10. Bukan Teman Kencan

2K 346 5
                                    

—Lila Winter

Ini gila!

Bagaimana caranya agar mendorong jatuh tubuh Dev dari atas tubuhku?

Jari-jarinya begitu gencar mengusikku. Bahkan mulutnya itu, kurang ajar. Sangat meresahkan tubuhku.

“Menyingkir, Dev. Paman Sean atau bibi Sisy bisa datang tiba-tiba.”

Dev tidak juga mau berhenti. “Tenang. Mereka tidak mungkin naik ke atas sini.”

“Seenaknya kau bicara. Minggir!” Kutendang dia dengan sisa kekuatanku.

Bunyi berdebam membuatku sedikit tenang. Dia jatuh dengan tawa yang terdengar marah.

“Jangan memaksaku lagi.” Cepat-cepat kupakai kembali hotpants denim-ku. Tidak terburu, tenang tanpa gerak amarah.

Tawa Dev belum berhenti. Kali ini dia terbahak-bahak. Merebahkan diri ke tempat tidur, lalu menahan lenganku yang baru saja selesai menutupi bokong dan celana dalamku dengan hotpants. “Apa kau mengira aku akan berhenti?”

“Aku tahu kau tidak bisa berhenti sebelum mendapatkan keperawananku.”

Kilatan di mata Dev menyiratkan banyak arti. “Benar. Sampai kudapatkan atas dasar keinginanmu sendiri. Ketika kau bahkan dengan rela memberikannya untukku.”

Aku pun enggan melontarkan ketidakmungkinan akan hal itu. Khawatir bahwa aku bisa termakan ucapanku sendiri. “Kita lihat saja nanti.” Kubiarkan dia mencengkeram lenganku. Tidak kuhempas atau kutepis. Biarkan saja.

Sepertinya, Dev sudah selesai menatapku. Karena perlahan-lahan cengkeraman kuatnya itu terlepas. Dia menutupi wajahnya dengan satu telapak tangan.

Malu? Tersipu setelah menatapku nyaris satu menit? Oh, dia terlalu tua untuk merasakan hal yang seperti itu.

Aku bergerak menuju pintu. Hanya melirik sakelar, tanpa niat menyalakan lampu. Remang seperti ini menurutku lebih baik. Kubuka pintu, isyarat untuk membuatnya keluar dari kamar ini.

“Aku tidak akan pergi.”

Saat ancaman itu terucap, aku yang memilih pergi.

“Kau ini, benar-benar keras kepala!” Dev mengejarku. Menarikku yang berniat menuruni tangga.

“Tempati saja kamar itu. Ada banyak kamar lain di rumah ini.”

Dev menggertakkan giginya. Sosoknya masih saja menyimpan misteri di mataku.

“Dev, Lila? Kaliankah itu?”

Tanganku dilepas seketika, perlahan.

Di bawah tangga, bibi Sisy berdiri dengan gaun tidur panjangnya. Dia menggenggam sesuatu. Yang jelas, dari atas sini, aku tidak begitu yakin pada apa yang ada di dalam genggamannya. Yang pasti, bukan gelas.

“Hai, Kak. Sedang apa di sana?” Dev melewatiku begitu saja. Menuruni tangga dengan cepat, menghampiri bibi Sisy.

Istri paman Sean itu memberi tatapan ingin tahu ke arahku. Walau dia baik, aku kurang begitu menyukainya. Paman Sean dan Onyx-lah yang membuatku bersedia menginap di rumah ini.

Aku berbalik. Kembali menuju kamarku. Siapa pun tahu, aku tidak menyukai basa-basi. Termasuk pada bibi Sisy yang menurut cerita, pernah menyukai ayahku.

Bukan karena hal itu yang jadi penyebab aku tidak terlalu menyukainya. Melainkan pada tatapannya untukku yang selalu ‘berbeda’ yang kurasa jadi masalahnya.

Bagiku, tidak masalah bahwa dulu paman Sean begitu menggilai ibuku dan teramat menyayangiku serta Ray sedari kecil. Karena paman Sean pernah mengakui hal itu ketika terakhir kali kami bertemu.

𝐃𝐄𝐕𝐈𝐋: 𝐃𝐄𝐕&𝐋𝐈𝐋𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang