"Eungh!"
Pelan-pelan Sandina membuka matanya dan menggerakkan tubuhnya. Ia sedikit terkejut dan mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Ia ingat betul kalau dirinya tertidur di sofa, lalu mengapa ia bisa berada di tempat tidurnya? Apa mungkin ia berpindah tanpa sadar? Atau jangan-jangan Jeno yang membantunya? Semua pertanyaan itu langsung memenuhi kepalanya. Tanpa berpikir panjang, Sandina bangkit dari ranjangnya bergegas menuju Sekolah.
Ketika ia hendak turun untuk sarapan, mendadak ia bingung. Seperti ada yang aneh. Segera Sandina bertanya kepada seorang art.
"Bi, ngerasa ada yang aneh gak?" tanyanya.
"Aneh apanya, Non?" Art itu bingung menanggapi pertanyaannya.
Sandina melihat sekelilingnya mencari apa yang aneh kemudian, "oh iya! Jeno mana Bi? Kok dari tadi gak keliatan?"
Sambil mengambilkan minuman Sandina Art itu berkata, "saya gak liat tuan Jeno dari tadi Non."
"Emangnya Jeno gak pulang ya Bi?"
"Maaf, Non. Kalo itu saya kurang tau," balas Art tersebut pamit pergi.
Kini Sandina merasa kecewa. Raut gembiranya seketika pudar mengetahui fakta Jeno. Dengan lesu Sandina pergi ke Sekolah. Sudah ada hampir lima hari dirinya tak mendapati Jeno di rumah. Lelaki itu seolah tidak ingin melihat dirinya. Tetapi Sandina yakin bahwa Jeno tak begitu marah padanya, sebab ia yakin Jeno lah yang memindahkan dirinya dari sofa ke tempat tidur.
"Gak San, lo gak boleh mikir jelek! Jeno pasti masih peduli kok sama lo," gumamnya.
"Non, sudah sampe!" ucap pak Ujang sang sopir.
Sandina menarik senyumannya. "Makasih ya Pak."
......
Sepanjang koridor orang-orang tak berhenti memandangnya sinis sambil berbisik-bisik. Sedikit terganggu, namun ia tetap tak mengindahkan orang-orang di sekitarnya.
"Morning San!" sapa Lia ketika Sandina baru masuk kelas.
"Pagii!" jawab Sandina lalu mengisi bangkunya.
Lagi-lagi tatapan sinis dari teman-temannya di layangkan untuknya. Kemudian seorang gadis berambut pendek mendatanginya bersama tiga orang gadis lain.
"Seneng lo ya? Dasar sampah! Bukannya pergi malah bertahan!" sindir gadis itu tepat di depan wajah Sandina.
"Bener tuh! Sampah! Wuu!" susul yang lainnya menyoraki.
"Eh, Jingga! Jaga batasan lo!" balas Lia memarahi gadis berambut pendek bernama Jingga.
"Batasan? Gila lo! Ngapain sih lo bela-belain sampah kaya dia? Dia itu gak pantes di bela!" kata Jingga.
"Terus apa bedanya ama lo? Lo kaya gini kan juga mau caper!" Jingga kesal sekarang dengan Lia.
"Apa! Salah yang gue bilang?" Lia semakin membuat Jingga panas.
Tiba-tiba Jingga menarik rambut Lia. Tak terima rambutnya ditarik, Lia juga membalas perbuatan Jingga. Semua mata kini tertuju kepada mereka berdua. Kelas itu semakin ramai karena sorak-sorakan.
Sandina mencoba melerai Lia dan Jingga, tetapi tidak bisa sebab ia hanya seorang diri.
"Kalian, bantu lerai mereka!" pintanya kepada teman-teman Jingga.
"Lo siapa ngatur-ngatur kita?" jawab mereka.
Dengan kesal Sandina menarik paksa satu diantara mereka buat membantunya menarik Jingga. Sementara dirinya melerai Lia.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANDINA
RomanceDemi menutupi aib keluarga, Sandina terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya. Hari-harinya sedikit berubah, ia seolah hidup dalam persembunyian, menyembunyikan statusnya yang sudah berubah tentunya. Tinggal bersama seorang cowok cupu yang baru beberapa...