Unexpected

385 92 10
                                    

Janji bakal aku follow dan vote kalo baper sama part ini.
. . .
Tuh udah janji kan. Tepatin loh ya, wkwk.

Are you ready, guys?

Siap meramaikan komentar ditiap paragrafnya?

C'mone and Happy Reading!!!

🕊🕊🕊

Chapter 11

Si dingin nan misterius yang pagi itu diutus miracle sebagai malaikat penolongku.

-Thanks, Zavier

Tulis Zora lalu menutup halamannya hari ini.

Menulis diary menjadi salah satu kegiatan yang Zora lakukan disela kesibukannya, sekaligus perenggang dari penatnya pikiran. Kegiatannya itu sudah berlangsung sejak dia masih duduk dibangku dasar. Tepatnya saat kakeknya yang membelikan diary berkarakter princess dengan gembok dan kunci sebagai pengamannya.

Kakeknya dulu juga pernah mengatakan, kalau dirinya sedih adukan kesedihan itu pada pemilik semesta. Jika sudah jangan lupa untuk menuliskan pada halaman kosong diary nya untuk ia buang selanjutnya, seolah-olah kesedihannya ikut lenyap. Tidak hanya saat sedih, melainkan saat bahagia juga--dengan harapan kebahagiaan itu bisa berlangsung lama.

Namun, Zora sedikit merubahnya dengan menulis sebuah kesan ditiap harinya, sebagai tolak ukur kepribadian sekaligus kenangan. Seperti halnya kemarin, kesan Zora yang hampir terlambat namun tertolong oleh datangnya Zavier.

'Dor' kejut Fandi pada Zora.

"Hahah, bengong sih lo, kaget kan,"
Zora menggelenh sambil mengelus dada karena ulah temannya ini.

Sedikit tentang Irfandi Putra atau yang biasa Zora panggil Fandi. Mahasiswa satu tingkat dengan Zora yang kebetulan satu program studi dan organisasi. Mereka menjadi teman karena perkenalan saat masa orientasi. Laki-laki yang senang sekali bisa berteman dekat dengan Zora. Juga selalu membantu Zora.

"Apaansih, gue nggak lagi bengong,"

"Gue salam aja nggak lo respon, apa coba namanya kalo bukan bengong?"

"Iyadeh," aku Zora lalu menyembunyikan buku A5 nya diantara buku-buku tebal miliknya untuk segera dimasukkan pada tas.

"Sempet-sempetnya gitu loh nugas ditengah kesibukan." Hela Fandi, "nih, makan dulu," lalu menyodori lunch box pada Zora.

"Gue tau lo kalo udah di ruang Bem jadi lupa segalanya, termasuk lambung lo sendiri." Dalih Fandi layaknya seorang ibu yang peduli pada anaknya.

"Wkwk, enggak gitu kali. Btw makasih ya, jadi ngerepotin gini."

"Dih, kayak sama siapa aja."
Lantas Zora membuka lunch box nya.

"Lo nggak makan?"

"Gue udah tadi di kantin sama anak-anak."

"Lah, jadi nggak enak makan sendiri."

"Makan aja, gue temenin disini sambil ngabisin ni minuman." Fandi menunjukkan softdrinknya yang masih setengah, seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Eh, keluar maksud." Gidik Zora.

"Iya, gue maksud. Selow gituloh kayak lagu." Zora hanya menggeleng melihat kelakuan Fandi yang duduk di depannya dengan kaki kanan di atas kaki kiri.

Epiphany of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang