seperti … yah, seperti Lila. Kau ada di mana-mana sebagai contoh perumpamaan, Lila.

Sejak tadi aku tidak melihat si bocah bersamanya. Kenapa mereka terpisah? Itu sungguh jarang terjadi.

Lila langsung tegak dalam posisi duduknya, ketika seseorang menghampirinya. Pria tampan. Tidak jauh berbeda tinggi badannya denganku. Bedanya, justru itu … lebih muda. Sudah pasti. Berpotongan rambut seperti comma hair atau curtain bangs, yah pokoknya yang begitu. Memperjelas kedudukan pria itu yang mungkin berasal dari kalangan yang sama dengan Lila. Mereka bicara serius, seperti bersitegang, namun tidak sampai bertengkar. Perdebatan kecil.

Lila tahu aku ada di sini. Hanya tidak memedulikanku. Ketika hendak turun dari stool bar, matanya menatapku dalam artian yang tidak bisa kujelaskan.

Apa, Lila? Kau bisa memperjelasnya dengan menghampiriku di sini.

“Lila Winter, tolong tunggu!”

Seruan pria tampan bersetelan jas di jam malam, membuatku curiga. Dia meraih lengan Lila, namun wanita itu menepisnya.

Mendengarnya memanggil nama depan Lila dengan canggung dan kaku, kurasa mereka asing satu sama lain.

“Lepaskan aku.”

Aku tahu kalimat itu yang diucapkan oleh Lila karena memperhatikan gerakan bibirnya. Di sini terlalu bising, sehingga aku harus memperhatikannya dalam tatapan yang seperti mengamati.

Lila pergi meninggalkan si pria tampan yang kaku mematung. Jadi, siapa kira-kira yang mengusulkan mereka untuk bertemu di tempat seperti ini? Lucu melihat dua orang yang canggung dan kaku satu sama lain saling bertemu. Mereka cocok. Ya, kuakui itu.

Menjengkelkan memang melihat Lila bertemu pria lain, selain Gray dan aku. Gray saja sudah membuatku kesal, apalagi yang setingkat lebih luar biasa dibandingkan bocah sialan itu. Kau cemburu, Dev!

Lila tidak berhenti saat melewati mejaku yang memang harus dilaluinya jika ingin mencari pintu keluar dari tempat ini.

Brengsek! Kau malah mengikutinya, Dev! Kakiku sudah melangkah meninggalkan meja. Mengikuti Lila yang bergerak terlalu cepat meninggalkan bar.

“Lila Winter!”

Langkahku didahului oleh si pria muda tampan tadi, karena dia berlari untuk mengejar Lila. Aku harus mencegah diriku terlihat bodoh di depan mereka dengan mengikutinya seperti ini.

Menemukan tiang lampu jalan yang berjajar di atas trotoar pinggir jalan, aku bersandar di salah satunya sambil memunggungi mereka. Berpura-pura menyibukkan diriku dengan ponsel di tangan.

Pesan dan panggilan yang terabaikan. Dari ibu mertuaku.

[Istrimu pingsan. Kami di rumah sakit. Dokter Viggo ingin bertemu denganmu sekarang]

“Kita harus menikah dalam waktu dekat. Hanya itu yang kuinginkan. Jika kau menolak, aku bisa mencari pria lain.”

Langkahku terhenti. Kupikir, jantungku tidak akan berdebar kuat saat telingaku mendengar perdebatan kecil mereka dalam jarak tidak terlalu jauh ini.

Kau salah besar, Dev! Kau terkejut, bukan? Wanita yang masih kau cintai itu akan segera menikah.

“Tapi aku ingin pernikahan yang sesungguhnya, Nona Lila Winter. Tidak akan mungkin sebuah pernikahan diisi dengan kebohongan. Apa kau sungguh tidak sependapat denganku?”

Kakiku maju satu langkah. Aku ragu untuk meneruskan, sebab otakku sudah memerintahkan kakiku untuk pergi dari sini dikarenakan dokter Viggo ingin bicara padaku. Ini perihal kesehatan istriku.

“Aku sependapat denganmu tentang itu, tapi aku tidak bisa mencintaimu dalam waktu dekat, sementara aku membutuhkan seorang suami untuk meyakinkan kedua orang tuaku secepatnya.”

Lagi-lagi, aku membiarkan diriku mendengarkan mereka. Suara Lila bergetar. Dalam larutnya malam dan keadaan sekitar yang sepi, tanpa perlu menoleh pun, aku bisa merasakan getaran suaranya.

Aku merasa begitu dekat dengan Lila di situasi seperti ini.

“Baiklah. Beri aku waktu dua hari untuk mempersiapkan pernikahan kita. Tapi, Lila Winter … aku ingin kau memastikan satu hal padaku.”

Apa? Apa itu? Kurasa, aku lebih penasaran dari Lila.

“Okay, katakan saja. Aku mendengarkanmu.” Lila terdengar setuju.

Tepat saat pria itu mengatakan tujuannya, ponselku berdering. Panggilan yang tidak bisa kuabaikan setelah sembilan panggilan yang sebelumnya kubiarkan, karena berada di ruangan bising tadi membuatku tidak bisa mendengar panggilan masuk dari ibu mertuaku.

Aku segera melangkah pergi, menjauh dari sana sambil menjawab panggilan dengan pikiran penasaran yang bercabang.

Apa yang terjadi pada Esme? Apa Lila akhirnya setuju untuk mengikuti permintaan pria itu?

Seharusnya aku sudah harus memutuskan untuk mendengarkan jawaban yang lebih ingin kuketahui.

𝐃𝐄𝐕𝐈𝐋: 𝐃𝐄𝐕&𝐋𝐈𝐋𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang