Epilog

563 61 55
                                    

Juno membanting beberapa lembar kertas di atas meja kerja Dion. "Inikan yang selama ini kalian, dan orang tuaku mau? Jadi trending topik, pusat perhatian, popularitas menanjak."

Di hadapan Juno, Dion, terperangah. Dia belum pernah melihat Juno berani menatap nyalang padanya seperti ini.

Dion pun meraih kertas yang tadi Juno banting. Kertas itu berisi print out grafik trending topik media sosial, kenaikan jumlah follower, dan rating stasiun televisi yang semalam menayangkan acara di Bali yang akhirnya Juno hadiri secara virtual.

"Aku mau menyudahi kerjasama dengan manajemen ini. Semua selesai setelah albumku sepenuhnya rilis," kata Juno lagi sambil meletakkan sebuah map.

"Jun, tolong kamu ...."

"Sorry, Bang. Ini sudah final."

"Tapi papa kamu dan manajemen ini sudah lama menjalin kerjasama. Apa papa kamu setuju dengan ini?"

Juno tersendiri asimetris. "Persetujuan Papa bukan lagi sebuah pertimbangan mutlak untuk karierku," tandas Juno sebelum akhirnya melenggang pergi keluar ruangan.

Langkah Juno terhenti saat baru saja dia menutup pintu ruangan Dion. Tatapannya pun langsung terarah tajam pada perempuan yang sedang berjalan ke arahnya. Perempuan yang dekat dengannya, yang dia begitu percaya, nyatanya adalah penyakit kronis yang terus menggerogoti dirinya.

"Jun--."

"Jangan sebut namaku."

"Herjuno!"

"Mulai hari ini, kamu bukan asistenku lagi. Terima kasih atas semuanya. Uang pesangon akan aku transfer secepatnya. Setelah itu, tolong email saja semua jadwalku yang ada di kamu. Aku akan atur sendiri mulai sekarang sebelum dapat pengganti kamu."

Perempuan yang Juno ajak bicara itu menggeleng kuat. "Nggak, Juno. Kamu nggak bisa pecat aku!"

"Kenapa nggak bisa? Masih bersyukur, aku nggak bawa kamu ke kantor polisi karena kamu jadi otak penyerangan Cattleya di apartemen."

"Perempuan itu pantas mendapatkan lebih! Biar dia tahu diri kalau dia nggak seharusnya terlalu dekat sama kamu!"

"Terus siapa perempuan yang layak dekat sama aku? Kamu?" Juno menatap perempuan itu dengan tatapan marah sekaligus sedih. Rasanya begitu terluka dengan apa yang asisten pribadinya itu lakukan.

Perempuan itu diam. Dia terkejut dengan Juno yang ternyata bisa begitu tegas dan lugas. Biasanya Juno hanya cengengesan, penurut, dan lembut.

"Dengan cara apa kita harus dekat, Metta? Dengan cara saling raba seperti yang kamu lakukan di Surabaya itu? Menggelikan!"

"I-- itu ... Bang Dion yang suruh."

"Cukup dengan semua penjelasan kamu. Aku lelah." Juno sudah hendak melangkah pergi, tetapi Metta mencekal lengannya.

"Kamu nggak bisa pecat aku, Juno! Nggak bisa!" Metta tiba-tiba berteriak.

"Cuma aku yang boleh deket sama kamu. Kalau aku nggak bisa,  yang lain pun nggak." Tatapan Metta tiba-tiba berubah seperti orang kehilangan akal.

Tanpa aba-aba, Juno dikejutkan dengan gerakan Metta yang menodongkan sebuah cutter. Gadis itu bahkan nyaris menggores leher Juno jika seseorang tidak menghentikan pergerakan tangannya dengan sigap.

"Turunkan, atau aku buat tangan kamu patah!" Suara ancaman itu terdengar tidak main-main, tetapi melihatnya, Juno justru tersenyum. Dia tidak berkomentar. Seolah membiarkan dirinya menjadi penonton.

Cengkeraman di tangan Metta semakin menguat. Gadis itupun mengaduh dan menyerah, menurunkan tangannya.

"Apa belum cukup kamu nyakitin Juno?"

Deal with Mr. Celebrity (Tersedia dalam Bentuk Buku dan PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang