4. Pilihan

223 12 0
                                    

Siang ini Sandina tak kunjung keluar dari kamar sejak semalam. Sudah berkali-kali Lara mencoba mengetuk pintu dan tak ada sahutan dari dalam. Pintu juga di kunci adiknya. Lara sepertinya sadar kalau Sandina, adik kecilnya tak suka dengan perjodohan ini. Lara juga sudah menghubungi Juwita dan Lia agar datang menemui Sandina, berbicara dengannya.

"Kak Lara, Sansan nya mana?" tanya Lia baru tiba di rumah Mafinda.

"Dia masih di dalem, gak mau keluar. Pintu juga dia kunci," jelas Lara pada Lia mencemaskan adiknya yang tak kunjung keluar.

"Emang Sansan kenapa sampe ngurung diri gitu?" tanya Juwita baru naik ke lantai dua.

"Mending kalian coba dulu deh. Nanti kakak jelasin." Ujar Lara di angguki Juwita dan Lia.

'Tok!tok!tok!'

"San buka dong pintunya! Gue mau ngomong nih!" teriak Lia mencoba memanggil Sandina.

"Iya San! Ayo dong bukain pintunya!" lanjut Juwita.

'ceklek!'

Pintu kamar terbuka menampilkan Sandina yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Di balik kepompong selimut yang Sandina buat terdapat secarik kertas bertulis "MASUK!" . Juwita dan Lia segera membaca dan langsung masuk ke dalam. Kemudian pintu tertutup kasar, mengagetkan Lara.

"Lo kenapa San? Ngomong enggak, Sekolah juga enggak. Sehat kan San?" tanya Lia memastikan sahabatnya dalam keadaan baik-baik saja.

"Lo kok kaya orang bego San? Jawab kita dong!" ucap Juwita bergantian.

Sandina juga belum menjawab pertanyaan sahabatnya. Suara tangisanlah mereka dapatkan. Panik mendengar Sandina menangis, membuat Juwita dan Lia jadi khawatir.

"San lo kenapa? Ayo dong cerita ke kita!" ujar Lia.

"Iya San, jangan main rahasia-rahasiaan gini!" balas Juwita.

"Gu-gue mau dijodohin sama anaknya klien Papa, Wit, Li. Gue gak mau! Gue bingung gimana jawabnya!" ujar Sandina sambil menangis.

"Dinikahin maksud lo?" tanya Lia dijawab anggukan oleh Sandina.

"Serius! Sama siapa? Ganteng gak calonnya?" tanya Juwita kegirangan.

"Lo gimana sih! Gue lagi sedih lo malah kesenengan!" bantah Sandina.

"Sorry!" 

"Gimana sih awalnya, kok sampe lo mau di nikahin gini?" Lia masih bingung sama ucapan Sandina.

Sandina menjelaskan bagaimana kejadian waktu orang tuanya mengatakan bahwa dia akan menikah muda. Baik-baik, Lia serta Juwita menyimak perkataan sahabat mereka.

"Gitu ceritanya," kata Sandina.

"Udah-udah. Jangan nangis lagi San!" pinta Lia. "Lo gak perlu sampe jadi kek gini. Ini semua kan ada di tangan lo. Kalo lo nolak itu sangat baik, tapi kalo lo terima, sebagai teman gue sama Juwita bakal temenan kok sama lo. Jadi jangan sedih lagi ya?" ujar Lia sedikit menenangkan Sandina.

"Iya San, lo gak usah sedih kek gini. Kita janji gak akan ngasih tau tentang pernikahan lo kalo lo terima. Ya gak Li?" Lia mengangguk setuju.

"Makasih ya guys. Oke, gue bakal ikutin saran kalian," tutur Sandina.

"Pelukan dong!" teriak Lia.

"Berpelukaaaan.."

Sandina tiba-tiba saja telah menemukan jawabannya. Ia yakin, jawaban yang dipilihkan tidak akan mengecewakan siapa pun itu.

......

Seorang Lelaki muda berumur sekitar dua puluh empat tahun berjalan memasuki tempat kediamannya. Di rumah terbilang mewah bergaya Eropa modern sangatlah lengkap bila ada seorang pendamping bersamanya. Namun, sampai saat ini ia belum memikirkan untuk segera menikah. Ia hanya memikirkan karier dan pekerjaannya.

SANDINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang