THINGS TO REMEMBER

500 84 4
                                    

Jingga memutuskan untuk menjadi pemandu wisata dadakan bagi Dinan dan Ivan mulai dari hari ini hingga delapan hari ke depan. Bayang-bayang kalau lelaki yang berwajah sama dengan Pierre itu akan mendapatkan malapetaka menggelayut manis dalam kepalanya, sehingga Jingga memutuskan seperti ini. Dulu Jingga boleh gagal dalam mencegah Pierre sampai pada maut namun, kali ini dia akan sedia payung sebelum hujan demi lelaki asing yang tampangnya sama dengan lelaki yang dicintainya. Jingga tidak mampu menolak keinginannya sendiri agar tidak ikut campur dalam urusan lelaki itu, mungkin rasa bersalahnya pada Pierre yang membuatnya merasa ingin memastikan kalau lelaki yang bernama Dinan itu aman karena dia memiliki wajah dan penampilan yang serupa. Anggap saja aku menebus rasa bersalahku pada Pierre karena dulu aku tidak mampu membuatnya selamat. Gumam Jingga dalam hati.

Jingga lantas memberitahukan kepada Rere mengenai rencananya untuk keliling Korea layaknya seorang turis seorang diri. Dengan dalih 'me time' Jingga meminta Rere untuk mengosongkan semua jadwalnya selama waktu tersebut terlebih lagi Jingga menyebut-nyebut tentang agar dapat menumbuhkan ide baru agar novelnya nanti menjadi lebih segar.

"Gue butuh waktu menyendiri dulu untuk beberapa saat siapa tahu bisa sekaligus menumbuhkan ide baru supaya novel gue yang terbaru bisa lebih segar." Imbuhnya pada Rere tiga puluh menit yang lalu.

"Well, agak berat sih ya gue biarin lo pergi sendiri. Ngeri nyasar lagi Ngga... dan ya nyasar lo itu bukannya ke jalan atau lokasi yang salah tapi ke tempat dengan waktu yang berbeda." Ungkap Rere yang merasa sangat khawatir pada Jingga. Mendengar istilah nyasar ala Rere membuat Jingga tersenyum lebar dan berakhir memeluk Rere dengan gemas.

"Ya ampun, Ree... nggak sesering itu kali gue hilang dengan cara begitu..." lalu mereka sama-sama saling tertawa.

Kini Jingga sudah berada di penginapan lelaki bernama Dinan itu, duduk berhadapan seperti ini dengannya, Dinan duduk di pinggir tempat tidurnya sementara Jingga duduk di kursi meja rias yang berada di sisi tempat tidur Ivan. Kalau saja dia adalah Pierre barangkali Jingga sudah menghambur ke pelukannya lalu menangis sejadinya, menumpahkan segala rasa yang disimpan selama ini, sayangnya lelaki itu hanyalah orang asing yang kebetulan serupa, jadilah Jingga menatapnya dengan sengit seperti ini dan yang ditatap malah menggoyahkan imannya untuk tetap bersikap acuh tak acuh.

"Gue sudah selesai nih!" teriak Ivan penuh semangat pada Jingga dan Dinan. "Lah?? Kok lo malah belum siap-siap sih, Nan?"

"Hmm... memangnya siapa yang tadi menyabotase toilet buat ganti baju? By the way, wangi banget sih lo kayak kembang kuburan!" bentak Dinan pada Ivan sambil berlalu ke toilet untuk mengganti pakaiannya.

"Siake!" balas Ivan tak kalah sengit membuat Jingga tidak mampu menyembunyikan senyumnya. "Duh, sorry ya, Jingga... kami memang begini." Ivan berusaha menjelaskan keadaan yang terlanjur menghilangkan harga diri.

***

Kaus hitam tanpa kerah, sweater hoodie abu-abu muda bertuliskan star wars warna-warni pada bagian dada , long coat berwarna dark grey sebatas lutut, jeans warna senada dengan sweater hoodie-nya sedikit belel, kaus kaki tebal putih, wrist bag yang diselempang dan sepatu convers chuck taylor hitam tinggi bersol putih sungguh mencuri perhatian Jingga, rasanya Jingga ingin memandangi sampai besok kalau perlu.

Sadar... Jingga, sadaaarr... kalau sampai dia tahu lo pandangi dia begini bisa besar kepala nanti. Jingga berusaha menyadarkan diri sendiri.

"Ayo, kita berangkat." Putus Jingga, Jingga harus segera menghirup udara segar agar jantung dan napasnya kembali normal.

"Kita mau kemana, Jingga?" tanya Ivan dan Dinan bersamaan sambil mengekor keluar penginapan menuju mobil Jingga yang terparkir manis di depan penginapan Boa Travel House.

The Time When We Fell In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang