2. Hukuman

485 22 6
                                    

Bel istirahat berbunyi, seluruh masyarakat sekolah mulai menyusuri tempat-tempat mereka. Begitu juga dengan Akbar dan teman barunya bernama, Jeno. Mereka berdua menepati janji yang telah di berikan Sandina ketika berada di ruang BK. Menjumpai gadis itu di kantin kelas 11. Keadaan kantin begitu ramai, seluruh siswa-siswi kelas 11 baik IPA, IPS dan Bahasa mengantre membeli makanan. Hampir saja membuat Akbar dan Jeno terjepit.

Jeno sedari tadi bolak-balik melihat jam tangannya mulai kesal dengan Sandina. Ia sangat benci situsainya ini. Seseorang mengajak janjian, tapi orang itu pula yang mengingkari janji tersebut.

"Belum datang juga dia Jen?" tanya Akbar habis membeli roti.

"Iya nih dari tadi aku tunggu belum datang juga dia. Mungkin guru di kelas mereka belum keluar," jawab Jeno mencoba berpikir positif.

"Mungkin. Tapi yang namanya Sandina, sekalinya bolos gak bakal pernah balik ke kelas. Cantik sih emang. Tapi sifatnya itu bikin gemes," balas Akbar sambil mengingat kembali seperti apa Sandina.

"Separah itu ya?" tanya Jeno lagi.

"Iya. Dia suka bolos, buat onar tapi banyak juga orang suka sama dia. Kalo di sini mah dia salah satu MOST WANTED ceweknya. Bedanya, dia gak suka bully." Mendengar penjelasan Akbar, Jeno dapat menyimpulkan kalau Sandina adalah seorang badgirl.

"Kalo diingat lagi hukuman cewek itu cukup berat," ujar Jeno dan Akbar menyetujuinya. "Apa lebih baik aku minta Pak Mahmud buat ngurangin hukumannya kali ya?"

"Gue sih setuju-setuju aja. Dia kan juga seorang cewek. Sebagai cowok sejati, mana mungkin biarin cewek nanggung hukuman seberat itu. Gak bakal gue biarin Sandina lakuin itu semua!" sahut Akbar dengan mata berbinar.

"Kuy lah langsung ke Pak Mahmud!" ajak Akbar memimpin jalan.

.....

"Lo yakin San? Gak bakal jalanin hukuman lo?" tanya Lia sahabat sekaligus teman sebangku Sandina.

"Iya San, mending kata gue lo jalanin aja deh dari pada entar lo kena batunya," lanjut Juwita di belakang bangku Sandina.

"Berisik!" Sandina yang hendak memejamkan matanya harus terganggu akibat ulah sahabatnya sendiri.

"Udah deh Li, Wit. Gue mau tidur. Gue gak bakal pergi! Gue juga gak kenal sama si culun itu! Mending gue di kelas, tidur dan lupain yang tadi!" lanjut Sandina.

Dua sahabat Sandina saling menatap keheranan. Mereka sebenarnya ingin menyelamatkan Sandina dari amukan Pak Mahmud. Juwita menunjuk Lia lalu kemudian menunjuk Sandina seakan mengatakan 'Lo bujuk lagi dia'.

"Lo yakin? Seandainya nih, si culun yang lo bilang laporin lo ke Pak Mahmud, lo mau jawab apa San?" tanya Lia pelan-pelan menyadarkan Sandina dari tidurnya.

Gadis itu duduk tegak di bangkunya. Rasa kantuk berat seketika hilang begitu saja.

"Bisa habis gue!" jawab Sandina panik. Juwita dan Lia mengangguk saja.

"Terus gue harus gimana dong?" tanya Sandina lagi.

"Ya, lo harus datangin tuh si culun sebelum dia laporin lo!" jawab Juwita.

Tanpa basi-basi lagi, Sandina bangkit dari duduknya dan menarik tangan kedua sahabatnya tapi langkahnya terhenti.

"Ngapa lo narik-narik tangan kita?!" tanya Juwita kesal.

SANDINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang