Chapter 21
Jam mata kuliah terakhir telah usai 50 menit lalu, namun Zora masih setia duduk di bangkunya melengkapi materi dan tugas atas ketertinggalannya beberapa hari karena izin.
Zora senang dirinya bisa fokus dengan kuliahnya setelah tadi pagi menjalani interview di perusahaan yang hari sebelumnya ditawarkan padanya.
"Kayaknya gue harus cari referensi lain deh," monolog Zora sebelum akhirnya suara seseorang menginterupsinya.
"Zora, gimana keadaan lo?" tanya Fandi tiba-tiba-terlihat kekhawatiran dari mata sipitnya.
"Gue baik," balas Zora seadanya dengan menampilkan senyuman.
"Lo ada apa sih sampe susah dihubungin," ungkap Fandi yang kesal dengan Zora beberapa hari ini.
"Emangnya ada apa?" bukannya jawaban yang Fandi dapatkan, justru malah balik pertanyaan.
"Ra, plis gue mau lo cerita,"
"Cerita apa?" Zora mengalihkan perhatiannya pada room chat diponselnya yang berisi list tugas selama ia tidak mengikuti kelas.
"Kenapa lo pilih ngekost dan resign dari Valcaffe?"
"Saat gue ada masalah, gue selalu cerita dan minta solusi sama lo, tapi saat lo ada masalah kenapa justru bungkam sama gue?" Tambah Fandi kesal berbalut khawatir membuat Zora tidak tega melihatnya.
"Gue akan cerita, tapi gue mau ke perpus dulu cari referensi."
"Oke, gue temenin."
Di taman kota yang berjarak 1,500 meter dari kampus, Fandi mengajak Zora menikmati udara sore sembari memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang jalan mengendarai sepeda.
Sejatinya setiap manusia memiliki potensi untuk menyimpan masalahnya sendiri, namun mungkin juga mereka memberitahukan masalahnya pada orang lain saat itu terjadi atau bahkan seusainya. Seperti halnya Zora saat ini yang terpaksa menceritakan masalahnya pada Fandi sebagaimana sahabatnya. Untuk alasan mengapa memilih ngekost, Zora mengatakan seperti yang ia beritahukan pada keluarga Zavier bahwa ia ingin hidup mandiri. Terlepas dari itu, Zora juga mengatakan bahwa magang di perusahaan yang sesuai dengan potensinya adalah kesempatan yang tidak boleh dia sia-siakan.
"Gue percaya dan gue dukung pilihan lo untuk freelance, tapi alasan lo pilih tinggal sendiri untuk hidup mandiri-" Fandi menggantung kalimatnya kemudian menggelang-tidak percaya.
"Hampir dua tahun kita kenal dan itu cukup buat gue tau, permasalahan lo di rumah," imbuhnya menduga.
Zora yang ditanyai malah mengalihkan perhatiannya dengan membuka minuman botolnya yang dibelikan Fandi sebelumnya. Melihat Zora yang berusaha membuka minuman botol yang masih tersegel itu, membuat Fandi mengambil alih untuk membukanya.
"Thanks." Ujar Zora saat Fandi mengembalikan botolnya yang sudah terbuka.
Zora menghela napasnya pelan sebelumnya akhirnya bersuara,
"Seperti yang lo katakan tadi-cukup tau permasalahan gue. Tante yang nggak suka sama gue dan Axel yang begitu tempramen. Kata tante, sejak hadirnya gue di kehidupan mereka, rumah jauh dari kata damai. Gue harap dengan perginya gue dari rumah dan memilih tinggal sendiri adalah keputusan yang tepat."
"Gimana dengan om lo?"
"Gue masih bisa ngehubungin dia dan cari waktu yang tepat buat ketemu."
Fandi mengangguk-angguk dalam tunduknya, membuat Zora lega tidak berpikir lebih akan alibinya atas kejadian buruk malam itu yang membuat Zora memutuskan pergi dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany of Love
ChickLitBerawal dari tindakan tak terduga dengan menerima tantangan tanpa berpikir panjang dari lawan mainnya. Dialah Zavier Rifaldo Gustian, manusia dengan pamornya yang tinggi, berspekulasi ingin menyangkal pemikiran orang-orang terhadap dirinya. Zavier m...