Pria itu telah tertidur lelap, setelah Soonyoung memaksanya untuk makan dan meminum obatnya, supaya ia segera pulih dan bisa beraktivitas kembali. Ini pertama kalinya, ia melihat Jihoon sakit. Ya, itu benar. Yang ia tau, Jihoon itu seseorang yang kuat dan bahkan nekat dalam melakukan sesuatu yang ingin ia lakukan, walau seharusnya itu mustahil ia lakukan. Dan lihat, hari ini pria nekat itu terbaring lemas di atas kasur dengan wajah pucat dan bibirnya yang kering.
Soonyoung yang tadinya duduk di tepi kasur Jihoon, beranjak dan memilih untuk melihat isi kamar pria itu, selagi si pemilih tertidur. Kamar ini, terbilang cukup besar untuk ditepati satu orang. Sungguh sangat berbeda, karena di dalam kamar ini, ada ruangan lagi di sayap kanan untuk bersantai dan walk in closet yang bisa Soonyoung lihat dari tempat ia berdiri, karena pintu dari ruangan itu transparan.
Soonyoung berjalan ke arah balkon, membuka pintu tersebut dan membiarkan udara segar masuk ke dalam kamar Jihoon. Lalu, setelah itu pergi melihat-lihat rak penyimpanan barang-barang milik Jihoon yang tersusun dengan rapih. Selera pria satu ini, dalam mengoleksi barang memang cukup aneh. Pedang, pisau dan beberapa senjata api? Tidak masalah, hanya saja–ah, sudahlah.
"I-Ibu...a-andwae...jangan dia, ku mohon...hiks...ibu, jangan" Soonyoung berbalik dan mendapati Jihoon yang tertidur terlentang, dengan tubuhnya yang gemetar hebat. Tangannya mencengkram selimut yang ia gunakan dengan erat, dan terlihat bahwa ia tengah ketakutan sekarang.
"Jihoon..."
"Tidak, aku tidak ingin seperti ibu...aku tidak mau, a-aku ingin menjadi diriku sendiri...hiks" Soonyoung segera menghampiri Jihoon, menepuk pelan pipi pria itu agar segera sadar dan membuka matanya.
"Jihoon, sadarlah...Jihoon?" Panggilnya, tapi tubuh Jihoon semakin gemetar hebat, peluh kini membasahi pelipis dan keningnya.
"Jihoon! Lee Jihoon!" Pekik Soonyoung sambil mengguncangkan tubuh Jihoon.
Dan seketika, pria itu membuka matanya dengan nafas yang terengah-engah dan airmata yang masih terus keluar dari ujung matanya. Kemudian ia bangkit, dan membuka laci nakasnya tak sabaran, mengambil sebuah botol berisi obat yang entah apa itu, lalu menuangkan beberapa pil obat secara asal dan hendak meminum semua pil itu, jika saja Soonyoung tak menahannya.
"Apa yang kau lakukan?! Kau bisa overdosis dengan minum pil sebanyak itu, Jihoon!" Kata Soonyoung, lalu merebut semua pil dan botol obat itu dari tangan Jihoon dan meletakkannya di atas meja nakas.
Ia menatap Jihoon, "kendalikan dirimu Jihoon, kau bisa dengar aku kan?" Pria itu tak bergeming, ia masih sangat ketakutan dengan bola matanya yang bergerak gelisah.
"Lee Jihoon!!" Tubuh Jihoon tersentak kaget, begitu mendengar suara Soonyoung yang membentaknya. Ia menatap Soonyoung setengah terisak, kemudian pria itu meraih tubuhnya dan membawanya ke dalam sebuah pelukan yang membuatnya sedikit lebih tenang.
Seketika Jihoon terasa begitu lemas, ia hanya bisa terisak di pelukan Soonyoung, sedangkan pria itu mengelus dan menepuk-nepuk pelan punggung Jihoon. Bukankah, Jihoon sudah berhenti mengalami mimpi buruknya? Lalu sekarang, kenapa ini terjadi lagi dan sejak kapan?
•••
Meeting hari ini selesai, Seungkwan menghandlenya dengan cukup baik. Itu kenapa, Jihoon tak lagi meragukan kinerja dan sangat percaya pada Seungkwan. Pria itu pergi ke ruangannya, dengan membawa beberapa berkas laporan keuangan yang baru saja diberi oleh Jeonghan tadi.
Sesampainya ia di dalam ruangannya, ia terkejut ketika mendapati Vernon berdiri didepan meja kerjanya, sembari meletakkan bungkusan berwarna putih ke atas mejanya. Melihat itu, sontak Seungkwan segera menutup pintu ruangannya kembali dan menghampiri pria blasteran tersebut.
"Yah, kau kenapa disini? Tuan Lee, kau tidak menjaganya?" Tanya Seungkwan saat melihat Vernon.
"Ah–aku tadi izin sebentar ke Soonyoung, aku ingin pergi dan takkan lama. Aku kesini, hanya ingin memberimu makan siang ini" Ujar Vernon sambil mengelus tengkuknya canggung.
Seungkwan menyernyitkan keningnya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah bungkusan berwarna putih yang baru saja Vernon letakkan. Itu makan siang? Untuk apa ia repot-repot membelikan ini untuknya, lagi pula ia bukan tipe orang yang lupa dengan agenda makan.
Seungkwan meletakkan berkas yang ia bawa di atas mejanya, lalu membuka bungkusan putih tersebut dan menemukan sebuah wadah berisi Soup pasta dan Jus Apel favoritnya. Kemudian, ia menatap Vernon.
"Darimana kau tau makanan favorit ku?" Tanya Seungkwan yang terkejut.
"Ah itu–hanya, eumm...aku menyukaimu"
"Ne??!"
•••
Jihoon sudah lebih tenang, hanya saja ia tak bisa kembali menutup matanya karena mimpi buruknya tadi. Ia juga tidak tau, kenapa mimpi itu kembali datang padanya, sejak sebulan yang lalu. Bahkan, mimpi itu semakin mengerikan dan menyeramkan, dan terasa begitu nyata bagi Jihoon.
Jihoon menoleh ke arah Soonyoung yang masih setia duduk di tepi kasurnya, sembari mengelus tangan kanannya. Kemudian, Jihoon menarik tangannya dari genggaman Soonyoung, dan berbalik menjadi tertidur memunggungi pria itu.
"Pulanglah, aku sudah baik-baik saja. Terima kasih sudah kesini, dan... mengkhawatirkan ku" Ujar Jihoon terdengar begitu lirih, hingga nyaris tak terdengar oleh Soonyoung sendiri.
"Tidak, aku akan disini–"
"Rena akan mencari mu, dan tak sepantasnya kau disini..."
"Aku tidak peduli. Aku akan tetap disini, biarpun kau mengusirku pergi, Jihoon" Jihoon menghela nafasnya, betapa keras kepalanya pria ini sekarang.
Suasana kamar itu, mendadak begitu hening setelah keduanya memilih diam dan enggan untuk memulai kembali pembicaraan mereka. Jihoon masih dalam posisi membelakangi Soonyoung, dan Soonyoung pun demikian. Juga duduk membelakangi Jihoon, walau sesekali ia mencuri-curi pandang untuk melihat ke arah Jihoon.
"Haruskah ku batalkan, bagaimana dengan ayahku?" Jihoon berbalik, menatap Soonyoung yang kini memunggunginya.
"Maksudmu?"
"Ucapan mu tempo hari, ada benarnya. Haruskah aku membatalkan pernikahan itu?" Ujar Soonyoung masih dengan posisi yang sama.
"Semua keputusan, ada dalam kendali mu. Komentarku, tidak akan berpengaruh sama sekali untuk keputusan dan takdir yang kau pilih nantinya" Sahut Jihoon.
"Aku ingin membatalkannya..."
"Apa alasanmu?" Tanya Jihoon seraya menatap punggung pria itu dengan heran.
"Aku ingin mengutamakan kebahagiaan ku, seperti katamu. Sekaligus, membuat orang lainnya juga ikut bahagia bersama ku, mungkin?" Ujar Soonyoung sembari berbalik, menatap Jihoon. Pria itu meraih tangan Jihoon, lalu tersenyum ke arahnya.
"Kau mau?"
"...rasanya seperti mimpi"
#Two_Sides
—
Met malming, ayo siapkan diri buat eps selanjutnya bakalan nyulut emosi kayaknya, jadi siap2 dulu, stay safe ya <3~!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Sides || Soonhoon
Fanfiction[Version :1/2] - "He just wants to feel what the happiness is in his life" - ⚠️ B×B Rated [🔞] TW// many harsh words, murder, traumatic, etc. Homophobic ❌ Tidak untuk ditiru, jadilah pembaca yang cermat. • Not for minor!! • - Happy Reading - © L I A...