22. Tak Terduga

1.5K 287 1
                                    

—Devon Woody


Aku tidak sadar kapan si bengal ini berada di sisiku untuk bicara lirih di telingaku. “Tidak. Bukan seperti itu.”

“Lalu? Seperti apa sebenarnya?” Ruby penasaran.

“Aku juga tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya padamu, tapi yang jelas, kakak sepupumu bukan selingan untukku.”

Ruby tampak tidak puas. Suara Gray yang kesal, terdengar memanggil Ruby yang masih menunjukkan ekspresi ingin tahu terhadap jawabanku.

“Sebentar!” Mirip bentakan, Ruby melotot pada Gray. Dia kembali menatapku dengan mata lucunya yang menyipit seolah menunjukkan ketidaksukaannya padaku.

“Kak, dengarkan aku. Meski aku dan Lila sering terlihat tidak akur, tapi kami tetap saling peduli satu sama lain, bukan hanya karena kami ini keluarga. Aku tidak ingin kau bermain api di belakang istrimu dengan ikut mempermainkan perasaan Lila yang mungkin tulus untukmu.”

“Kau salah menduganya.” Cepat-cepat aku menjawab. “Aku yang lebih dulu mendekati Lila. Dia tidak pernah ingin terlibat denganku, tapi aku selalu mengejarnya, mengikutinya seolah aku berharap dia bersedia menerimaku.”

Ruby hanya mengerut dengan wajah masih terlihat tidak begitu paham, tapi aku yakin dia memahami apa yang kusampaikan padanya. Dia akhirnya berbalik. Mendekat ke arah Lila, Gray dan Haidan.

Kuikuti langkah Ruby yang berjalan di depanku. Kami semua akhirnya berpamitan pada pimpinan panti asuhan. Bukan hanya Lila yang sejak tadi mengawasi pria bernama Javas Janandra itu, tapi pria itu juga melakukan hal yang sama padanya.

Aku tidak ingin memahami situasi, tapi kupikir biarkan ini berlalu dengan begitu saja. Jika sesuatu di luar keinginan terjadi, aku bisa bertindak tanpa diketahui siapa pun.

“Kau harus menepati janjimu, Ruby.” Sebelum naik ke mobil masing-masing, Gray mengingatkan gadis itu.

“Pasti kutepati, Gray.” Walau nadanya kesal, Ruby masih tersenyum pada Gray yang tampak menahan berwajah masam dan mencibir diam-diam.

Perjalanan menuju motel terasa lebih cepat. Entah kenapa, aku tidak ingin pulang dan berharap bisa berduaan saja dengan Lila. Aku rindu mencium, menyentuh dan bicara kaku seperti biasa dengannya. Itu menyenangkan bagiku. Seperti menjadi kebiasaan rutin yang sukar untuk kuhilangkan dari jadwal keseharianku. Menjadi candu yang terekam, bahkan menyatu dengan tubuhku.

Aku dan Lila turun lebih dulu, sementara Gray memasukkan mobil ke arah dalam motel.

“Kau jujur. Itu bagus.”

Lila bicara di belakangku. Aku tidak bisa menoleh, karena itu akan terasa sangat menyiksaku bila tidak menyentuh atau menciumi wajahnya.

Tidak tahu harus menjawab apa, aku diam. Menatap ujung sepatuku dan membiarkan diriku tenggelam dalam ucapan serta peringatan Ruby yang memang benar adanya. Gadis muda itu mengatakan hal yang tepat sasaran.

“Sesuai janjiku, kita akan pulang hari ini.”

Itu Ruby. Dia bicara ketika tepat kakinya sudah menapak ke tanah. Lalu mengatakan sesuatu pada Haidan yang ikut turun dari mobil.

“Penerbangan sore ini.” Lila menegaskan, berdiri sedikit berjarak dariku.

Haidan menghampirinya dengan wajah berseri. Kenapa ada bocah lain lagi yang terlalu suka mencari perhatian di depan gadisku? Lila memang menarik. Semakin dingin sikapnya, semakin pria yang begitu ingin mendekati merasa tertantang. Tidak terkecuali denganku.

“Berikan nomor kontakmu. Lain kali, jika aku ke kotamu, aku pasti akan menemuimu.” Haidan menyodorkan ponselnya ke hadapan Lila.

Ruby langsung menyikut lengan Haidan. “Harusnya aku orang pertama yang kau temui jika datang ke kota tempat aku tinggal. Yang berteman itu, kita berdua. Kau sengaja lupa atau bagaimana?”

Bagus, Ruby! Katakan kebenaran lainnya.

Walau kemudian, baik Haidan atau Ruby sama-sama tertawa, aku tetap senang dia sudah mengatakan hal itu di depan Lila. Memperjelas hubungan muda-mudi di antara mereka.

Salam perpisahan yang kukira tidak perlu itu ternyata jadi akhir pertemuan kami dengan Haidan. Dia tidak bisa mengantarkan kami ke bandara karena ada urusan keluarga yang harus diselesaikan sesegera mungkin.

Tiba di bandara menggunakan taksi, aku keluar bersama Gray. Sementara taksi Lila bersama Ruby belum terlihat.

“Mereka jauh tertinggal?”

“Aku tidak terlalu memperhatikan.” Gray angkat bahu. Walau ucapannya tidak peduli, tapi matanya terus menjelajahi jalanan. Memastikan setiap taksi yang menepi di bandara.

Kuputuskan untuk masuk ke bandara dan mengecek keberangkatan lebih dulu, meski sudah pasti tanpa pergeseran jadwal.

“Sayang!”

Aku sudah biasa mendengar panggilan dan suara yang seperti itu. Ini di tempat umum. Bukan hanya—

“Devon!”

Pelukan dari samping. Dua lengan melingkar erat di tubuhku, sekeliling pinggang. Aku menoleh dengan cepat, menemukan sosoknya. Esme!

Ketika aku berniat untuk bertanya, mereka yang sepenerbangan denganku bermunculan.

Lila, Ruby dan Gray. Mereka menatapku dari sana. Aku pun melakukan hal yang sama. Bingung. Ini pertama kalinya aku berada dalam situasi seperti ini.

“Aku menyusulmu, setelah menghubungi kakak ipar.”

“Sean?” Aku tersentak seketika. Melupakan sejenak tatapan Lila yang menguliti dari sana.

“Bukan. Kak Sisy.”

Oh, wanita itu!

“Aku baru bisa terbang ke sini karena harus melakukan pengecekan kesehatan lebih dulu dan membujuk dokter Viggo, agar mengizinkanku pergi.”

Ah, sungguh sangat tidak terduga. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Sama sekali tidak. Mungkin karena Lila. Pikiranku selalu tentang Lila. Atau bisa saja karena Esme yang tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya padaku. Sialan!

“Siapa yang memintamu datang?” Menurutku, Sisy mungkin mencurigai sesuatu. Bisa jadi dialah yang mengadu pada istriku.

“Tidak ada. Aku yang memang ingin datang ke sini. Hitung-hitung perjalanan pertamaku lagi setelah dua tahun.”

“Ayah dan ibumu mengizinkan itu?” Karena seingatku, mereka pasangan suami istri yang protektif. Terkadang malah lebih berlebihan dari pada yang bisa Esme rasakan dan pada apa yang dapat kulihat.

Esme menyandarkan kepalanya di dadaku. “Mereka tidak tahu. Lagipula, kita tidak akan lama di sini. Kita berdua bisa pulang tidak lebih dari dua hari. Jadi jangan khawatir.”

𝐃𝐄𝐕𝐈𝐋: 𝐃𝐄𝐕&𝐋𝐈𝐋𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang