—Lila Winter
“Hijau.” Gray menunjuk ke arah kiri kami.
Tepat ketika langkah kami beriringan mendekati bus dengan warna hijau terang itu, hujan turun secara mendadak dari langit yang tidak suram.
Aku nyaris tertahan dengan tangan yang saling menarik kedua lenganku ke arah yang berbeda.
Stop! “Biarkan aku berjalan sendiri, okay?”
Keduanya serentak melepas tanganku. Aku memiliki kesempatan yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin atau kedua pria ini bisa mengacaukan peluang tepat yang kumiliki.
Menjadi yang pertama naik ke bus, kulihat Gray menyusul dan Dev paling akhir. Di dalam bus yang penuh sesak pun, aku diamit oleh dua pria tampan berbeda generasi ini.
“Pegangan,” bisik Dev lembut. Selembut tatapannya. Dia membantuku tetap nyaman dalam situasi ini.
Aku mengikuti perintahnya. Mencengkeram erat pegangan di atas kepalaku. “Kau tahu kita harus turun di mana?” Pertanyaan ini untuk Gray, tapi dia malah menggeleng.
“Tempat tepatnya aku tidak tahu. Kupikir, kau yang tahu.”
Bukan tidak tahu. Aku lupa. Begitu lama sampai terakhir kali aku berkunjung ke sana.
Pusat kota kecil dan desa terpencil jadi pilihan yang tepat untuk bersembunyi bagi Ruby. Meski nanti mungkin aku dan dua pria ini harus berjalan ke pelosok desa, setidaknya kami punya petunjuk dari salah satu penduduk di sana.
“Kita bisa menikmati jajanan pinggir jalan sambil melihat-lihat.” Dev menunjuk jajanan yang mulai dihidangkan para penjual di atas meja mereka di pinggir jalan.
“Ide bagus. Aku memang sangat lapar sejak tadi. Jika beruntung, kita mungkin bisa menemukan Ruby di sini.” Gray menyambut. Matanya menyapu seluruh tempat di depan kami.
Semua makanan yang berpotensi enak dan meninggalkan kesan, berakhir di perut kami.
Aku, Gray dan Dev bahkan tidak mengeluhkan apa pun. Di sini nyaman. Kota kecil yang tertata kerapiannya dan terasa sedikit sunyi.
“Berjalanlah terus sampai enam ratus meter. Akan ada hutan sebagai penyambung antara tempat ini dengan desa yang kalian maksud.” Seorang penjual mie memberitahu.
Kakiku tidak lagi kuat rasanya. Gray pun tampak lelah. Hanya Dev yang terlihat sangat baik-baik saja. Benar. Tentu saja begitu. Dia melakukan hal yang sangat membahayakan diri dan keadaan sekitarnya selama ini. Bahkan orang-orang terdekat pun tidak luput dari sasaran musuhnya.
“Mau kugendong?” Pertanyaan lembutnya terucap lirih di telingaku.
Aku menggeleng. Meski hati tidak dapat menolak tawaran manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐄𝐕𝐈𝐋: 𝐃𝐄𝐕&𝐋𝐈𝐋𝐀
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚. 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐃𝐞𝐯 𝐝𝐚𝐧 𝐋𝐢𝐥𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐣𝐞𝐛𝐚𝐤 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐡𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐚𝐧𝐠𝐠𝐮𝐧𝐠𝐣𝐚𝐰𝐚𝐛𝐤𝐚𝐧.