Jihoon menghentikan langkahnya, dengan begitu pria yang berjalan mendahuluinya juga ikut menghentikan langkahnya secara spontan dan berbalik ke arahnya. Ia menatap pria itu sembari berjalan maju untuk berdiri lebih dekat dengan pria didepannya.
"Kau benar-benar membatalkan pernikahan mu dengannya?"Ujarnya memecah keheningan.
Soonyoung menghela nafasnya, "Ya, aku membatalkannya"
"Jika kau membatalkannya, kau seharusnya memberinya pengertian terlebih dahulu, jika begini dia bisa salah paham Soon–"
Pria di depannya itu menghela nafasnya, lalu menarik tengkuknya dan membungkam bibirnya dengan sebuah ciuman tanpa aba-aba yang tentu saja membuat Jihoon terkejut. Lebih terkejutnya lagi, ketika tubuh Jihoon dipojokkan ke dinding dan pria itu semakin dalam melumat bibirnya. Jihoon hanya terdiam, tak berniat membalas lumatan pria itu, ia hanya memejamkan matanya membiarkan Soonyoung menciumnya.
"Jihoon-ah..." Jihoon membuka matanya, menatap mata pria di depannya.
"Kau tau, aku membatalkan pernikahan itu karena aku ingin bersamamu, aku ingin bahagia bersamamu–"
"Tidak! Kau tidak akan bahagia bersama ku Soonyoung" Bentak Jihoon, lalu mendorong tubuh pria itu menjauh darinya. Ketika Jihoon ingin beranjak meninggalkan tempat itu, Soonyoung menahan pergelangan tangannya.
"Darimana kau tau, jika aku tidak akan bahagia bersamamu?" Tanya Soonyoung. Namun, Jihoon tak bisa menjawabnya. Pria itu hanya diam, tanpa berniat menatapnya.
"Lalu, bagaimana jika kita bisa bahagia bersama Jihoon-ah?" Lagi dan lagi, Jihoon hanya terdiam. Lalu kemudian, Jihoon menghela nafasnya dan melepaskan tangan Soonyoung yang menggenggam pergelangan tangannya dan berjalan pergi tanpa sepatah katapun.
"Kau benar-benar membuatku bingung. Setelah kau menyuruhku pergi dan melupakan semuanya, tiba-tiba kau datang kembali dan bilang untuk mengutamakan kebahagiaan ku, seolah kau meminta ku untuk kembali, Jihoon. Lalu sekarang apa, aku benar-benar tak mengerti maksudmu dan perilaku mu ini" Seketika Jihoon menghentikan langkahnya. Ia memejamkan matanya sejenak, setelah mendengar rentetan kalimat yang diucapkan pria itu.
Memang, memang ada keinginan didalam diri Jihoon agar Soonyoung kembali padanya. Tapi, disisi lain ia takut akan melukai pria itu, bahkan membuat pria itu menderita jika terus bersamanya. Ia tidak mau itu semua terjadi.
"Maaf, aku memang seharusnya tidak seperti ini. Maaf, aku membuatmu bingung Soonyoung-ah. Pergilah, kebahagiaan mu bukanlah bersama ku...kali ini, aku benar-benar menginginkan mu untuk pergi" Ujar Jihoon tanpa berbalik. Berat rasanya mengucapkan semua itu, Hati dan Egonya kini bentrok, tak sejalan dengan apa yang seharusnya. Ia lebih memilih Egonya, dibandingkan hatinya untuk saat ini, demi kebaikan bersama.
"Tidak, aku tidak akan pergi lagi. Aku mencintaimu, Jihoon..." Pertahanan Jihoon perlahan mulai goyah, air matanya mulai jatuh membasahi pipinya.
Kemudian ia berbalik dan berjalan mendekat ke arah pria itu, lalu ia menatapnya cukup lama, "kau seharusnya tidak mencintai manusia seperti ku, Soonyoung-ah. Aku tidak pantas mendapatkan cintamu, cinta dari pria sebaik dirimu, aku terlalu buruk untuk mendapatkannya..."
Soonyoung menggelengkan kepalanya, lalu meraih dan menggenggam kedua tangan Jihoon seraya menatapnya lembut, "Tidak Jihoon, kau pantas mendapatkannya, kau tidak seburuk yang kau pikirkan itu–"
"Aku buruk Soonyoung. A–Aku seorang pembunuh..."
"Tidak, kau tidak membunuh ibumu–"
"Bukan ibu, tapi orang lain. Aku membunuh Daniel, aku membunuhnya. Kau tidak sepantasnya mencintai seorang pembunuh seperti ku, Soonyoung. Jadi, lupakan saja perasaan mu. Aku tidak ingin semakin menyakiti mu..." Ujarnya, lalu melepaskan genggaman tangan Soonyoung dan pergi meninggalkan Soonyoung yang mematung di tempatnya.
•••
Jihoon masuk kedalam lift yang terbuka di depannya, menekan tombol menuju ke lantai dasar dan menyandarkan dirinya di dinding lift tersebut. Tubuhnya lemas seketika, ia memejamkan matanya dan membiarkan air matanya semakin deras membasahi pipinya.
Tak apa jika setelah ini Soonyoung membencinya, yang terpenting ia sudah mengatakan fakta yang selama ini ia tutupi dari orang lain. Tak apa jika dibenci adalah jalan satu-satunya, untuk membuat Soonyoung pergi dan melupakan perasaan itu padanya.
Angka pada lift itu, sudah menunjukkan angka satu. Jihoon segera menyeka air matanya, dan kemudian pintu lift itu terbuka menampilkan sosok Seungkwan dengan raut wajah paniknya.
"Tuan Lee!" Jihoon menatapnya kebingungan, lalu segera keluar dari lift dan menanyakan apa yang terjadi, hingga ia pria itu bisa sepanik ini.
"Wae? Apa terjadi sesuatu–"
"Tuan harus pergi dari sini, anda tidak bisa melewati lobby, terlalu berbahaya jika anda kesana, R-Rena—" Mendengar kata Rena, Jihoon langsung pergi dan tak menghiraukan ucapan Seungkwan yang panik mengikutinya dari belakang.
Sesampainya di lobby, ia bisa melihat kekacauan yang terjadi disana. Seorang wanita berdiri ditengah-tengah lobby, seraya berteriak-teriak dan sesekali menyebut namanya. Tak ada satupun yang berani mendekatinya, termasuk penjaga keamanan kantornya sekalipun. Wanita itu menggenggam sebuah pisau, yang entah ia dapatkan darimana dan bisa saja menusuk seseorang sewaktu-waktu di dekati.
Lalu, Jihoon memutuskan untuk berjalan kearah sana. Dan kini, kedua orang itu menjadi pusat perhatian dari seisi kantor. Wanita itu kemudian menatapnya nyalang, "Lihat, atasan kalian ini benar-benar manusia murahan. Yang seenaknya, merebut tunangan ku hingga pernikahan kami dibatalkan!" Ujar wanita itu dengan percaya diri.
"Aku tidak merebutnya. Sudah kukatakan, jika itu terjadi jangan salahkan diriku, tapi salahkan takdir yang tidak bisa memihak mu"
Namun, kata-kata Jihoon barusan, malah semakin menyulut api amarah dari Rena hingga wanita itu berjalan ke arahnya sambil menodongkan pisau padanya. Jihoon memejamkan matanya dan semua pasang mata yang melihat saat itu terkejut dan sebagian berteriak histeris, ketika pisau itu menembus tubuh pria itu.
Jihoon membuka matanya, dan mendapati seseorang yang memeluknya. Itu Soonyoung, pria itu tiba-tiba datang dan memeluk tubuh Jihoon untuk melindunginya dari tusukan pisau yang dilakukan Rena.
"S-soonyoung..."
"J-Jihoon, aku mencintaimu..." Ujar pria itu lirih, sebelum akhirnya tubuh pria itu limbung di pelukan Jihoon dan tak sadarkan diri.
Rena yang melihat itu, seketika menjatuhkan pisau ditangannya yang telah berlumuran darah dan tubuhnya terjatuh lemas terduduk dilantai, menatap apa yang ia didepannya dengan tidak percaya, ia menusuk Soonyoung bukan Jihoon.
"Cepat amankan wanita itu!!" Pekik Seungkwan, lalu membantu Jihoon untuk membopong tubuh Soonyoung yang tak sadarkan diri menuju ke mobil, untuk segera dibawa ke rumah sakit.
"Soonyoung-ah... bertahanlah" Lirih Jihoon.
"Dan, inilah ketakutan terbesar ku..."
#Two_Sides
—
Hai, sorry telat upnya. Tadi malahan hampir lupa kalo hari ini up, maafnya kalo pendek banget trus agak bingungin gitu. Semoga suka, stay safe & luv u<3~!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Sides || Soonhoon
Fanfiction[Version :1/2] - "He just wants to feel what the happiness is in his life" - ⚠️ B×B Rated [🔞] TW// many harsh words, murder, traumatic, etc. Homophobic ❌ Tidak untuk ditiru, jadilah pembaca yang cermat. • Not for minor!! • - Happy Reading - © L I A...