49. Kabar Itu Membuatku....

130 6 0
                                    

Jeno kembali mencerna perkataan Sandina. Akan tetapi, Jeno tidak memperhatikan Sandina yang mulai goyang pertahanannya. Wanita itu pingsan dan terjatuh tepat di pelukan suaminya.

"Sandina!" teriak Jeno.

.....

Semua orang yang mendengar teriakan Jeno menghampiri asal suara. Ayana yang melihat sang Bunda pingsan, cepat-cepat berlari takut sang Bunda kenapa-napa.

"Sandina kenapa Jeno?" tanya Shila panik.

"Nggak tau. Tiba-tiba Sandina pingsan!" balas Jeno.

"Yaudah, cepat kamu bawa istrimu ke dalam!" perintah Derwin langsung di laksanakan Jeno.

Jeno membawa Sandina ke kamar tamu rumah Rafka. Kemudian, ia bersama sang abang mencari dokter. Untungnya, ada bidan 24 jam tak jauh dari kediaman Rafka. Segera mereka antarkan bidan itu agar bisa memeriksa kondisi Sandina.

"Baik. Saya minta agar kalian menunggu di luar," ujar sang Bidan melakukan tugasnya.

Selang tak berapa lama, bidan tadi keluar dari kamar tamu. Jeno masih dalam kondisi panik menanyakan perihal istrinya.

"Anda tenang saja. Istri anda baik-baik saja. Berbahagialah, karena istri anda sedang mengandung. Ini sudah saya tuliskan resep obat juga vitaminnya. Silakan di terima," lanjut bidan.

Dua keluarga yang berada di sana terkejut bukan kepalang. Penantian mereka terutama Jeno selama ini membuahkan hasil. Airmata haru Jeno turun, ia benar-benar tak tahu harus bagaimana mengungkapkan perasaannya sekarang.

"Mari Bu saya antar," ujar Rafka mengantarkan Bidan tersebut.

"Saya permisi!" kata Bidan itu.

"Selamat Nak! Selamat!" kata Derwin memeluk putra keduanya.

"Makasih Pah." Jawab Jeno.

"Alhamdulillah! Besti gue hamil!" ucap Lia lalu masuk menemui Sandina.

Di dalam Sandina baru saja siuman. Wanita itu mengeluh kepalanya sakit. Mendapati Lia, Jeno dan Khansa dengan senyuman mengembang membuatnya tambah bingung.

"Kalian kenapa senyum-senyum gitu?" tanyanya.

"Besti gue tercayaaang! Gue ucapin selamat ya buat lo! Jangan lupa setelah ini lo gak boleh pecicilan lagi, oke?" kata Lia.

"Hah? Apaan sih lo Li? Ngomong tuh yang jelas. Gak ngerti gue!" marah Sandina.

"Kalo itu, lo tanya aja sama suami lo," balas Lia.

"Yuk Khansa! Kita biarin mereka berdua dulu!" ajak Lia agar Jeno bisa memberitahukan berita baik tadi.

"Jen, mereka kenapa sih?" tanya Sandina yang belum mendapatkan jawaban sejak tadi.

"Sayang, tadi Bu Bidan bilang kamu lagi mengandung!" ungkap Jeno bersama senyum lebarnya.

Mata Sandina melebar. Mulutnya juga menganga, apakah ini mimpi? Tapi tempat tidur itu sangat nyata. Jeno tanpa aba-aba langsung memeluk erat Sandina.

"Jeno.... Jeno kamu gak bercanda kan?"

"Enggak sayang! Aku gak prank kamu, ini nyata!" jawab Jeno. "Terima kasih ya sayangku!" sambungnya lalu mencium pucuk rambut istrinya.

Airmata Sandina berceceran, dirinya akan menjadi seorang ibu dari keturunan Jeno. Ternyata Tuhan mengizinkan Sandina agar menepati janjinya tujuh tahun yang lalu telah ia buat bersama Jeno.

"Bunda!" teriak Ayana masuk ke dalam kamar tamu.

"Nana! Sini sayang!" panggil Sandina kemudian memeluk putrinya.

SANDINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang