Care & Prestige

327 64 16
                                    

Welcome to my work friends
.
Please give your appreciation after reading this chapter form of vote or comments
.
Enjoy & Hapoy Reading Guisss

🕊🕊🕊


Chapter 19

Hujan malam ini turun tepat pada waktunya menjadi alibi seseorang yang tengah runtuh detik itu juga. Ketika hati patah karena rumah, ranah apa tuk sekedar berkesah dan dimana tempat untuk singgah? Seperti halnya Zora saat ini yang mengikuti intuisinya menerobos derasnya hujan menyembunyikan derai di bawah langit gulana yang sesekali menampakkan kilatnya. Kakinya terus melangkah entah kemana menjauhi rumah bersama lukanya yang tak berdarah. Selama ini Zora cukup diam menghadapi pedasnya Tisa dan kerasnya Axel. Namun perlakuan mereka kali ini sudah keterlaluan dan berhasil meruntuhkan benteng ketegaran Zora. Bagaimana tidak demikian, satu-satunya hal berharga yang Zora miliki saat ini hampir saja hilang.

'Kenapa lo nggak nyusul kakak lo aja. Lo juga nggak terlalu buruk untuk jadi jalang.' Kalimat Axel terus menyerang pikirannya. 'jalang, jalang, jalang.' Sambil menutup kedua telinganya Zora menggeleng keras. "Enggak, enggak mungkin." Zora berusaha membuang kata buruk itu dengan mengingat kesan-kesan manis kakaknya dulu.

"Kak Zara dimana, Zora ingin peluk kakak," ucapnya setengah berteriak meluapkan bebal dalam dirinya. Dan didetik itu pertahanannya lemah membuat Zora jatuh terduduk diaspal yang mengkilap karena hujan.

Dalam tengadahnya sembari terpejam, dia memohon agar badai yang menerpanya segera berlalu, supaya orang-orang yang ia sayang dan terlebih dahulu menghilang tidak sedih melihatnya. Jauh dilubuk hatinya, Zora masih mengaharapkan Zara—kakaknya yang ia sendiri tidak tahu dimana keberadaannya sekarang, tuk kembali.

"Kak, kak berhenti deh." Pinta sang adik melihat perempuan terduduk di bawah hujan tidak jauh dari keberadaannya di seberang jalan.

"Kenapa?"

"Coba samperin dia kak, Helen nggak tega ngeliatnya kehujanan." Tunjuk Helen.

Sang kakak yang tidak lain adalah Zavier mengangguki kemauan adiknya, meski sedikit ada rasa was-was pada orang asing yang tak dikenal, dalam dirinya.

"Kak, kakak kenapa?" sapa Helen yang terlebih dahulu menuruni mobil dengan payung yang menaunginya diikuti perasaan khawatir pada perempuapuan yang menenggelamkan kepala dalam dekapan kaki dan tangannya.

Perempuan yang disapa itu pun mengangkat kepalanya.

"Zora?" Zavier yang baru saja menghampiri begitu terkejut.

"Lo ngapain disini?" tanya Zavier yang berjongkok di hadapannya dengan tegas.

Tidak ada jawaban atau respon apapun, Zora hanya menatapnya dengan mata sayu dan bibir yang membiru.

Zora yang Zavier kenal seolah tiada di hadapannya sekarang. Yang ia lihat kini hanya perempuan menyedihkan dengan pandangannya yang hampa.

Baru saja Zavier akan mengajaknya beranjak, tiba-tiba tubuh Zora limbung—dia pingsan dan Zavier yang untung saja sigap menopangnya langsung menggendongnya ala bride style ke mobil.

"Kita bawa ke rumah aja kak." Ujar Helen membuat Zavier melajukan kendaraannya dengan kecepatan rata-rata.

🕊🕊🕊

Tepat pukul empat Zora perlahan membuka matanya, ia pun terbangun dari tidurnya yang mengkhawatirkan isi rumah Zavier. Menyadari kamar yang Zora tiduri bukan miliknya membuatnya perlahan bangun dari baringnya.

"Aw," refleksnya pada denyut kepalanya yang tak keruan.

"Kak Zora tiduran aja kalo masih sakit," sadar Helen dari tidurnya.

Epiphany of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang