— 7 Bulan Kemudian —
Sama seperti hari-hari Jihoon biasanya, tak ada yang istimewa, hari-harinya berjalan begitu membosankan, dan begitu sepi. Hanya duduk di ruangan ber-AC, dan dihadapkan dengan laptop yang menyala setiap harinya, menandatangani banyak berkas dan menghadiri pertemuan. Ingin rasanya Jihoon berhenti, namun apa daya ini sudah menjadi tanggung jawabnya.
Kemudian, suara ketukan pintu menarik atensinya. Tak lama kemudian, pintu itu terbuka menampilkan sosok asistennya, dengan sebuah surat(?) — ah, undangan lebih tepatnya. Jihoon yang melihat itu, lantas menyernyitkan keningnya ketika undangan tersebut telah berada ditangannya.
Sebuah undangan berwarna biru navy dengan garis-garis berwarna emas, yang membuatnya terkesan mewah jika dipandang mata. Jihoon menyeringai, begitu melihat siapa nama yang tertera di depan undangan itu.
"Ah, dia benar-benar melakukannya? Wah, bajingan..." Ujarnya seraya melempar undangan itu ke atas mejanya. Kemudian, ia menghela nafasnya sembari menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya, lalu menatap sang asisten dari ujung kaki, hingga ke ujung kepala.
Seungkwan yang ditatap demikian, lantas menundukkan kepalanya dan tak berani menatap Tuan mudanya. "Siapa yang mengirim undangan ini?" Tanya Jihoon.
"Eum, itu...d-dia—
Brak!
Jihoon menggebrak meja kerjanya sekeras mungkin, hingga membuat Seungkwan ketakutan sendiri, "S-Shim Rena, d-dia anak dari Tuan Shim. Tuan Shim sendiri, adalah pemilik perusahaan yang dari kemarin berusaha untuk bisa mendapatkan kerjasama dari perusahaan kita untuk menjadi investor di perusahaan mereka." Jelas Seungkwan panjang lebar.
"Ah, carikan aku informasi tentang keluarga mereka, sekarang! Setelah kau mendapatkan informasinya lengkap, panggil Vernon untuk membawa informasi itu padaku, Pergilah" Seungkwan mengangguk patuh, lalu membungkuk tubuhnya dengan sopan dan pergi menjalankan perintah dari Tuan mudanya.
•••
Jihoon memutuskan untuk pergi keluar dari kantornya, untuk mengurangi rasa pening yang ia rasakan. Kali ini, ia memilih untuk menyetir mobilnya sendiri setelah sekian lama. Sedaritadi, bibirnya asik mendumel, dan tak sesekali ia merasa kesal sendiri dengan hal-hal yang ia temui di jalan.
"Yaish! Bajingan gila, dia pikir jalanan ini miliknya main berhenti mendadak seperti itu? Jika saja aku tidak buru-buru, akan ku berhentikan mobilnya dan ku patahkan tulang leher pria itu sampai mati" Begitulah, dumel Jihoon yang terkesan keji saking kesalnya dengan salah seorang pengemudi mobil yang tadi memberhentikan mobilnya mendadak dan nyaris ia tabrak.
Ia melanjutkan perjalanan, hingga akhirnya lima menit kemudian ia sampai di tempat yang di tujunya. Sebuah butik, yang sesuai dengan tempat yang Vernon informasikan padanya. Butiknya lumayan mewah, besar dan cukup ternama. Kemudian, Jihoon memarkirkan mobilnya dan segera turun memasuki lobby butik tersebut.
Ia membuka kacamata miliknya, "aku ingin bertemu atasan kalian" Ucapnya kepada dua pegawai resepsionis yang ada disana.
"A-ah, Tuan Lee? B-baiklah...saya hubungi tuan Hong sebentar" Jihoon mengangguk, dan menunggu beberapa saat sebelum akhirnya salah satu resepsionis itu mengantarkannya menuju ruangan dari pemilik butik tersebut.
Sesampainya di ruangan Tuan Hong, "Oh? Tuan Lee, senang bertemu dengan anda" Sapa si pemilik butik dengan ramah dan antusias atas kedatangan Jihoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Sides || Soonhoon
Fanfic[Version :1/2] - "He just wants to feel what the happiness is in his life" - ⚠️ B×B Rated [🔞] TW// many harsh words, murder, traumatic, etc. Homophobic ❌ Tidak untuk ditiru, jadilah pembaca yang cermat. • Not for minor!! • - Happy Reading - © L I A...