Kai berusaha sekeras mungkin kali ini untuk mendapatkan hati Jingga, merapatkan jarak yang selama bertahun-tahun ia bentangkan antara dirinya dan wanita yang telah lama mencuri hatinya, Jingga. Kali ini Kai mengambil langkah besar yang seharusnya telah ia ambil sedari dulu.
Akhir-akhir ini rasa takut akan kehilangan Jingga semakin pekat dalam hatinya. Bayangan lelaki bernama Pierre itu terus saja mengudara dalam benak dan kepalanya, ia menjadi semakin tidak rela kalau lelaki romantis yang menyurati Jingga memenangi hati wanita itu.
Sekelabat Kai melihat sosok Jingga berjalan menuju ruang TV membawa mug yang entah apa isinya tetapi asapnya terlihat mengepul keluar dari mug itu. Kai mengamati sosok itu dari ambang pintu kamar, menimbang apakah ia akan menghampiri ataukah hanya akan mengamati dari tempatnya berdiri.
"Jinggaya..."
"Ne?! Ya?!" Jingga sedikit terkejut dengan suara Kai yang tiba-tiba.
"Apa yang kau lakukan?"
"Hm? Aku? Nggak ada. Aku hanya ingin minum segelas teh Camomile ini di sini."
"Aaa... boleh aku temani?"
"No prob, Kai." Jawab Jingga dengan senyum simpul.
Jingga melanjutkan aktifitasnya menikmati segelas teh camomile, melamun dan banyak berpikir tentang Pierre. Karena jauh di dalam lubuk hatinya Jingga merindukan lelaki itu.
"Apa yang kau pikirkan, Jinggaya?"
"Hmm... nggak ada. Aku hanya melamun saja."
"Apa kau suka gelang itu?" Kai menunjuk dengan lirikan mata ke arah gelang pemberian Kai yang masih meilingkar sempurna di pergelangan tangan kiri Jingga.
Tanpa sadar Jingga mengikuti arah pandangan Kai pada pergelangan tangannya dan membuatnya tersadar ternyata ia lupa melepasnya sejak hari jumpa pers-nya tempo hari.
"Hmm... ini sangat simpel. Aku suka. Terimakasih, Kai." Ucap Jingga sambil tersenyum simpul pada Kai dan Kai membalas dengan senyum hangat.
"Jinggaya, apakah kau tidak ingin pulang ke Korea? Apakah kau tidak rindu pada orang tuamu?"
Jingga terenyak mendengar pertanyaan Kai, hatinya terasa seperti dicubit, sakit. Karena rasa sakitnya ia sampai lupa pada ayah dan ibunya. Jingga menyesali sikapnya sendiri. Diam-diam ia menimbang kata-kata Kai padanya.
"Aku rindu, hanya saja pekerjaanku masih banyak yang belum beres, Kai."
"Aku tahu, selesaikan saja dulu, setelah itu pulanglah ke Korea bersamaku, sekalian kau berlibur sejenak dari kepenatanmu juga yang paling penting adalah menemui kedua orang tuamu." Bujuk Kai pada Jingga. Keheningan menyeruak setelah bujukan Kai pada Jingga, namun Kai tahu betul kalau Jingga sedang menimbang usulnya dengan serius.
***
Dengan langkah gontai Kai keluar dari kamar langsung menuju dapur untuk mengambil sebotol air mineral di dalam lemari pendingin, ia tidak menyadari kalau ada yang memerhatikannya sejak tadi bahkan sejak semalam saat ia berbicara pada Jingga.
Kai menenggak air mineralnya sebelum akhirnya dikejutkan oleh seseorang yang sejak tadi mengintainya.
"Apa yang kau bicarakan dengannya?" Suara Rere yang rendah dan dalam membuat Kai terlonjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Time When We Fell In Love
Ficțiune generalăHello Readers ^_^ Tidak ada yang salah dari jatuh cinta, hanya saja jika cinta itu terjadi pada dua insan yang terpisah masa tentu akan menjadi suatu yang tidak lumrah. Hal inilah yang kemudian menyeret Jingga pada takdir yang tidak pernah ada dalam...