DUA PULUH SEMBILAN

318 79 30
                                    

Nata memandang bingung pada tangan kanan Nathan yang menadah kepadanya. Nata melirik Nathan, cowok itu yang mengisyaratkan meminta sesuatu.

" Apa? Minta uang?" Tebak Nata asal. " Gak ada, uang gue sisa buat bayar bis." Tolak Nata menjauhkan tangan Nathan.

Uangnya benar benar sisa lima ribu untuk bayar bis. Kalo naik angkot Nata harus dua kali ganti angkot dan uangnya jelas gak cukup. Padahal Nata punya kakak yang gak usah di tutupi lagi, tapi tetap aja nasibnya begini.

Nata ngerasa kalo gak bawa motor, setiap pulang sekolah dia bakalan telat nyampe ke rumah. Kalo bukan karena polisi lagi razia di daerah tempatnya tinggal, Nata gak akan di sini dengan uang pas Pasan, mau beli es teh aja gak bisa.

Kalo kalian nanya Arkan kemana, yah... Pasti nongkrong lah sama teman temannya, sambil nunggu polisi yang lagi razia pada bubar. Arkan itu emang peka sama Nata kadang bikin iri, tapi itu cuma kadang kadang. Seringnya kaya gini, menelantarkan adiknya sendiri.

Nata sendiri gak menyangka bakalan ketemu Nathan di halte yang jarang banget ngangkut penumpang ini. Katanya Arkan, Nathan bolos tanpa keterangan. Tapi yang Nata lihat Nathan malah pakai seragam sekolah walaupun di tutupi sama Hoodie. Terus mau nyebat lagi sendirian.

Nathan menadahkan tangan nya lagi pada Nata. " Gue minta permennya lagi, enak." Balasnya tanpa dosa.

Nata mendengus tidak percaya, padahal belum ada sepuluh menit dia ngasih permen tangkai ke Nathan, tapi ini udah habis dan minta lagi.

Nata mengeluarkan satu permen dan memberikannya pada Nathan.

" Cepet banget. Kalo makan permen jangan di gigit, ntar sakit gigi beneran. "

" Makasih."

" Lo bolos ya?" Tanya Nata.

" Iya. Kok tau? Nyariin ya tadi?" Goda Nathan.

" Dih...apaan! Kepedean lo." Nata mendumel, lalu cewek itu memperhatikan jalanan menunggu bis lewat. Sebenarnya Nata agak ragu kalo bis bakalan lewat di halte ini. Karena di halte ini jarang banget ada yang naik bis, apalagi masyarakat yang tinggal di sekitar sini orang kaya semua, alias punya mobil pribadi jadi gak perlu naik bis lagi. Meskipun dekat sama sekolah, nyatanya mereka semua pada naik angkot yang jelas lebih murah dan gak harus nunggu karena angkotnya udah stay depan sekolah.

Nathan mengikuti gerak gerik Nata. Sebenarnya Nathan juga agak bingung kenapa Nata ada disini? Biasanyakan Nata bawa motor, atau kadang pulang barang Rhea atau Soya.

" Lo kenapa di sini?" Tanya Nathan.

" menurut lo?"

" Nunggui bis?"

" Iya.'

" Kenapa naik bis? Kan biasanya lo bawa motor atau kadang nebeng sama teman lo itu."

" Lagi ada razia, Rhea sama Soya juga lagi ada urusan-- Eh, kok lo tau gue biasa nebeng?" Mata Nata menyipit, dia menatap Nathan curiga. " Lo perhatiin gue ya? Iya kan?"

" Gak lah! Ngapain gue perhatiin Lo." Nathan membuang muka, menyembunyikan sebuah senyuman yang tidak bisa dia tahan. Apa yang Nata tebak memang benar, setiap hari tanpa sadar Nathan selalu memperhatikan Nata setiap kali pulang sekolah. Nata udah pulang atau belum? Nata pulang bawa motor atau enggak? Nata bawa jas hujan apa enggak?Nata pulang sama siapa? Bareng Rhea atau Dara?

Pokoknya semua itu memenuhi pemikiran Nathan begitu bel pulang bunyi. Berbanding terbalik dengan teman sebangkunya yang tampak santai.

Atau hanya Nathan yang berlebihan di sini?

Tapi setelah Nathan renungkan, itu semua masih dalam tahap wajar.

Tidak berlebihan sama sekali.

NATHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang