Chapter 23
"Ayo, Vier," ajak Zora melihat Zavier yang masih duduk dimotornya sedangkan dia sudah berjalan lima langkah lebih dulu.
Zavier yang berjalan sejajar dengan Zora menatap heran sekitar. Pemandangan orang-orang yang duduk di depan gerobak pedagang kaki lima bahkan tidak banyak tuk sekadar berlalu lalang.
"Mau makan apa, Vier?" Zora menepuk bahunya karena Zavier tidak lekas menanggapinya.
"Terserah lo." Kening Zora mengernyit heran lantas tersenyum.
"Kayak cewek lagi ngambek aja." Gelengnya.
"Gimana kalo pecel ayam?" usul Zora yang lantas diangguki Zavier.
"Pecel ayamnya 2 ya pak," ujar Zora pada laki-laki separuh baya.
"Minumnya mbak?" tanya si bapak.
"Minum apa, Vier?"
"Samain lo aja."
"Es teh 2 ya, pak."
"Syiap mbak, ditunggu dulu ya." Zora mengangguk ramah lalu mencari tempat duduk dibangku yang masih kosong.
Melihat Zavier yang begitu memperhatikan sekitar, membuat Zora tidak enak pada Zavier.
"Sorry, kalo lo nggak nyaman sama tempatnya," Gumam Zora.
"Kata siapa gue nggak nyaman." Zavier lugas.
"I-itu dari cara lo merhatiin sekitar," balas Zora ragu.
"Gue emang nggak suka bersosial, tapi bukan berarti gue nggak suka sama tempat kayak gini."
Zora tersenyum berusaha membuang rasa canggungnya.
"Kali terakhir gue ngerasain kayak gini, 3 tahun lalu."
"Pasti sama temen SMA? Gue juga pernah dan itu memorable banget."
"Enggak, gue justru berusaha lupain masa-masa itu."
"Loh kenapa?"
"Pesanan siap," ujar penjual pecel yang menghidangkan pesanan Zora dan Zavier.
"Terima kasih, pak," ucap Zora yang dibalas anggukan—senyum oleh bapaknya.
"Pecel ayam yang nggak pernah gue lewatin kalo lewat sini, rekomended banget."
"Tau, pembelinya aja banyak, tuh." Tunjuk Zavier dengan dagunya.
Zora menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe, ya udah gih dimakan, katanya tadi laper."
"Padahal gue mau ajak lo makan di tempat tadi," ujar Zavier disuapan pertama tiba-tiba dan Zora hanya memperhatikan—tidak tahu harus merespon bagaimana.
"Dua orang tadi satu kampus sama lo?" tanya Zora beberapa detik kemudian.
"Jonath bukan mahasiswa sini."
Zora mengernyit penasaran. "Temen lo?"
"Dulu." Singkat Zavier kemudian fokus pada makanannya.
Zora cukup paham dengan kejadian saat mereka bertemu dan bagaimana Zavier menanggapinya. Meskipun Zora tidak tau betul permasalahan apa yang terjadi diantara Zavier dan Jonath.
"Sebesar apapun masalah dan separah apapun kesalahan seseorang, itu berhak mendapat kesempatan juga permohonan maaf," ujar Zora tidak berniat menghakimi.
"Gue udah berusaha buat maafin, tapi nyatanya pas ketemu dia kejadian dulu seolah keulang lagi." Zavier menunduk sembari menautkan jari-jemarinya di atas meja.
"Memang, maafin itu mudah, karena yang susah itu ngelupain hal-hal buruknya. Ibarat kayak ngilangin bekas luka."
"Yeah, its not easy."
Zora hanya mengangguk-angguk tidak minat melanjutkan topik pembicaraan ini .
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany of Love
Chick-LitBerawal dari tindakan tak terduga dengan menerima tantangan tanpa berpikir panjang dari lawan mainnya. Dialah Zavier Rifaldo Gustian, manusia dengan pamornya yang tinggi, berspekulasi ingin menyangkal pemikiran orang-orang terhadap dirinya. Zavier m...