23

321 74 24
                                    

Badan gue kerasa nggak enak karena harus terjaga di sisa waktu sebelum matahari terbit. Iya, gue nggak bisa tidur. Padahal udah dimerem-meremin ujung-ujungnya bengong mandangin lampu yang nempel di plafon kamar.

Gue berusaha menepis jauh-jauh ke-absurd-an yang terus menggerayangi kepala gue, tapi yang ada malah makin kemana-mana. Ingatan soal betapa deketnya kelopak mata Mark di depan mata gue terus kembali, semakin gue sangkal, malah semakin detail.

Is it normal.. for friends.. to have a kiss.. on lips..?

No... I think?

"Gue cemburu."

Kalimat itu juga secara acak berdegung di telinga gue. Lebih jauh, gue teringat ke jaman dimana Mark pamitan buat pulang ke Kanada. Dia bilang gimana perasaannya...

Dan apa mungkin.. sekarang konteksnya masih sama?

Gue menghela napas panjang, nepuk dahi gue dengan sebelah telapak tangan yang bertahan agak lama di sana.

"Ck, lo kenapa sih, Mark?" rutuk gue lirih. Bener-bener nggak habis pikir kalo Mark bakal bilang ini dan hilang kendali.

Kalo udah gini, gue harus gimana coba?

✨✨

Gue merasa baru tidur satu lap saat pintu kamar gue diketuk. Ternyata Mama. Kebiasaan emang gue jarang ngunci pintu kamar kalo nggak lagi ganti baju, jadi Mama bisa dengan mudahnya masuk dan nyamperin gue yang masih males-malesan di kasur.

"Temen kamu ke sini, tuh. Yang kemarin ngajak ke festival," kata Mama sambil nyibak helai rambut gue yang nutupin muka.

"Iya," sahut gue dengan suara parau.

"Nggak tidur cukup, ya?" tanya Mama.

Gue bangun, ngangguk males. "Nggak bisa tidur," jawab gue sambil ngelirik waker di atas nakas. "Sejam-an paling."

"Ya udah mandi dulu sana, siap-siap berangkat. Ntar di mobil tidur lagi aja."

Hening. Gue nggak segera melaksanakan apa yang diperintahin sama Mama. Masih ngumpulin nyawa. Dan di saat begini malah dengan kurang ajarnya muka Mark ngongol di kepala. Bikin gue mendengus panjang dan tentu aja nyita perhatian Mama.

"Ada masalah apa?" tanya Mama.

"Nope," geleng gue.

"Yakin?"

Gue ngangguk.

Mama diem, natap gue menyelidik.

"Yakin, Maaa," kata gue sambil ngebuang selimut.

"Something wrong," kukuh Mama.

Gue menghela napas. Lama menimbang-nimbang, akhirnya ngomong juga —dengan ragu-ragu. "Aku kepikiran sama Mark."

"Mark?" Mama mengernyit, mengingat-ingat. "Anaknya Yoona?"

Gue ngangguk.

"Mark kenapa? Sakit lagi?"

Gue menggeleng.

"Terus?"

"Aku merasa aneh."

Mama natap gue nggak ngerti.

"... friends shouldn't do this kind of stuff."

✨✨

Untung barang bawaan gue nggak banyak, jadi Kak Dokyeom sama Kak Yuju nggak lama-lama banget nunggunya. Dan karena ini mau perjalanan jauh, gue nggak make baju dan make up aneh-aneh karena toh pasti bakal luntur juga kena keringet.

[3] Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang