Give me love and I will show you unconditional
because
from that moment,
my time will stop beside you
"Van, lo serius nggak apa-apa gue tinggal?"
"Serius, nggak apa-apa. Gue sudah minum obat juga." Ujar Ivan sembari mengacungkan obat demam dan flu yang baru saja dikonsumsinya. "Banyakin foto, ya. Padahal tempat kali ini yang mau didatangi ikonik banget." Tambah Ivan, sedikit menyesali kondisinya yang mendadak demam dan flu.
"Gue fotoin deh banyak-banyak, sekalian gue buatin mini video gitu, ya?" Dinan membesarkan hati sahabatnya yang sedang sakit ini, dihari terakhir mereka berada di Korea.
"Thanks, Nan..."
Suara ponsel Dinan berdering, rupanya Jingga sampai di depan penginapan untuk menjemput keduanya.
"Halo? Aku akan segera turun." Dengan segera Dinan bergegas setelah berpamitan dengan Ivan.
Sesampainya di dalam mobil, Dinan mengambil duduk ditempat biasa Ivan duduk. Jingga yang bingung hanya bisa celingukan berusaha mencari sosok Ivan yang tak kunjung datang.
"Ivan?" tanyanya kemudian pada Dinan.
"Dia sakit. Salam untukmu dan dia minta foto-foto yang banyak."
"Hah??? Kasihan... ditinggal sendiri? Sudah minum obat atau belum? Apakah ia akan baik-baik saja?"
"Kamu perhatian sekali dengan Ivan. Manis sekali." Balas Dinan sedikit sinis.
"Aku hanya mengkhawatirkannya."
"Mengagumkan."
"Ada apa denganmu? Apa kamu merasa cemburu?!" sedikit meledek Dinan.
"Ya." Balas Dinan pendek seraya menatap lurus manik mata Jingga.
Kalau dipikir baru hari ini Dinan duduk bersebelahan di mobil bersama Jingga, mendapati Jingga yang menatapnya seperti ini menjadikan kenangan kembali menyeruak dalam benak keduanya untuk sesaat. Jingga membuang pandangannya lurus ke depan, jantungnya berpacu dengan sangat cepat, otaknya kelu dan tubuhnya terasa beku untuk sejenak, memandanginya dari samping seperti ini, melihatnya seperti ini, lalu mendengar dia bicara seperti ini dengan suaranya itu sungguh membuatnya merasa kalau lelaki ini adalah Pierre.
Cara menatap yang dilakukan Dinan sama seperti Pierre bahkan ekspresinya-pun sama, itulah sebabnya Jingga jadi hilang kendali untuk bersikap tenang.
"Kita mau langsung ke Namsan Tower?" Dinan berusaha mencairkan suasana.
"Oh? Eh, tidak... tidak. Kita tidak langsung ke Namsan Tower, mungkin sore menjelang malam baru kita ke sana. Pagi ini aku akan mengajak kalian... ehm.. maksudku kamu untuk membeli kopi dan sepotong roti isi. Aku sangat membutuhkan kafein terutama dipagi hari seperti ini." jawab Jingga sedikit gugup dan Dinan menangkap kegugupan gadis ini. Senyum tipis tersungging di wajah blasteran bulenya itu.
***
Jingga memarkir mobil tidak jauh dari restoran Egg Drop, masih berada di kawasan Hongdae, restoran yang terkenal dengan roti isi telur beraneka ragam juga rasa ini sangat menggugah selera makan.
Sebenarnya gerai Egg Drop ini cukup banyak hanya saja yang buka pagi-pagi seperti ini hanya di sini, itulah sebabnya Jingga membawa Dinan untuk mencicipinya.
"Kamu belum sarapan juga, kan?" tegur Jingga pada Dinan yang sibuk melepas sabuk pengaman.
"Belum. Oh, ya... hari ini aku yang akan mentraktirmu." Jawab Dinan singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Time When We Fell In Love
General FictionHello Readers ^_^ Tidak ada yang salah dari jatuh cinta, hanya saja jika cinta itu terjadi pada dua insan yang terpisah masa tentu akan menjadi suatu yang tidak lumrah. Hal inilah yang kemudian menyeret Jingga pada takdir yang tidak pernah ada dalam...