TUJUH BELAS

331 78 6
                                    

Nata mengerjapkan matanya untuk bangun dari tidur siangnya. Sebenarnya Nata masih mengantuk, tapi dia merasa kakinya sedang ditarik oleh orang. Nata membuka matanya lebar-lebar, menemukan Arkan yang diam membatu. Kedua tangan kakaknya itu, memegang ujung kedua kaki Nata. Rupanya Arkan lah yang mengganggunya tidur. Dengan cara menarik kakinya.

Nata memberontak, agar arkan menjauh.
" Apaan sih Lo?!" Makinya pada Arkan yang terlihat gagah menggunakan baju Koko hitam.

Sambil tertawa, Arkan tetap menggeser Nata. Dan ikut tidur di samping Nata, diatas karpet berbulu yang ada di depan tv.

" Lo ngalangin kipasnya tuh nah!"  Kesal Nata mengantuk.

" Sabar sabar." Arkan memperbaiki posisi tidurnya hingga akhirnya badannya tidak lagi menghalangi kipas angin. Meskipun rumah mereka ada AC tapi tetap saja, jika tidur siang begini Nata lebih suka menggunakan kipas angin.

Arkan menutup matanya bersiap untuk tidur, namun dia membukanya lagi. Ada hal yang ingin dia tanyakan pada Nata. Arkan menengok pada Nata yang sekarang sedang tidur memunggunginya.

" Nat? " Panggilnya mengecek apakah Nata sudah lanjut tidur atau belum.

Nata membuka matanya. Dengan malas dia berbalik menatap Arkan penuh tanya. " Apa?" 

" Seberapa dekat Lo sama Sean?" Tanya Arkan.

Nata mengernyit, kenapa lagi ini? " Biasa aja."

" Kenapa emang?"

Arkan tampak bimbang, namun dia lebih memilih untuk menggeleng. Arkan melanjutkan tidurnya, membiarkan Nata dalam rasa bingung nya. Toh, kalo pun memang iya Sean lagi dekatin Nata, masih ada dirinya kok yang bisa ngejagain Nata langsung dari Sean, si cowok yang gak bisa di percaya.

•••••

Di pagi hari ini, di kelas kebanggaan anak IPA, yang selalu saja menang setiap kali ada acara olahraga tampak begitu sibuk. Padahal ini masih jam setengah tujuh, alias masih ada 45 menit sebelum bel masuk berbunyi.

Cowok berkacamata bulat transparan duduk di pojokan hanya bisa pasrah melihat buku tulisnya di oper sana sini, dari meja yang satu ke meja yang lain.

Ini salahnya, andai saja dia kemarin tidak bolos piket mungkin dia tidak akan ada di posisi sekarang. Berharap sekaligus cemas, semoga saja mereka tidak mencontek habis jawabannya. Ia hanya takut, guru akan sadar jika jawaban miliki sama dengan jawaban anak kelasnya yang lain.

Ia menatap si bintang kelas yang rupanya menghampiri nya. Sean, dengan menenteng buku bersampul coklat menghampiri cowok berkacamata itu. Sean meletakan buku itu didepan cowok berkacamata. Tangannya mengarah pada nomor soal yang ada di buku. Dengan pelan dia berkata. " Nomor 4 sama 6 diganti. Jawaban Lo salah." Ujarnya lalu pergi gitu aja meninggalkan kelas.

Si cowok berkacamata gelagapan, buru buru memeriksa nomor yang di beritahu Sean. Dan benar saja, jawaban nya memang salah, dia salah menghitung. Di liriknya teman teman yang lain tampak tidak sadar bahwa jawaban miliknya salah. Diam  diam dia mengganti jawaban.

Sedangkan Sean, cowok itu memilih melangkah ke arah gazebo belakang sekolah. Masih ada waktu untuk bersantai sebelum bel berbunyi.

Sesampainya di sana dia melihat Renata, adek kelas yang berada di seberang kelas nya. Renata sedang sendirian di sana dengan satu buah buku novel di pangkuan nya. Tanpa ragu Sean mendekat dan berdiri di hadapannya.

" Heh Lo?!"

Nata sadar siapa orang yang didepannya ini. Tapi dia memilih memeriksa kanan kiri dan belakang nya untuk memastikan sesuatu.

NATHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang