42. Inikah Akhirnya?

130 7 0
                                    

Ting Tong!

"Sebentar!" teriak seorang art di rumah Jeno.

Art tersebut membukakan pintu rumah untuk seorang wanita yang sering singgah ke rumah ini. Senyuman wanita itu mengembang manis, kulit putih bersih yang tertutup gaun selutut serta tataan make-up juga rambutnya mendukung penampilannya. Sampai-sampai art tadi berucap kagum kepadanya.

"Wah! Cantik sekali non Zifanya hari ini! Saya aja sampe pangling liatnya," puji art itu lalu menyuruh Zifanya masuk ke dalam.

Zifanya dengan senyum membalas, "makasih ya, Bi!" Ia melanjutkan jalannya menuju ruang kerja Jeno.

"Cantik sih, sayangnya pelakor. Lebih mending non Sandina. Udah cantik, baik hati, penyabar lagi. Heran, kenapa tuan Jeno milih pelakor ketimbang non Sandina? Sayang banget," komentar art tadi sebelum melanjutkan pekerjaannya.

Ketika Zifanya tiba di ruang kerja Jeno, ia mengetuk pintu kayu jati kemudian masuk. Jeno yang tengah fokus menatap layar laptop di meja kerjanya tak sadar wanita itu sudah berada tepat di sampingnya.

"Jeno!" panggil Zifanya namun panggilannya tak digubris sang empu.

Kesal lantaran di abaikan, Zifanya langsung menutup laptop Jeno lalu melipat tangannya membuang muka. Alih-alih mendapat perhatian Jeno, ia lagi-lagi terabaikan. Tidak pantang menyerah, Zifanya kini membalikkan kursi Jeno menghadap ke dirinya, otomatis lelaki itu menatap dirinya. Dan berhasil.

"Ada apa?" tanya Jeno terkesan dingin.

"Kamu udah makan siang belum? Kita lunch bareng yuk! Aku ada rekomendasi tempat makan yang lagi hits. Gak jauh kok tempatnya, kira-kira dua puluh menit dari rumah kamu," katanya menjelaskan maksud kedatangannya.

"Aku sibuk." Balas Jeno membalikkan kursinya ke posisi semula menghadap laptop.

"Bentar aja gak lama. Ya! Mau ya! Ayo dong, kita udah lama gak makan bareng di luar," ujar Zifanya. "Nanti aku ngambek nih!"

Hasilnya sama saja. Jeno tak menggubrisnya. Karena gak punya pilihan lain, Zifanya akhirnya memutuskan memakai cara terakhir. Ia yakin kali ini Jeno akan mendengarkannya.

"Jen, sebenarnya aku hamil...." ucap Zifanya lirih.

Benar saja ternyata, Jeno langsung menatap Zifanya terkejut.

"Kamu bilang apa barusan?" tanya Jeno memastikan. "Kamu beneran hamil?" lanjutnya.

Sambil tertawa Zifanya mengatakan, "Ya gak mungkin lah! Ya kali, emang aku sebodoh itu? Aku tadi cuma buat kamu lihat aku aja."

Jeno melihat tajam manik mata milik Zifanya. Semenit kemudian ia kembali menatap laptop.

"Jeno!"

"Cukup Zifa!" kata Jeno. "Kamu gak perlu buat kaya tadi. Kamu pikir itu lucu? Kamu pikir aku gak marah pas kamu ngomong tadi? Kamu pikir aku gak jantungan karena ulahmu tadi?!" lanjutnya.

"Ya maaf. Aku buat kaya gitu supaya kamu mau liat aku," jawab Zifanya.

"Gak begitu caranya. Kalo kamu mau lunch, kamu bilang baik-baik," nasihat Jeno.

Jeno berdiri dan mengajak Zifanya keluar dari ruang kerjanya agar mereka bisa makan siang bareng seperti yang wanita itu inginkan tadi. Dengan hati berbunga-bunga Zifanya menyusul Jeno.

......

"Kamu mau pesan apa San?" tanya Ziko kepada Sandina.

"Hmm, aku shusi aja deh," balas Sandina.

"Oke mbak, Shusi satu Miso Ramen juga satu!" ujar Ziko kepada pelayan Restoran.

Tadi, Ziko mengajak Sandina makan siang di sebuah Restoran Jepang yang baru buka dan lagi hits. Awalnya, Sandina bimbang apalagi lokasinya jalannya cukup dekat dengan arah ke rumah masa lalunya. Tetapi, Ziko meyakinkannya dan Ziko berjanji akan memutar jalan agar Sandina tidak mengingat-ngingat lagi masa lalunya.

SANDINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang