25. Hari Yang Dinanti

107 5 0
                                    

Teng! Teng! Teng!

Bel tanda pembelajaran akan dimulai telah berbunyi. Seluruh warga sekolah baik itu siswa-siswi atau guru mulai memasuki kelas masing-masing. Ada yang berbeda kali ini pada Sandina. Ia menolak ajakan bolos dari sahabat serta teman sekela lainnya.

"Tumben lo nolak di ajak bolos. Kesambet setan apa lo?" ujar Lia keheranan.

"Iya nih, tumben-tumbenan. Ayo lah! Matematika ini, yakin lo kuat ngadepinnya?" sambung Juwita.

"Udah lo aja, gue lagi pengin di kelas," balas Sandina meyakinkan teman-temannya.

"Sebenarnya gue dikit curiga ama lo, tapi yaudah deh kalo lo kagak mau. Yuk gengs!"

Lia bersama empat orang lainnya keluar dari kelas. Namun kali ini keberuntungan tidak memihak kepada teman-temannya yang berencana bolos.

"Kalian mau ngapain? Kok rame-rame?" tanya Bu Dewi seorang guru Matematika peminatan.

Lia, Juwita dan tiga orang lainnya terkejut dan tidak percaya dengan yang mereka lihat saat ini. Dua diantara mereka sudah mulai pucat pasih.

"Ibu tau sekarang! Kalian pasti mau bolos pelajaran ibu kan?"tanya Bu Dewi.

Belum sempat menjawab, Bu Dewi menjewer telinga Lia dan menyuruh mereka masuk ke dalam kelas. Dan empat orang lainnya menyusul dari belakang.

Semua teman sekelasnya kaget bercampur kasihan dan ngakak melihat temannya habis terciduk karena ingin bolos dari mata pelajaran guru killer.

"Kita bisa melihat di sini, di depan kalian ini adalah contoh perlakuan yang sangat salah! Tidak patut untuk di contoh!" jelas bu Dewi sementara lima orang gadis itu hanya menunduk saja.

"Kalian! Coba sebut nama kalian dari mulai yang ujung sana!" lanjut Bu Dewi menunjuk Juwita yang berada di area pintu.

"Juwita bu..."

"Lanjut!"

"Gina bu," ucap seorang gadis berambut keriting.

"Lanjut!"

"Sahla bu," ucap gadis berkacamata.

"Ty-Tya bu.." sambung cewek berbadan tinggi.

"Angle bu," ketika gadis bernama Angle menyebut namanya, Bu Dewi mengerutkan alisnya.

"Lia bu.." sambung Lia tanpa diminta.

"Sebentar, sebentar! Di situ tidak ada Sandina? Apakah dia sudah pergi duluan?" tanya Bu Dewi.

Sandina yang merasa terfitnah pun terpaksa membuka suara. "Di sini saya bu," ucapnya malas bercampur kesal.

"Kamu di situ? Kenapa gak gabung?"

"Ibu ini gimana sih? Nanti saya gabung, ibu protes. Saya duduk baik-baik, ibu protes juga. Jadi saya harus gimana bu?!" tanya Sandina benar-benar kesal dengan guru seperti Bu Dewi.

Itulah alasan mengapa ia selalu bolos mata pelajaran Matematika peminatan. Selain gurunya yang plin-plan, gurunya itu lebih banyak bergosip dengan guru di kelas sebelah.
......

"Aduuuuh!!" teriak Lia setelah mata pelajaran Bu Dewi berakhir.

"Kenapa sih tuh guru!! Taunya kasih tugaaaaas mulu, tapi ngajar kecepatan!" sambung Lia masih kesal dengan pelajaran itu.

"Guru lo tuh San," timpal Juwita yang baru keluar dari kelas.

"Ih ogah! Mending gue masuk Bk anjir dari pada ketemu ama tuh guru," jawab Sandina bergidik.

"Oh iya ngomong-ngomong masalah Bk, lo bukannya-" ucapan Juwita harus terpotong oleh seorang siswi.

"Permisi kak! Saya disuruh manggil kak Sandina ke ruang Bu Dian," ujar siswi yang merupakan adik kelas Sandina.

SANDINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang