22. Tamu Malam Minggu

120 7 0
                                    

"Permisi pak, ada wanita yang ingin bicara sama Anda," jelas sekertaris itu.

Jeno mempersilahkan agar wanita itu di suruh masuk. Seorang wanita berumur dua puluh tahun mengenakan midi drees bewarna navy serta rambut panjang yang terurai. Ia masuk lalu berjalan memeluk pria di depannya. Jeno yang tahu siapa orangnya sontak kaget.

"Surprise!" ucap wanita itu malu-malu.

"Kamu? Kapan baliknya?" tanya Jeno.

"Satu jam yang lalu. Terus aku langsung datang ke kantor kamu tanpa ngabarin. Kalo ngabarin, bukan surprise namanya," jelas wanita itu.

"Ah, kamu mau minum apa?" tawar Jeno.

"Gak perlu! Aku udah liat kamu aja hausnya hilang," balasnya.

Jeno meminta wanita itu duduk dan menceritakan kisahnya selama di negri orang. Sudah sangat lama mereka tidak bertemu. Terakhir kali wanita itu juga yang mengunjungi Jeno, lantaran cowok itu sibuk sekali.

Mereka kembali mengenang kenangan-kenangan lama. Kadang mereka tertawa saat teringat hal bodoh. Jeno jadi teringat, bahwa ia harus mulai memberitahu wanita itu tentang pernikahannya.

"Aku mau ngomong yang sebenarnya," ucap Jeno.

"Ya apa itu?"

"Jangan terusin lagi ya," pinta Jeno.

"Maksudnya?"

"Aku udah menikah. Aku lupa ngabarin kamu, jadi ya aku mau kita jangan terusin lagi. Oke?" jelas Jeno sampai wanita itu paham.

Air mata turun membasahi wajah wanita tersebut. Ulu hatinya benar-benar sakit seperti tertusuk benda tajam. Wajah yang penuh kebahagiaan berubah menjadi kekecewaan.

"Iya gapapa. Siapa sih ceweknya? Pasti dia cantik kan?" jawab wanita itu tersenyum palsu untuk menutupi luka hatinya.

Pada posisi ini, Jeno tidak paham dengan keadaan wanita itu. Ia lebih asyik mengingat segala tingkah Sandina. Tak peduli pada yang lain.

"Aku tahu hatiku nggak akan pernah sama, tetapi aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku akan baik-baik saja."
.....

Malam minggu kali ini, kediaman Jeno dan Sandina kedatangan tamu dari jauh. Abang serta adik perempuan Jeno berkunjung ke Apartemen mereka. Di saat yang sama pula, Lia, Juwita, Akbar dan Barka sahabat Jeno mereka undang. Awalnya Sandina terkejut mengetahui kalau Jeno memiliki seorang abang dan adik perempuan.

"Abaaang! Gue kangeeen!" teriak seorang cewek memeluk Jeno.

"Santai aja dong!" tegur abangnya Jeno.

"Oh iya kamu pasti Sandina kan? Kenalin nama abang Rafka," ucap Rafka Arsha Nehan-Rafka memperkenalkan diri.

"Kalo gue Khansa Inas Haura Nehan! Lo panggil gue Khansa aja oke," ucap Khansa bergantian.

"Eh tengil, lo tuh gak ada sopan-sopannya jadi orang! Gue sentil ntar ginjal lo!" tegur Rafka memperingati Khansa lagi.

"Ya emang kenapa? Gue yakin, istrinya Bang Okot dibawah gue setahun," jawabnya menyebut Sandina.

"Emang iya? Umur kamu berapa San?" tanya Rafka.

"Kalo umur sih, gue 17 tahun. Tapi, kalo masalah kelas, gue masih kelas 11," balas Sandina sembari tersenyum.

"Lo sebaya gue dong kalo gitu ceritanya!" ujar Khansa kaget.

"Tuh kan, su'udzon terus lo tengil,"

"Jadi kita dianggurin nih ceritanya," sindir Lia.

Gadis itu di lahirkan dengan mulut pedas dan suka menyindir, katanya. Wajar saja bila Elang si ketos dingin bisa ia luluhkan.

SANDINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang