TUJUH

445 92 20
                                    


Katanya jodoh itu tidak ada yang tahu.

Katanya bisa saja orang yang pernah berpapasan dengan mu adalah jodoh mu.

Katanya kita jomblo bukan berarti tidak laku atau orang-orang menganggap mu jelek.

Tapi, ada seseorang yang disana yang berdoa dan berharap agar kamu menunggunya hingga waktu mempertemukan kalian.

Yah, setidaknya seperti itu kata kata yang tidak sengaja terdengar di telingaku. Orang yang duduk dibelakang ku seperti nya sedang memberikan nasihat kepada teman perempuannya yang saat aku melewati nya matanya sedang berkaca kaca. Aku tidak mendengarkan secara keseluruhan karena aku tahu itu tidak sopan mendengarkan pembicaraan orang lain. Tapi kata kata tadi yang terdengar ditelinga ku tanpa sengaja. Dan sekarang kata kata itu kembali membayangiku.

Bisa saja orang pernah berpapasan dengan mu adalah jodoh mu.

Mengingat itu aku malah kembali mengingat siapa saja yang pernah berpapasan dengan ku. Sungguh kurang kerjaan.

Aku kembali meminum minuman ku. Kafe di tempat aku berada menjelang sore semakin ramai. Aku sendiri, dan sudah setengah jam aku duduk sambil melihat orang-orang keluar dan masuk di kafe ini.

Aku bersandar memikirkan bagaimana rasanya menghabiskan malam Minggu dengan pacar. Dari lahir aku memang belum pernah sekalipun menjalin hubungan dengan laki laki. Setiap liburan ataupun malam Minggu biasanya aku akan diam di rumah atau kadang kadang pergi keluar dengan kak Arkan. Padahal selain kak Arkan aku masih punya teman. Tapi karena saat itu kami masih anak SMP orang tua tentu melarang kami untuk berpergian malam. Tapi saat kami sudah SMA dan kelonggaran sudah di beri mereka justru jalan dengan gebetan masing masing.

Aku beranjak pergi ketika minuman ku sudah habis. Dan bertolak ke salah satu store buku. Setidaknya berkeliling sambil memilah buku cukup membuang waktu ku.

Lalu aku tanpa sengaja membaca judul buku yang aku lihat dari jauh. Judulnya Reinkarnasi. Aku langsung menuju rak buku yang bertema fantasi, dan itu salah satu genre buku kesukaan ku. Buku itu tinggal satu itulah yang kulihat. Maka dari itu aku langsung menghampirinya tapi saat sudah didepannya seseorang lebih dulu sampai dari sisi berlawanan dariku.

Kak Nathan.

Orang itu ada disini juga? Wajar sih ini tempat umum. Tapi kenapa harus kak Nathan. Kak Nathan awalnya tidak melihat ku melainkan melihat kearah buku yang juga menjadi tujuanku kesini. Jangan bilang kak Nathan juga menginginkannya?!

Kak Nathan melihat kearah ku dan lagi, wajah datarnya itu yang selalu aku lihat. Kak Nathan melangkah hingga berdiri di depanku. Dia menatapku tanpa minat. Lalu mengambil buku itu, buku yang juga aku inginkan. Cepat cepat aku membuka suara.

" Kak gue yang datang duluan."

Dengan datar dia menaikan satu alisnya dan melirik buku itu dan aku bergantian.

" Tapi gue duluan yang ngambil." Jawabnya lalu pergi begitu saja. Aku terdiam menatap punggungnya itu dengan tidak percaya.

Itu yang katanya ketua OSIS? Itu yang katanya orang ramah? Serius? Dari mana mereka bisa berpendapat kaya gitu kalo kenyataannya saja dia tidak pernah sedikitpun bersikap baik maupun ramah padaku?

••••

" Semuanya kembali ke kelas masing-masing kecuali kelas sepuluh. Bubar, jalan!"

Ada apalagi? Setelah upacara tiba tiba saja sang Ketua OSIS, kak Nathan, memberi arahan agar kami anak kelas sepuluh untuk tetap dibarisan. Kakak kelas bubar meninggalkan lapangan dan masuk ke kelas masing-masing. Selama mereka melewati barisan kami banyak dari mereka yang mengejek dan memasang wajah sok prihatin. Ada apa?

NATHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang