33. Belajar Bareng Berujung Rusuh

168 6 0
                                    

Ada yang mengatakan bahwa jam kosong adalah momen yang paling  dinanti-nanti dan sangat berhaga bagi semua pelajar. Apakah benar?

Sekarang ini jam kosong sedang berlangsung di kelas XI IPA 4, yang bisa  dibilang kelas yang paling beruntung dari kelas lainnya. Karena kelas ini selalu mendapat jam kosong satu bahkan dua kali dalam seminggu. Akibatnya, arahan dari ketua kelas sudah tak mereka hiraukan lagi,  justru mereka lah yang mengajak ketua kelas ikut andil dalam memanfaatkan jam kosong dengan hal lain di luar belajar.

Keadaan kelas yang semula ramai mendadak senyap kala Sandina dan dua sahabatnya masuk ke dalam kelas setelah menerima panggilan pak Mahmud. Pandangan mereka kini tertuju kepada Sandina. Tatapan-tatapan sinis itu yang selalu Sandina dapat setiap harinya, setelah berita pernikahannya menyebar luas.

"Bisa gak, berhenti natap gue kaya gitu? Salah gue apa sama kalian?" tanya Sandina yang sudah merasa risih juga muak, sebab  ditatap sinis setiap harinya.

Salah seorang siswi keluar dari bangkunya berjalan ke arah Sandina beserta sahabatnya. "Kita semua cuma heran, kenapa cewek murah kaya lo gak keluar dari sekolah ini? Bayar berapa lo ke Kepsek?" balas siswi itu di akhiri pertanyaan menyebalkan.

"Eh lo kalo ngomong jangan sembarangan!
Enak aja lo katain Sandina cewek murah, ngaca situ udah bener belom?!" jawab Lia meluapkan kekesalannya.

"Gue gak sembarangan Lia. Ini real, buktinya temen lo itu masih ada di sekolah ini. Lo kan tau sendiri kalo peraturan di sekolah kita yang udah-"

ucapan gadis itu terpotong karena Lia mencengkram kerah bajunya.

"Peraturan, peraturan! Kaya lo taat aja sama peraturan!" ujar Lia sambil menghempas kasar siswi tersebut. "Gak usah munafik! Lo liat muka lo yang udah kek nenek lampir! Seragam yang lo pendekin, periksa tas lo ada bukunya gak?! Bilangin orang, taunya dia juga sama!" lanjut Lia membuat siswi tadi malu.

"Udah Li, gak usah diperpanjang lagi. Kita keluar dulu ya?" lerai Sandina dibantu Juwita.
.......

"Kan udah berapa kali gue bilang, gak usah lawan mereka. Biarin aja, toh gue juga gak kenapa-napa kan?" nasihat Sandina ketika mereka berada di kantin.

"Ya tapi gue kesel Sansan. Lo tadi juga udah minta alasan ke mereka, dan liat apa yang mereka balas? Mau sampe kapan lo diem kek gini?" jawab Lia.

"Bener yang Lia bilang San, kalo lo gak bertindak entar yang ada lo makin di bully sama mereka," tutur Juwita menambahi.

"Li, Wit, gue juga tau kali masalah bertindak. Cuma yang ada gue juga bakal kalah sama mereka. Kenapa? Karena yang mereka bilang itu fakta. Mau sebanyak apapun gue kasih tau, kalo mereka gak percaya, tetap aja gak percaya."

Mereka bertiga terdiam memunculkan keheningan. Apa yang dikatakan Sandina memang benar. Tak akan ada lagi celah untuk menjelaskan yang sebenarnya.

"Lupain yang tadi. Gimana kalo nanti kita belajar bareng? Gue minta Jeno buat ngajarin kita. Kan bentar lagi mau ulangan," tawaran Sandina berhasil membuat Lia dan Juwita teralihkan topik awal.

"Bagus juga ide lo. Lumayan, bisa cuci mata liatin Jeno pas ngajarin," ucap Lia menaik turunkan alisnya.

"Setuju gue sama lo Li! Muak juga gue lama-lama di godain. Bukannya cakep yang ada malah jamet semua," keluh Juwita mendapat ejekan tawa dari Lia.

"Cuci mata! Gue sleding entar ginjal lo!" jawab Sandina tak terima.

"Lo jealous ? Berarti lo udah suka dong ke Jeno?" tanya Juwita.

Mendapat Pertanyaan seperti itu dari Jiwuta, mendadak wajah Sandina berubah menjadi merah padam.

"Dih, udah kaya tomat aja tuh muka. Ngaku aja kali, kalo lo mulai suka sama Jeno. Lagian kalian berdua juga udah nikah, ya gak Wit?"

SANDINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang