—Lila Winter
“Kau takut?” bisikku. Dan kulihat Gray mengangguk. “Yang benar saja.” Kudorong wajahnya menjauh dariku.
“Lilaaa!” Seperti bocah, Gray bersiap memelukku. Malahan merengek. Di luar, Pretty Wings masih saja berusaha membuka pintu dan menggedor-gedor kaca jendela mobil.
“Jangan berisik. Diam dan lihat apa yang dia lakukan pada mobilmu.” Aku mengerut marah, sekaligus menunjuk ke arah Pretty Wings yang sedang beraksi.
“Lila, aku benar-benar ketakutan.” Gray memberitahuku lagi. Sangat dekat. Nyaris mencium daun telingaku.
Aku memberinya ekspresi tidak tertarik. Mengabaikannya dan lebih memperhatikan apa yang sedang dikerjakan Pretty Wings di luar sana.
Hei, hei. Dasar orang gila! Tiba-tiba saja dia meraih sebuah batu besar tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ah, benar-benar gila!
“Gray, cepat keluar!”
“Apa?”
“Keluar kataku.”
“Tapi—”
“Kau mau dilempari batu olehnya?” Mendorongnya ke arah pintu, aku tidak tahan dengan gerak lamban dan ragu-ragu darinya.
Gray akhirnya menurut setelah aku berusaha menyingkirkan tubuhnya untuk membuka pintu.
Batu besar itu sudah dilemparkan oleh Pretty Wings dan lolos masuk ke tempat dudukku. Gray tengah mematung di samping mobil.
“Lari!” Aku berteriak padanya.
Menyusul Gray yang telah lari karena perintahku, aku tidak sadar bahwa Pretty Wings meraih rambutku. Dia menariknya dengan kekuatan penuh, sementara aku berusaha menggapai apa pun yang bisa kudapatkan.
Kotak tisu yang ada di dashboard. Walau tidak berat, setidaknya bisa menghalau si wanita gila ini.
“Lila!”
“Lilaaaa!”
Di luar, Gray yang terasa lebih mirip orang gila, terus menerus meneriakkan namaku.
Dia ketakutan seperti pengakuannya padaku tadi. Tidak melakukan apa pun selain hanya kudengar teriakannya.
Kotak tisu berhasil kupukul ke tubuh Pretty Wings yang sedikit lebih kurus dariku. Dia mengerang marah, tapi sempat melepas cengkeramannya di rambutku.
Aku berhasil keluar lewat pintu pengemudi dan membantingnya, sebelum Pretty Wings berhasil menyusulku.
“Kenapa masih di sini? Lari dan minta bantuan, Bodoh!” Aku memaki Gray yang lemas tidak berdaya.
“A-aku—”
“Jangan takut. Ada aku. Ayo!” Kupegang pergelangan tangannya erat-erat. Menariknya kasar agar mengikutiku.
Kami berlari. Aku memimpin di depan. Mencari tempat yang pas di malam yang kian sunyi. Perempatan masih sedikit jauh dari tempat kami berada.
“Lila, kita sembunyi di situ.” Graymenunjuk ke arah sampingnya.
Lorong gelap di belakang dua bangunan yang berdampingan. Tempat yang sepertinya tidak digunakan lagi. Atau mungkin akan dirobohkan untuk membangun sarana lain.
Dia menarikku ke sana. Gelap. Tidak ada cahaya sama sekali, kecuali dari langit malam di atas kepala kami.
“Keluarkan ponselmu. Cari bantuan. Telepon siapa saja yang bisa membantu.” Aku memerintah, tapi mataku menatap ke jalanan di luar sana. Berharap sungguh bahwa Pretty Wings tidak akan mengejar kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐄𝐕𝐈𝐋: 𝐃𝐄𝐕&𝐋𝐈𝐋𝐀
Romance𝟐𝟏+ 𝐀𝐫𝐞𝐚 𝐝𝐞𝐰𝐚𝐬𝐚. 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐃𝐞𝐯 𝐝𝐚𝐧 𝐋𝐢𝐥𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐣𝐞𝐛𝐚𝐤 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐡𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐚𝐧𝐠𝐠𝐮𝐧𝐠𝐣𝐚𝐰𝐚𝐛𝐤𝐚𝐧.