ENAM

438 87 8
                                    


Setelah pulang sekolah aku langsung pulang kerumah untuk ganti baju dan membawa baju ganti untuk kak Arkan. Saat aku turun aku melihat mama yang sedang sibuk di dapur. Aku menghampirinya untuk berpamitan.

" Ma, aku berangkat yah."

Mama menoleh padaku dan langsung mengambil paper bag hitam kesayangannya. " Ini, buat kakak kamu sama Nathan."

Aku mengambilnya dan melihat isinya.
" Bekal?" Tanyaku.

Mama mengangguk. " Iyah, tadi mama telfon kakakmu terus dia bilang minta di bawaain makanan dari rumah."

Aku hanya mengangguk dan Salim pada mama. " Dah, aku berangkat. Assalamualaikum."

" Ya, waalaikumsalam. Hati hati yah!"

Aku langsung menaiki motor kak Arkan dan berangkat ke rumah sakit. Setidaknya ada satu jam yang aku tempuh menuju rumah sakit. Sesampainya di sana aku langsung naik ke kamarnya kak Nathan saat aku masuk yang aku lihat kak Nathan sedang tidur. Jadi aku tidak menyapanya dan langsung mendekat ke kak Arkan yang sedang tiduran dengan tangannya yang menutupi matanya.

" Kak?" Panggilku membangunkannya.

Kak Arkan membuka matanya dan menatap ku dengan mata yang setengah tertutup. " Udah datang?" Tanyanya lalu bangun.

Aku meletakkan paper bag tadi di atas meja kaca dan duduk disebelahnya. " Nah, titipan dari mama. Dimakan."

Aku memilih memainkan ponsel ku dan sesekali melirik kak Nathan yang tidur.
" Kak Nathan baru aja tidur?" Tanyaku.

Sambil mengunyah kak Arkan menjawab.
" Enggak juga. Kayanya ada dua jam." Aku hanya mengangguk dan kembali memainkan ponsel ku.

Kak Arkan kembali buka suara. " Tadi di sekolah ada yang nyariin gue atau Nathan?"

Aku menggeleng. " Gak ada. Soalnya belajar udah dimulai." Jawabku jujur. Bahkan sebelum berangkat sekolah aku sudah menyiapkan jawaban jika ada yang bertanya kemana kak Nathan ataupun ada yang bercerita kecelakaan yang melibatkan salah satu anak SMA Batara. Tapi mereka semua biasa biasa saja.

Aku lihat kak Arkan mengangguk. " Bagus. Kalo ada yang tanya, gak usah dijawab yah? Bilang aja gak tahu apa apa." Jelasnya yang membuat ku heran.

" Kenapa?"

Kak Arkan menghela nafasnya. " Nathan sendiri yang minta."

Aku mengernyit heran. " Kenapa?"

Kak Arkan menatap ku tajam. " Masalah pribadinya dia Nata. Jadi ikutin aja ok? Diam." Lalu dia kembali melanjutkan makannya.

Aku bersandar di sofa. Kenapa aku justru berpikir jika kak Nathan seolah sedang menjaga citranya di depan orang orang dan tidak ingin terlihat lemah makanya dia tidak ingin orang lain tahu. Atau ada hal yang lain?

" Gak mau Nat?" Tanya kak Arkan yang sedang memakan sambal goreng kentang, makanan kesukaannya. Aku menggeleng karena aku sudah makan.

Kak Arkan menyendok kan sambal goreng kentang dan nasi lalu mengarahkan nya padaku. " aaa?" Suruhnya padaku untuk membuka mulut tapi aku lagi lagi menggeleng. " Makan Nat! Biar Lo gak kepuhunan ngeliatin gue makan. Sekali aja."

Aku lagi lagi menggeleng. Tatapan kak Arkan berubah dan suara rendah serta dinginnya keluar. Aku meneguk salivaku.

" Renata," kalo sudah gini aku tidak bisa membantah lagi. Aku segera membuka mulutku dan dia mengarahkan makanan itu masuk ke mulut ku atau lebih tepatnya aku disuapin.

Wajah kak Arkan langsung berubah, senyum nya terbit dan mengacak rambutku. Sebenarnya ini adalah kebiasaan di keluarga ku. Jika kita sedang makan maka kita harus menawari orang yang ada didekat kita, entah orang itu mau atau tidak, setidaknya kita sudah menawarkan dan mau berbagi. Tapi berbeda dengan kak Arkan, tidak ada kata 'tidak' dalam kamusnya.

NATHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang