34. Berikan Suamimu Untukku

1.4K 271 15
                                    

—Lila Winter

“Itu—”

“Tolong baca lagi sampai lembaran seterusnya. Kau akan memahaminya perlahan-lahan.”

Kucoba melakukan apa yang dia minta. Terus membaca, walau pikiranku seketika merasa ini gila dan mustahil untuk kulakukan.

“Kau menginginkan bayi dariku?”

Dia mengangguk dengan canggung. “Benar. Bayimu dan Devon. Kalian bisa menikah, lalu memiliki bayi bersama. Namun seperti keinginanku, izinkan bayi pertama kalian jadi milikku. Maksudku, aku ingin menjadi ibu. Biarkan bayimu memiliki dua ibu.”

Kurasa, aku menilainya terlalu tinggi. Dia gila. Tidak waras dan mengajak orang lain untuk ikut gila bersamanya. “Kenapa kau mengira aku akan bersedia melakukannya?”

Dia gugup. Bingung sambil memijat keningnya dengan jemari yang gemetar. “Karena aku begitu putus asa. Aku tidak memiliki apa pun yang bisa kuberikan kepada Devon, selain beban kehidupan yang berkepanjangan.”

Persetan dengan semua itu. Dia pikir aku semurah dan semudah itu? Oh, tentu saja tidak, nyonya Woody. “Devon menginginkan keturunan darimu?” Pastikan ini terlebih dahulu.

Kepala perponi samping itu, menggeleng. Frustrasi tergambar jelas bukan hanya dari raut wajahnya, tapi juga bahasa tubuhnya. “Devon tidak pernah memaksa. Namun sebagai seorang wanita dan istri, aku tahu dia menginginkan setidaknya, satu keturunan yang bisa membahagiakan masa depan hubungan kami.”

Oh, aku meragukan itu. Wanita ini jelas sekali hanya lari dari rasa takutnya dan menutupi kekurangannya dengan mengorbankan orang lain.

“Dari mana kau bisa tahu aku akan setuju?” Karena lagi-lagi, seharusnya dia tahu kami berdua ini hanya dua wanita beda generasi yang asing satu sama lain. Berani dan lancangnya dia meminta bantuan seperti ini padaku, terlepas seberapa rumitnya masalah yang tengah dihadapinya.

“Aku hanya berusaha mencoba. Seperti kataku tadi. Aku terlewat putus asa hingga nyaris kehilangan harapan, sampai kuingat untuk mencoba satu cara gila ini padamu. Aku akan terus berusaha sampai di luar batasanku.

“Ini wujud harapanku yang tidak boleh padam begitu saja. Aku memang ingin memiliki bayi, tapi lebih bermimpi bisa mempersembahkannya untuk suamiku.”

Omong kosong! Wanita ini gila! Lebih gila dari yang bisa kubayangkan tentang dirinya. “Dan ... kenapa harus aku?”

Kekalutan di wajah itu memudar sekilas. “Karena kau satu dari dua wanita yang selama ini pernah kulihat bersama Devon. Apalagi, sampai diperkenalkan olehnya sebagai teman. Suamiku tidak menjalin pertemanan dengan lawan jenis. Itu yang kutahu. Jadi, kupikir, kau bukanlah orang yang asing untuknya.”

“Kenapa tidak dengan wanita muda yang satunya?”

Yang kumaksud itu Ruby sepupuku. Pasti akan gila jadinya jika dia bertemu dengan Esme.

“Entahlah. Sejak awal, aku merasa kaulah yang lebih tepat. Kalian berdua sama cantiknya. Dan aku tidak salah pilih, karena setelah aku mencari tahu, ternyata wanita muda itu seorang penyanyi. Itu hanya akan semakin membuat sulit jika aku berani mencoba padanya.”

Dia hanya tidak tahu bahwa aku bisa lebih menyulitkannya pada situasi apa pun. Tunggu. Sama cantiknya? Apa dia pikir aku boleh dihamili oleh suaminya karena diriku ini cantik?

Huh, licik. Dia tidak menyadari, bahwa antara rasa putus asa yang membelenggunya, ada keserakahan yang pasti akan membuatku jadi wanita paling bodoh di dunia yang setuju melakukan ini.

“Apa yang bisa kau tawarkan padaku sebagai bayaran atas anak yang akan kulahirkan untuk kalian?” Rasa mual mendadak menghinggapi kerongkonganku.

“Apa pun. Walau kau mungkin wanita yang berasal dari keluarga kaya, tapi jika kau membutuhkan uang dalam jumlah besar sekalipun, aku akan mengusahakannya.”

Huft. Aku harus punya cara untuk membuatnya berhenti, bukan? Ah, persetan denganmu, nyonya Woody. Dia telah membuatku tersinggung dan marah. Perasaan ini tidak akan hilang dengan mudah. “Apa pun? Kau yakin bisa memberikannya padaku?”

Antara rasa marah dan menginginkan, seketika bersatu di dalam tubuhku. Kalau dia ingin bermain gila, ayo coba ajak aku  untuk benar-benar ikut dalam permainan gilanya tidak dengan setengah hati.

“Katakan. Apa yang kau inginkan?” Wajah harap-harap cemas. Dia menatapku dengan saling meremas tangannya.

“Suamimu. Aku menginginkan suamimu dan akan kuberikan bayinya hanya untukmu. Bagaimana?”

Dia terdiam. Kaku dan canggung di tempat. Seperti baru saja tersambar petir, bukan di siang bolong. Ini nyaris memasuki senja.

Jika dia memang wanita gila seperti yang kuperkirakan, maka—

“Kenapa kau menginginkan suamiku?”

Dan kenapa baru sekarang kau bertanya, wanita bodoh? “Karena aku tidak memiliki alasan apa pun untuk menyetujui keinginanmu itu. Mengenai bayaran yang bersedia kau berikan, kuberitahu padamu tanpa bermaksud untuk sombong.

“Winter Company didirikan oleh kakekku dan diwariskan pada ayahku. Kau pun pasti tahu, di situasi seperti itu, berlaku aturan bahwa keturunan dari merekalah yang akan menjalankan bisnis selanjutnya.

“Aku, Lila Winter, putri sulung dari Kaiser Winter. Kau tahu artinya, bukan? Aku tidak kekurangan apa pun dalam hidupku. Bahkan bisa membeli harga diri siapa saja yang rela menjualnya demi keluarga kami. Apa sekarang kau mengerti, Nyonya Woody?”

Dia mengangguk, tapi mulutnya sudah beberapa kali terlihat terbuka dan menutup kembali. Seolah apa yang ingin disampaikannya selalu enggan terucap olehnya.

“Jika kau tidak membiarkan suamimu jadi milikku, maka jangan minta aku melakukannya.”

Dia langsung menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

Sejak awal, Esme Woody telah salah memilih lawan. Aku memiliki segalanya. Tidak ada yang perlu kugadaikan hanya untuk seorang pria. Bahkan aku tidak bersedia dipermainkan seperti ini. Aku benar-benar merasa terhina!

“Apa kau menyukai suamiku?”

Haruskah aku menjawab ‘ya’ untuk menambah ketidakwarasannya? “Tidak. Kami benar-benar hanya berteman.”

Dia mengernyit begitu dalam. Kupikir, ada rasa kesal yang tersimpan nyata di balik raut kebingungannya. “Lalu, kenapa?”

“Menurutku, hanya itu harga yang setimpal setelah uang yang bisa membeli segalanya.”

Aku memang harus menekannya sampai ke dasar. Dia sudah coba membuatku marah hanya dengan memintaku untuk jadi wanita yang bersedia hamil dan melahirkan untuknya.

Hidupku tidak sulit seperti wanita lain yang mungkin terpaksa melakukannya demi uang. Hidupku bergelimangan harta dari ayahku. Bisa dikatakan, tidak akan mudah habis meski waktu terus berlalu. Jadi, apa aku harus punya alasan lain untuk setuju melakukannya demi Dev dan istri gilanya ini?

“Begini, Lila …” Esme masih gelisah sambil meremas jari jemarinya. “Andai aku setuju, apa kau sungguh akan memberikan bayimu nanti untukku?”

𝐃𝐄𝐕𝐈𝐋: 𝐃𝐄𝐕&𝐋𝐈𝐋𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang