"Hei! Gimana?" tanya Jeno setelah melihat Sandina masuk ke dalam rumah mereka.
Gadis itu menghelas napasnya kemudian mendudukan bokongnya. Hari ini mood nya benar-benar buruk.
"Dia ngajak balikan," jawab Sandina sambil menatap lurus ke depan.
Mendengar jawaban gadis itu, entah mengapa Jeno merasa hatinya bercampur aduk. Ia menjadi kikuk sendiri, tapi dengan cepat ia tangkis semuanya.
"Emangnya Dimas ngomong apa aja?" tanya Jeno mulai penasaran.
Sandina melihat Jeno sekilas kemudian menatap ke depan bersama wajah jutek. "Gue gak ngerti sama pemikiran Dimas. Gue juga udah naro curiga pas kita lewat jalanan ke bukit tempat kita pertama jadian," jelasnya.
"Terus? Gak ada salahnya kan kalo lewati jalan itu?"
"Iya emang gak salah. Tapi gue heran aja, dari semua cowok yang ngedekitn gue, cuman Dimas sendiri yang plin-plan, kasar, gak bisa ditebak and childish!" ungkap Sandina mengenai mantanya itu.
"Kamu gak perlu kesal gitu. Di sini, kamu juga salah kan?" balas Jeno.
"Kok jadi gue yang salah sih?! Jelas-jelas dia yang buat hubungan kami berakhir! Dan lo nyalahin gue?!"
"Coba deh kamu pikir lagi. Kenapa kamu terima Dimas dalam waktu sesingkat itu? Seharusnya kan kamu bisa beri waktu lagi biar bisa liat keseluruhan tentang Dimas. Jadi sekarang siapa yang salah?"
Ujaran Jeno benar-benar membuat Sandina tertampar. Semua yang pemuda itu katakan adalah benar. Seharusnya ia menelusuri lebih dalam sebelum menerima Dimas. Yang ia tahu dari Dimas hanya seorang murid baru, memiliki wajah tampan juga penuh dengan gombalan.
Masih berlarut dalam pemikirannya, Jeno menghampiri dan menyadarkan Sandina.
Senyum tipis milik Jeno kembali terlihat. Garis lengkung tipis yang bisa membuat Sandina terpana."Siap-siap gih! Kita makan di luar aja," ucap Jeno memberitahu maksud tujuannya.
"Dimana?"
"Terserah kamu."
Sandina mengangguk setuju. Ia berjalan menuju kamarnya untuk bersiap-siap. Lima belas menit beralu, Sandina kini telah siap. Menggunakan celana bewarna putih dan sepatu sneakers bewarna senada, juga sweaters oversize bewarna cokelat, tak lupa ia cepol rambutnya. Benar-benar elegan.
.....Tempat yang Sandina dan Jeno pilih untuk makan malam kali ini adalah warung mie Aceh. Tempatnya sederhana, tapi terlihat mewah. Di bawah pohon yang rindang, hiasan berupa lampu kelap-kelip, langit malam yang tenang, tak lupa sambutan ramah kepada seluruh pembelinya.
Jeno memilih mengambil meja yang berada di pojok, sedikit menjauh dari suara keramaian.
"Kamu mau pesan apa San?" tanya Jeno melihat Sandina yang tengah sibuk dengan buku menu di depannya.
"Yang goreng basah aja sama es teh," jawab Sandina.
"Mie Aceh goreng basahnya satu, yang kuah satu sama es tehnya dua!" ujar Jeno kepada seorang pemuda.
Selagi menunggu, Sandina sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Jeno, ia terkadang mencuri pandang ke arah gadis di depannya yang terlihat sibuk. Lagi-lagi garis lekuk tipis itu mulai tercipta tanpa ia sadari. Namun, seketika hilang begitu saja setelah Jeno mengingat suatu hal.
"San!" panggil Jeno.
"Hmm, ya?" jawab gadis itu tak melepas pandangan dari benda pipih.
"Aku mau ngomong sesuatu," lanjut Jeno mulai serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANDINA
RomanceDemi menutupi aib keluarga, Sandina terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya. Hari-harinya sedikit berubah, ia seolah hidup dalam persembunyian, menyembunyikan statusnya yang sudah berubah tentunya. Tinggal bersama seorang cowok cupu yang baru beberapa...