2. Tyga

4.2K 460 0
                                    

Lila Winter

Dia menarikku dari posisi bersandar di mobil. Mengusap-usap punggungku, tanpa mengatakan apa pun. Bahkan tidak menatapku sama sekali. Sedikit mendongak, aku melihat pandangannya lurus melewati kepalaku.

Dia bertubuh tinggi. Aku berada tepat sedikit di bawah pundaknya. Padahal, aku tidak begitu pendek. Seratus enam puluh tujuh, sepertinya.

Apa dia berusaha minta maaf karena sudah membuatku terdorong keras seperti tadi?

Aneh saat kubiarkan dia mengusap-usap punggungku, seolah kami ini akrab.

Hei, apa karena dia membuatku merasa tertekan?

Hmm, mungkin.

Biasanya, hal ini hanya dilakukan oleh ayah dan para pamanku. Untuk Ray, bahkan aku tidak mengizinkannya menyentuhku.

“Masuk. Jangan keluar sebelum aku memintamu, Nona. Aku sungguh-sungguh saat memperingatimu.” Dia menatapku kali ini. Dengan matanya yang meneliti.

Apa yang coba dia teliti dariku?

“Dapatkan dia dan potong lehernya! Bawa kepalanya untuk Bos!”

Jantungku serasa meluncur jatuh ketika mendengar suara penuh amarah dari luar semak-semak.

Bekapan di mulutku barusan saja terjadi. Pria ini mungkin memprediksi bahwa aku pasti akan berteriak dalam situasi seperti sekarang.

Kami saling menatap. Pria itu tidak berkedip. Hanya tampak seperti sedang sangat berkonsentrasi daripada terlihat ketakutan.

Situasi yang mungkin biasa saja baginya. Malah bisa jadi, dia sudah sering mengalami hal-hal menakutkan seperti ini.

“Jika tidak, leher kalian yang akan kutebas sebagai gantinya!” Teriakan dengan suara yang sama. Suara pria yang tadi memerintah.

Tubuhku gemetar, walau bisa kupastikan wajahku saat ini terlihat nyaris tanpa ekspresi. Aku yakin begitu. Tidak perlu berlatih atau berpura-pura, aku memang mewarisinya dari ayahku. Hampir semua sifatnya diturunkan padaku.

Kedua kakiku rasa-rasanya sudah siap terkulai ke tanah, jika tidak kuperingatkan melalui perintah otak agar terus kuat bertahan.

Suara-suara di luar begitu ribut awalnya, sampai kemudian senyap.

Firasat buruk!

Aku yakin apa yang akan terjadi—

“Ingatlah peringatanku ini, Nona. Bila aku tidak kembali dalam sepuluh menit, segera pergi dari sini. Lindungi dirimu sendiri bagaimana pun caranya.” Dia bicara di depan wajahku, begitu dekat. Hingga napasnya menyentuh kulitku. Aroma mint, bukan rokok.

Aku tidak gila untuk menyerahkan diriku pada keadaan yang teramat dekat dengan kematian.

Ancaman yang barusan itu bukan gertakan. Aku yakin mereka tidak punya waktu untuk bermain petak umpet dengan pria yang sedang bersamaku ini.

Berapa kali aku harus merasa yakin dan memperingati diri? Bahwa ini adalah keadaan genting. Antara hidup dan mati.

“Cepat masuk!” Dia membentak, tapi tidak dengan suara yang keras. Lalu mendorongku. Cukup kuat.

Nyaris saja aku terjatuh. Kakiku lemas, bukan karena apa-apa.

Sempat kulihat dia pergi meninggalkanku dengan tergesa. Kaki-kaki panjangnya melangkah lebar dalam kecepatan setengah berlari.

Semak terbuka. Kudengar teriakan. Itu suara orang—lebih dari satu—yang seperti akan menyerang.

Membuka dan menutup pintu mobil dengan hati-hati, kurasa sekarang tugasku hanya menunggu.

𝐃𝐄𝐕𝐈𝐋: 𝐃𝐄𝐕&𝐋𝐈𝐋𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang